Mohon tunggu...
Ahmad afif
Ahmad afif Mohon Tunggu... Afif

fleksibel adalah kunci kesuksesan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

200 Triliun Untuk Peningkatan Kapasitas UMKM

4 Oktober 2025   19:40 Diperbarui: 4 Oktober 2025   19:40 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan-- Purbaya Yudhi Sadewa---telah menyalurkan simpanan pemerintah di Bank Indonesia senilai 200 Triliun (12 September 2025). Fenomena langka ini menarik perhatian masyarakat dikala Indonesia dan global mengalami penurunan tingkat ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan hanya mencapai 2,1 persen pada 2025, turun dari proyeksi sebelumnya 2,6 persen, didorong oleh ketegangan perdagangan, kenaikan suku bunga global, dan meningkatnya biaya adaptasi terhadap perubahan iklim. Namun, Indonesia tetap mengalami tren stabilitas ekonomi di tengah guncangan tersebut; walaupun hanya sedikit. BPS mencatat bahwa Perekonomian Indonesia pada triwulan I-2025 mengalami pertumbuhan sebesar 4,87 persen (y-on-y). Meskipun lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 5,11 persen pada periode yang sama tahun sebelumnya; dengan demikian tren pertumbuhan tetap terjaga. Selain dampak ekonomi global, tentu saja badai Covid-19 juga menjadi faktor pemicu utamanya.

UMKM anti krisis

Tentu saja, dana stimulus untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi pintu masuk agar supaya masa kejayaan sebelum Krisis 1998 kembali terulang. Berdasarkan arsip Kompas, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebelum terjadi krisis moneter 1998 tercatat mencapai 4,7 persen pada 1997, turun jauh di bawah target yang sebesar 7,1 persen. Artinya bahwa, kans untuk comeback menjadi 6% ke atas masih bisa dilakukan oleh bangsa Indonesia. Potensi tetap masih ada selama manusianya mampu meningkatkan dan mensejajarkan nilai pedagog bukan malah menjadi demagog. Kini, krisis pembangunan jiwa masyarakat Indonesia juga tercoreng oleh gegap gempita politik. Nyaris di setiap daerah---dalam hal ini rakyat-- menjadi masyarakat demagog yang hanya omon-omon, namun minus prestasi dan realisasi; hanya janji. Tidak salah bahwa W.R. Soepratman membuat lirik lagu kebangsaan " Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya untuk Indonesia raya".

Investasi SDM ini akan menjadi faktor utama dalam kerangka target realisasi pertumbuhan ekonomi di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran. Realistis capaian pertumbuhan ekonomi pada 2027 di level 7,50%, pada 2028 sebesar 7,70%, dan pada 2029 mencapai 8% disinyalir akan mampu dicapai asalkan program 200 triliun bisa diserap oleh UMKM. Oleh karenanya, program prioritas yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Joerge Sa, et, al., 2024 dalam How important are human resources in economic growth? Dalam ulasannya telah ditemukan bahwa relatifitas antara pertumbuhan dan pemasukan ekonomi di sebuah negara ditentukan oleh 3 faktor yaitu; etika, produktifitas, dan kepekaan ekonomi dan sosial dalam bekerja. Jikalau ingin menggarap ketiganya, pemerintah perlu memeras tenaga lebih intens karena jumlah angkatan kerja setiap tahun terus mengalami kenaikan, namun minus serapannya.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran di Indonesia per Februari 2025 mencapai 7,28 juta orang. Angka ini meningkat 83.450 orang atau 1,11 persen dibandingkan Februari 2024. Dengan demikian, total angkatan kerja pada Februari 2025 tercatat sebanyak 153,05 juta orang. Sebanyak 7,28 juta orang atau 4,76 persen dari total angkatan kerja pada Februari 2025 merupakan pengangguran. Tentu saja, fenomena entrepreneur perlu kembali digaungkan mengingat tidak selamanya industri mengandalkan tenaga manusia karena iming-iming teknologi; apalagi zamannya 5.0 industries. Maka, UMKM lah yang layak menjadi salah satu senjata andalan ekonomi Indonesia dari masa ke masa.

Tulus Tambunan (2021) dalam  Micro, small and medium enterprises in times of crisis: Evidence from Indonesia telah memberikan insight by riset terhadap peran UMKM yang telah ikut andil dalam misi penyelamatan ekonomi negara. Tahun 1998 waktu krisis Asia, tahun 2008 ketika krisis global, dan 2019 krisis dikarenakan Covid-19. UMKM terbukti memberikan kontribusi atas digdayanya ekonomi domestik. Bahkan pada krisis 1998 UMKM sama sekali tidak terimbas krisis moneter kala itu. Sekretaris Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Raden Pardede memberikan ilustrasi digdayanya UMKM karena waktu itu tidak dilarang untuk bekerja, tidak dilarang untuk berbisnis, tidak ada kegiatan work from home. Berbeda halnya pada krisis ekonomi dikarenakan Covid-19 yang mewajibkan physical distancing sehingga ruang gerak UMKM sangat terbatas. Namun, stimulan dari pemerintah telah memberikan dampak signifikan untuk dapat menghidupkan sektor tulang punggung ini dengan masif. Pandemi Covid-19 telah memberikan dampak buruk terhadap UMKM. Sesuai rilis Katadata Insight Center (KIC), mayoritas UMKM (82,9%) merasakan dampak negatif dari pandemi ini dan hanya sebagian kecil (5,9%) yang mengalami pertumbuhan positif.

200 Triliun ramah UMKM dan Bunga Bank

Hasil survei dari beberapa lembaga (BPS, Bappenas, dan World Bank) menunjukkan bahwa pandemi telah menyebabkan banyak UMKM kesulitan melunasi pinjaman serta membayar tagihan listrik, gas, dan gaji karyawan sehingga sebagian besar memilih untuk merumahkan karyawannya. Problematika lainnya yang cukup mengganggu UMKM antara lain sulitnya memperoleh bahan baku, permodalan, pelanggan menurun, distribusi dan produksi terhambat. Maka, Pemerintah berupaya menyediakan sejumlah stimulus melalui kebijakan restrukturisasi pinjaman, tambahan bantuan modal, keringanan pembayaran tagihan listrik, dan dukungan pembiayaan lainnya. Begitu juga tahun 2008 yang membuat pemerintah rela memberikan paket kebijakannya kepada UMKM. Lalu, bagaimana manuver pemerintah dalam memajukan laju perkembangan UMKM melalui dana 200 Triliun ini?

Fokus pemerintah di tahun 2025 terhadap pemberdayaan UMKM diantaranya tertuju pada SDM, kualitas produk, dan akses pembiayaan dan integrasi. Ketiganya harus digarap dengan serius jika ingin mendapatkan hasil kenaikan PDB dan ekonomi surplus. Poin yang terakhir perlu diperhatikan oleh pemerintah dalam memaksimalkan dana 200 triliun terahadap akses pembiayaan dan integrasi. UMKM tidak hanya perlu diberikan akses selebar-lebarnya saja, akan tetapi harus memperhatikan akar rumput potensi dan proyeksi pengembaliannya. Dalam aspek pengambalian, produk penyaluran berbasis KUR ataupun Non-KUR perlu diberikan kelonggaran tingkat Bunga. Pasalnya, KUR saja yang notabene mempunyai skema pembiayaan minim plafon 10.000.000-an sudah pada angka 1-3 %; itu saja skema pembiayaan ramah UMKM yang paling murah. Jelas saja, prediksi penyaluran oleh Himbara penerima 200 triliun tidak akan memberikan skema Bunga minim layaknya KUR. Himbara diprediksi akan melakukan skema penyaluran mix. 

Saran, bunganya kecil dan ada insentif juga dari pemerintah. Pemerintah bisa saja memberikan paket stimulan untuk sektor riil asalkan juga ditopang paket kebijakan lainnya yang to the point kepada UMKM. Jangan hanya melalui skema parsial seperti Makan Bergizi Gratis yang relatif jangkauannya melalui badan tertentu lalu digulirkan melalui belanja bahan. UMKM juga ingin paket komplit dalam menjalankan usahanya melalui satu pintu saja; Dari pemerintah langsung ke UMKM.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun