Mohon tunggu...
Toni Ahmad Subekti
Toni Ahmad Subekti Mohon Tunggu... Dosen - Dosen di Universitas Rokania - Riau

Mendokumentasikan Cerita Kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Seribu Kata Pertamaku tentang Menulis

14 April 2021   08:15 Diperbarui: 14 April 2021   08:21 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Menulis adalah merupakan sesuatu kegiatan yang sangat menyebalkan meurut sebagian orang, termasuk diriku. Menulis kegiatan yang penuh dengan hal-hal yang menguras otak, butuh urutan yang sistematis dan harus bisa dimengerti. Menulis itu kegiatan yang penuh dengan kebosanan dan banyak menghabiskan waktu, begitu banyak orang yang ingin memulai menulis tapi tak jadi menulis. Menulis itu kegiatan yang untuk memulainya saja sudah sangat susah apalagi untuk menyelesaikannya. Itulah berbagai macam pikiran dan anggapan senagian orang termasuk diriku terhadap kata menulis.

Begitu banyak mahasiswa, sarjana dan kaum pendidik yang sangat alergi terhadapa menulis. Lihat saja betapa minim sekali tulisan-tulisan yang muncul dari kalangan akedimisi khususnya mahasiswa sarjana. Mentok-mentoknya menulis ya paling skripsi atau essai ketika mau buat lamar beasiswa. Mudahnya saja kita contohkan skripsi. 

Nah, perhatikana saja orang-orang yang sampai sekarang belum lulus atau masih berjuang untuk menghadapi tulisan itu. Perhatikan latar belakang atau riwayat mereka sewaktu kuliah, mayoritas pasti kegiatan akademiknya sangat jauh dari kata menulis. Mereka tidak terbiasa menulis untuk hal-hal yang sepele misalnya diari atau bercerita pengalaman tentang ssesuatu yang sangat menegangkan atau menyenangkan atau sesuatu yang sangat memorable bangt. 

Padahal sebenarnya itu sesuatu yang sangat vital dan jangkapangjang, bayangin aja deh para sarjana itu dibekali dengan sesuatu yang bisa membangkitkan naluri mereka semakin maningkat untuk menulis misalnya ada kuliah khusus yang mempelajari bagaiamana mereka menulis atau bisa mengadakan berbagai seminar dan workshop yang dapat menjadikan merek lebih peduli untuk menulis. 

Tapi yang terjadi kan berkebalikan, misalnya dikampus UMY, sebuah kampus yang cukup popeler dijogja mereka hanya memberikan matakuliah Bahasa Indonesia dan itupun hanya beberapa sks saja. Mentok memang mereka bisa paham bagaimana menulis terutama bagaimana membuat struktur penulisan yang baik. Namun itulah belum cukup untuk menjadikan mereka engage terhadap dunia kepenulisan.

Lebih ekstrem banyak kasus bukan tekait kepenulisan, misalnya yang terbaru adalah dosen sekligus rektor sebuah kampus negri di solo yang melakukan plagiasi terhadap disertasi nya ya walaupun ini belum terbukti secara real namun, pihak UGM sedang melakukan berbagai inverstigasi terkait peanggaran tersebut. Semoga saja itu bukan karena adanya unsur plagiasi yang dilakukan dengan sengaja, malu dong. Orang yang bergelut didunia karya tulis seharusnya dapat mennciptkaan sebuah penulisan yang bagus namun malah ketidakmampuan untuk melakukan kewajiban  yang seharunya dilakukan. Lucu nggak sih. Tapi itulah kenyataannya.

Kasus lain ini sudah menjadi sebuah fenomena yang sangat umum dikalangan para akademisi khususnya ditingkat sarjara strata satu. Tidak bermaksud menghamkimi namun relaitas nya seperti itu. Ini kisah nyata yang sering saya temui karena kebetulan mereka ini adalah teman-teman saya yang sangat akrab, beberapa mereka melakukan pembelian karya tulis dengan harga yang cukup fantastis ya berkisar antara 4-10 jutaan tergantung terhadap kemampuan penjual dalam melakukan proses dengan cepat atau tergantung kesepatakan bersama. 

Teman saya itu meakukan pembayaran bervariasi ada yang dia melakukana hanya untuk pengolahan datanya saja misalnya atau ada juga yang melakukan proses bimbingan diluar akademik. Padahal sebenarnya mereka telah memiliki pembimbing dikampus dan sudah melakukan pembayaran .Aneh rasanya dosen pembimbing yang seharusnya menjadi fasilitartor untuk mahasiswanya namun mereka tidak nyaman dan melakukan bimbingan diluar. Ini sebanrnya fenomena kampus yang harus diperbaiki oleh akademisi.

Beberapa contoh diatas mungkin sebagai gambaran kepada kita tentang kondisi yang berkaitan dengan menulis. Nah klo kita Tarik sebuah benang merah sebenarnya apa yang menjadi masalah utama diatas. Yaa menurut saya adalah jauhnya kehidupann kepenulisan dengan kehidupan kita atau mungkin singkatanya bahwa menulis dengan kita adalah sesuatu yang berbeda. Sangat berbeda. Sehingga yang muncul adalah alergi tentang menulis.

Mungkin sedikit bercerita tentang kehidupan penulis artikel ini tentang kedekatannya dengan fenomena-fenoma diatas. Saya juga termasuk orang yang sangat alergi tentang dunia kepenulisan boro-boro menulis untuk membaca tulisan orang saja rasanya berat sekali, padahal bukan kita kan yang menulis. Artinya untuk tertarik dengan hasil karya orang lain saja masih ogah-ogahan, apalagi diminta untuk menulis sebuah artikel yang itu membutuhkan proses yang cukup sulit dan membutuhkan waktu yang sangat bayak dan tentunya menguras otak ketitik terendah.

Latar belakang saya juga tidak mendukung dunia kepenulisan, terlahir sebagai seorang anak tani yang setiap harinya bekerja dikebun dan jauh dari namanya dunia literasi. Dari sejak kecil hingga dewasa jarang sekali bergulat dengan kepenulisan . banyakan dengan penulis penulis terkenal missal nya asma nadia, habiburahman elsirazy atau penulis bumi manusia yang terkenal Ananda tour. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun