Mohon tunggu...
Adolf Nugroho
Adolf Nugroho Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Dilahirkan di Kota Gudeg Jogjakarta. Seorang pendidik, trainer, penulis di majalah SDM dan psikologi. 2,6 tahun mengabdikan diri di bidang pendidikan di Papua

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Spiritualitas dan Kerja Manusia

18 Februari 2015   21:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:56 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Spiritualitas dan Kerja Manusia

Di era yang serba transparan terbuka terhadap banyak hal, rupanya memberikan kontribusi besar pula terhadap perubahan perilaku manusianya. Pengaruh ini juga tidak lepas dari kemajuan teknologi, yang membuat manusia begitu mudah ter-connect dan melampaui batas geografis. Apa efeknya bagi kita? Dengan adanya perubahan yang terwakili kemajuan teknologi  pada saat yang sama pula tuntutan pekerjaan juga semakin meningkat. Contoh sederhananya adalah sekarang hampir bahkan semua perusahaan memunyai social media, dimana ada divisi khusus yang memantau perkembangan social media terkait dengan pelanggan. Artinya apa? Artinya perusahaan sudah dituntut untuk menyelaraskan diri dengan perubahan dan mengharuskan pula menjadi lebih produktif.  Konsekuensinya adalah setiap orang yang bekerja di dalamnya diharuskan memberikan waktu, kecepatan dan kontribusi lebih terhadap pekerjaan tersebut.

Maka menjadi lumrah apabila bekerja di Jakarta sehingga membutuhkan waktu kerja antara 11-14 jam. Mungkin jam kerja resminya tidak segitu. Kemudian dengan waktu bekerja yang cukup lama tersebut, sudah pasti ada sebagian hidup pribadi kita yang tercerabut. Hidup menjadi terasing sehingga batas antara profesionalitas/pekerjaan dengan personal  semakin tipis. Dampak psikologisnya membuat hidup kita menjadi semakin kompulsif dan merasa kesepian yang mendalam. Nah situasi kerja di Jakarta mungkin menyulitkan kita menemukan sisi spiritualitas karena dunia yang semakin sibuk. Barangkali pula merasakan kehadiran Tuhan dalam kehidupan kita pun semakin bias apalagi dengan hadirnya teknologi yang bukannya tidak mungkin kita menjadikannya sebagai tuhan-tuhan baru yang mampu membantu menyelesaikan setiap  permasalahan secara instan.

Ya Instan, segala sesuatu sekarang serba instan. Gaya hidup masyarakat pun serba cepat, namun justru cepat bukan lah tolok ukur sebuah kesuksesan paling mendasar. Terkadang “cepat” pun membuat kita melupakan apa yang menjadi essensi dalam hidup. Proses kehidupan menjadi tidak berharga, karena melupakan nilai (value) yang seharusnya menjadi prinsip hidup. Nah masyarakat sekarang rupanya justru merasakan “cepat” sebagai sebuah kenikmatan tersendiri. Kita lihat saja arus kendaraan bermotor dijalan-jalan kota Jakarta yang terkadang tidak ramah terhadap pengendara yang lain. Tidak ada toleransi bagi pengguna jalan, penyeberang jalan, segala sesuatunya didorong untuk cepat sampai. Contoh lain adalah korupsi. Dimana istilah “cepat” dipakai untuk memuluskan atau melancarkan segala urusan.  Apakah ini refleksi kata “cepat” dari masyarakat kita yang sedang berubah?

Saat ini kita dikondisikan bekerja di tengah hiruk pikuk dan tekanan sosial di dalamnya. Dari kondisi ini, membuat pola hidup dan etos kerja tak jarang mengorbankan sisi lain dari hidup yaitu orang-orang yang kita cintai, bahkan melupakan diri sendiri. Apa yang kita butuhkan dari situasi ini? Kita harus ingat bahwa manusia itu terdiri dari material dan spiritual. Sisi material berbicara tentang pemenuhan kebutuhan dasar dan kebutuhan fisik, sedangkan sisi spiritual berbicara tentang value (nilai) yang disemangati oleh prinsip  tertentu. Prinsip-prinsip tersebut yang mendorong seseorang bersemangat dan memaknai setiap langkah di dalam pekerjaannya. Maka dari itu, berusaha untuk menemukan Tuhan di dalam segala menjadi tantangan di zaman ini. Apalagi dengan arus perubahan yang tidak bisa ditoleransi, membuat kita semakin jauh dari nilai-nilai pribadi.

Spiritualitas kerja manusia

Agak sulit untuk menempatkan dan menghubungkan antara spiritualitas dan kerja, karena makna spiritualitas lebih dekat dengan hal-hal yang bersifat rohani.  Namun di era sekarang banyak perusahaan yang mulai melirik spiritualitas kerja sebagai satu dari sekian sarana untuk memotivasi SDM agar lebih berkembang dan menemukan essensi dalam kerja. Spiritualitas kerja sendiri sebenarnya menempatkan seseorang untuk menyediakan diri menemukan esensi dari pekerjaan menjadi sarana berjumpa dengan diri sendiri serta lingkungan social. Selanjutnya nilai tertinggi dari kerja itu sendiri adalah menghadirkan Tuhan dan menemukanNya di dalam aktifitas manusia. Jadi antara kerja, diri, lingkungan dan Tuhan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Karena dengan bekerja kita sudah ambil bagian dari proses penciptaan di Bumi. Kerja pun membuat manusia semakin manusiawi  dan  melalui spiritualitas kerja manusia, kita bisa melihat beberapa dimensi dari kerja tersebut. Dimensi tersebut yang membuat manusia menghargai diri sendiri, lingkungan dan sang Pencipta.

Dimensi kerja Manusia

Kerja mendorong menusia menghormati Tuhan dan sesamanya. Saya mengutip indikasi kerja manusia terdiri dari beberapa dimensi yaitu

1. Dimensi personal, Kerja manusia tidak hanya untuk mendapatkan kehidupan dan penghidupan yang layak, namun dengan bekerja manusia mewujudkan dirinya sebagai pribadi yang utuh.

2. Dimensi Sosial, dengan bekerja manusia tidak mengenal dirinya, namun juga membangun relasi dengan orang lain. Dan dengan bekerja memberi dampak positif buat orang lain dan memberikan kesejahteraan bagi sesame.

3. Dimensi rohani, kerja harus dipandang sebagai ibadah. Ya karena sudah kodratnya manusia untuk bekerja. Disamping itu kerja juga membutuhkan aspek rohani supaya mendatangkan nilai kabaikan bagi diri, lingkungan dan kemuliaan Tuhan. Lebih konkretnya dapat diartikan bahwa bekerja itu juga berdoa, sehingga ikatan antara manusia dengan Tuhan menjadi lebih konkret.

Kesimpulan

Kita pada dasarnya adalah makhluk yang punya nilai lebih di banding ciptaan yang lain. Hanya saja, kekerasan hati manusialah yang  membuat manusia berada dalam kekosongan batin. Oleh karenanya agar kita tetap berada di perahu kehidupan, maka berilah sejenak ruang batin/rohani untuk mengisi relung-relung hati. Karena disanalah api semangat memercik memberikan keseimbangan dalam  memenuhi ruang kehidupan kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun