Mohon tunggu...
Subarkah
Subarkah Mohon Tunggu... Freelance

Suka nulis, suka nonton film, suka baca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berhaji Bukan Sekadar Pergi ke Tanah Suci

17 Mei 2025   22:12 Diperbarui: 17 Mei 2025   22:12 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Teman saya pernah bercerita tentang pengalamannya di Mina. Di tengah panas dan antrean, ia kehausan. Tiba-tiba, seorang laki-laki tua dari negara lain menyodorkan sebotol air dengan senyum. Lalu berlalu begitu saja.

Sejak itu, teman saya selalu membawa dua botol air saat bepergian. Bukan untuk dirinya, tapi untuk siapa pun yang kehausan. Ia tak tahu banyak soal manasik. Tapi ia mengerti makna berbagi yang sederhana namun melekat. Ia mengerti bahwa haji bukan hanya mengenang Ibrahim, tapi melanjutkan akhlaknya---dalam tindakan sehari-hari.

Mungkin di situlah letak haji yang sesungguhnya: bukan pada perjalanan fisik, tapi pada warisan nilai. Tindakan-tindakan kecil yang membuat hidup orang lain terasa lebih layak dijalani.

Banyak yang ingin berhaji, tapi belum mampu. Biaya mahal. Antrian panjang. Tanggung jawab tak bisa ditinggalkan. Semua itu nyata. Tapi haji bukan hanya tentang keberangkatan. Ia juga soal kesiapan---menapaktilasi jejak Ibrahim bukan cuma dengan kaki, tapi dengan hati.

Tuhan tidak hanya mendengar doa di tanah suci. Ia juga hadir di kamar sempit tempat seorang ibu berdoa agar anaknya selamat. Di ruang kerja seorang ayah yang mengumpulkan rupiah demi rupiah dengan jujur. Di peluh diam-diam orang yang membantu tanpa sorotan.

Mungkin, itulah Ka'bah batin: ruang suci yang dibangun dalam laku, bukan dalam label.

Sering kali kita melihat orang yang telah berhaji kembali dengan status sosial yang lebih tinggi, tapi dengan hati yang tak banyak berubah. Masih suka membeda-bedakan, masih mudah tersinggung, masih enggan menolong bila tak ada sorotan. Foto-foto haji dibagikan ke media sosial, tapi nilai-nilainya tak dibagikan dalam perbuatan.

Ironis. Padahal haji mengajarkan keterbukaan dan kerendahan hati. Mengajarkan bahwa manusia adalah sama---bukan pada potongan kain yang dikenakan, tapi pada ruh pengabdian yang ditanamkan.

Haji adalah momen melepas gengsi dan ambisi. Tapi sayangnya, banyak yang kembali membawanya pulang. Kadang bahkan dalam ukuran yang lebih besar.

Jadi, jika malam ini ada yang masih menunggu giliran, jangan berkecil hati. Jangan merasa tertinggal hanya karena belum ke tanah suci. Mungkin, Tuhan sedang menyiapkan perjalanan yang lebih dalam menuju Ka'bah kecil di dalam rumah, di dalam dada.

Jika malam ini ada yang merasa belum 'sah' sebagai Muslim karena belum berhaji, berhentilah membandingkan. Sebab nilai sebuah ibadah tidak ditentukan oleh keberangkatan, tapi oleh bagaimana kita pulang. Pulang sebagai manusia yang mengerti bahwa haji bukan akhir, tapi permulaan. Permulaan dari hidup yang lebih peka, lebih sadar, dan lebih berarti bagi sesama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun