Media sosial telah mengubah cara orang-orang menerima informasi, memungkinkan orang-orang untuk terhubung dengan berbagai sumber dan sudut pandang di seluruh dunia. Namun, ada fenomena yang muncul, yaitu "filter bubble" dan "echo chamber," yang secara signifikan mempengaruhi cara orang-orang memproses konten dan membentuk pandangannya. Filter bubble adalah algoritma yang menyaring informasi yang ditampilkan berdasarkan preferensi dan perilaku pengguna, sedangkan echo chamber adalah situasi di mana seseorang hanya berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki pandangan serupa, memperkuat keyakinan mereka tanpa paparan terhadap sudut pandang yang beragam.
   Filter bubble, pertama kali dicetuskan oleh Eli Pariser, yang dimana filter bubble adalah kondisi di mana algoritma media sosial menampilkan konten yang sesuai dengan preferensi dan riwayat interaksi pengguna. Pariser dalam bukunya "The Filter Bubble: What the Internet Is Hiding from You" menjelaskan bahwa meskipun algoritma ini bertujuan untuk meningkatkan pengalaman pengguna dengan menampilkan konten yang relevan, ia juga menciptakan lingkungan di mana pengguna hanya terpapar pada informasi yang mendukung pandangan mereka. Hal ini mengakibatkan pengguna kehilangan kesempatan untuk melihat sudut pandang yang berbeda atau bertentangan (Pariser 15). Fenomena ini disebut sebagai filter bubble karena pengguna terjebak dalam gelembung informasi yang disesuaikan dengan preferensi mereka. Â
   Echo chamber, di sisi lain, terjadi ketika seseorang hanya berinteraksi dengan orangorang yang memiliki pandangan serupa. Cass R. Sunstein dalam bukunya "#Republic: Divided Democracy in the Age of Social Media" menjelaskan bahwa echo chamber memperkuat keyakinan seseorang dan mengurangi paparan terhadap sudut pandang yang berbeda. Hal ini berkontribusi terhadap polarisasi sosial dan politik, karena kurangnya interaksi dengan sudut pandang yang beragam mengakibatkan pemahaman yang sempit dan cenderung ekstrem (Sunstein 42). Echo chamber di media sosial memperkuat bias kognitif pengguna dan membuat mereka kurang terbuka terhadap informasi baru atau berbeda.Â
   Dampak dari filter bubble dan echo chamber terhadap perilaku pengguna media sosial dalam memproses konten sangat signifikan. Pertama, fenomena ini memperkuat polarisasi pandangan di kalangan pengguna. Penelitian yang dilakukan oleh Bakshy, Messing, dan Adamic menunjukkan bahwa filter bubble di Facebook memperkuat polarisasi politik di Amerika Serikat. Pengguna cenderung lebih sering berinteraksi dengan konten yang sesuai dengan pilihan politik mereka dan mengabaikan atau menghindari konten yang bertentangan. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kelompok-kelompok yang memiliki pandangan seragam dan kurangnya diskusi antara kelompok dengan pandangan berbeda (Bakshy dkk. 1131).Â
   Selain itu, filter bubble dan echo chamber juga membatasi akses pengguna terhadap informasi yang beragam. Penelitian oleh Flaxman, Goel, dan Rao menganalisis data dari berbagai platform media sosial untuk melihat bagaimana filter bubble mempengaruhi konsumsi berita. Hasilnya menunjukkan bahwa pengguna yang hanya mengandalkan media sosial sebagai sumber berita cenderung memiliki paparan yang lebih terbatas terhadap sudut pandang yang beragam dibandingkan dengan pengguna yang mengakses berita dari berbagai sumber (Flaxman dkk. 300). Akibatnya, pengguna media sosial sering kali mendapatkan informasi yang kurang lengkap dan seimbang.
   Dampak lain dari filter bubble dan echo chamber adalah pengaruhnya terhadap keputusan dan opini pengguna. Ketika pengguna terus-menerus terpapar pada informasi yang sama, pandangan dan opini mereka cenderung lebih sulit untuk diubah. Garrett dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa echo chamber memperkuat keyakinan yang sudah ada dan mengurangi kemungkinan pengguna untuk berubah pandangan meskipun ada bukti yang bertentangan. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi dalam echo chamber dapat mengurangi keterbukaan seseorang terhadap informasi baru atau berbeda (Garrett 268). Dengan demikian, pengguna media sosial cenderung memiliki opini yang lebih kaku dan kurang fleksibel.
   Untuk mengatasi dampak negatif dari filter bubble dan echo chamber, berbagai pihak, termasuk pengguna, platform media sosial, dan pembuat kebijakan. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah meningkatkan kesadaran pengguna tentang adanya fenomena ini dan dampaknya. Pendidikan literasi digital dapat membantu pengguna lebih kritis dalam memproses konten dan mendorong mereka untuk mencari informasi dari berbagai sumber. Dengan begitu, pengguna dapat lebih terbuka terhadap sudut pandang yang berbeda dan tidak terjebak dalam filter bubble atau echo chamber.
   Selain itu, platform media sosial perlu meningkatkan keterbukaan dalam penggunaan algoritma dan memastikan bahwa konten yang ditampilkan tidak hanya berdasarkan preferensi pengguna tetapi juga memperhitungkan keberagaman informasi. Algoritma yang lebih terbuka dan imbang dapat membantu mengurangi efek filter bubble dan memastikan bahwa pengguna mendapatkan informasi yang lebih luas dan beragam. Penelitian oleh Flaxman dkk menunjukkan bahwa paparan terhadap sudut pandang yang beragam dapat membantu mengurangi polarisasi dan memperkaya pemahaman pengguna terhadap isu-isu yang kompleks (Flaxman dkk. 302).Â
   Pembuat kebijakan juga berperan penting dalam mendorong keberagaman informasi dengan mengatur platform media sosial untuk menyediakan akses yang lebih adil dan merata terhadap berbagai sumber informasi. Kebijakan yang mendukung keterbukaan algoritma dan keberagaman konten dapat membantu mengurangi dampak negatif dari filter bubble dan echo chamber. Selain itu, mendorong diskusi antar kelompok dengan menciptakan ruang diskusi yang aman dan menyeluruh di media sosial juga dapat membantu mengurangi polarisasi dan meningkatkan pemahaman antar kelompok.
   Pentingnya literasi digital dan keterbukaan terhadap susdut pandang yang beragam juga ditekankan oleh Pariser, yang menyatakan bahwa pengguna perlu diberdayakan dengan pengetahuan tentang adanya filter bubble dan echo chamber serta dampaknya. Pendidikan literasi digital dapat membantu pengguna lebih kritis dalam memproses konten dan mendorong mereka untuk mencari informasi dari berbagai sumber (Pariser 20). Dengan demikian, pengguna dapat lebih terbuka terhadap sudut pandang yang berbeda dan tidak terjebak dalam filter bubble atau echo chamber.Â
   Penelitian oleh Bakshy dkk juga menunjukkan bahwa interaksi dengan konten yang beragam dapat membantu mengurangi polarisasi. Pengguna yang terpapar pada sudut pandang yang berbeda cenderung memiliki pemahaman yang lebih luas dan seimbang terhadap isu-isu yang kompleks. Hal ini menunjukkan pentingnya keberagaman informasi dalam mengatasi dampak negatif dari filter bubble dan echo chamber (Bakshy dkk. 1134).Â