Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Peleburan yang Mulus

1 September 2018   23:09 Diperbarui: 1 September 2018   23:43 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menciptakan sebuah gereja yang menggerakkan jemaat dapat diibaratkan seperti sebuah perjalanan yang panjang, menantang, dan (seringkali) melelahkan. Semua diawali dengan satu hal: peleburan (assimilation) ke dalam sebuah gereja lokal.

Berbagai riset lapangan mengungkapkan sebuah fakta yang menyedihkan: pengunjung baru di banyak gereja tidak mengulang kunjungannya lagi. Ini biasanya disebut fenomena "pintu belakang' (orang datang tetapi pergi lagi). Beberapa yang sempat bertahan sebentar juga akhirnya menghilang.

Apa yang terjadi dengan mereka? Ada beragam kemungkinan alasan. Salah satu yang tidak bisa dikesampingkan adalah proses peleburan yang belum terjadi secara maksimal.

Memahami peleburan

Secara sederhana istilah peleburan dapat dipahami sebagai sebuah proses yang dilakukan oleh sebuah gereja lokal secara intensional dan strategis untuk membawa pendatang baru menjadi anggota yang melayani secara benar: melibatkan diri secara aktif dalam kehidupan berjemaat, melayani sesuai karunia, dan memiliki komitmen kuat terhadap visi gereja. Ada beberapa poin penting dalam definisi ini yang membutuhkan penjelasan lebih lanjut.                                      

Proses


Peleburan tidak terjadi dalam sekejap. Proses ini berlangsung sebelum dan sesudah keanggotaan, sehingga keanggotaan yang nanti direngkuh bukan sekadar secara administratif tetapi juga dibarengi dengan pengenalan, komitmen, dan keterlibatan dalam pelayanan.

Gereja lokal

Tanggung jawab dalam proses peleburan tidak terletak pada para pendatang, melainkan pada para rohaniwan dan jemaat lain yang sudah meleburkan diri. Tugas ini bukan ditanggung oleh komisi tertentu atau beberapa orang tertentu. Ini tentang apa yang dilakukan oleh gereja secara bersama-sama.

Intensional

Peleburan tidak terjadi secara otomatis. Tidak cukup hanya berdoa. Tanpa upaya yang disengaja, proses peleburan sangat sulit untuk diwujudkan seperti yang diharapkan.

Strategis

Banyak gereja sangat bergairah dalam menjangkau dan melibatkan orang-orang baru. Sayangnya, semua ini dilakukan tanpa pertimbangan dan persiapan yang matang. Banyak jenjang dalam proses peleburan dilompati begitu saja, sehingga orang-orang baru tersebut menjadi aktivis yang kurang berakar ke dalam gereja lokal. Proses peleburan perlu dilakukan secara komprehensif (mempertimbangkan semua aspek yang terkait), progresif (melibatkan tahapan yang bertingkat), dan efektif (menggunakan cara-cara tertentu yang tepat). Peleburan bukan proses yang asal berjalan.

Menjadi anggota yang melayani dengan benar

Ini adalah tujuan yang ingin diraih dalam proses peleburan. Sebagai sebuah persekutuan (bukan hanya perkumpulan), gereja tidak hanya menyediakan tempat, acara, dan program sebagai ajang berkumpul. Semua itu hanyalah sarana untuk meraih tujuan yang lebih besar: keterlibatan jemaat dalam pelayanan. Pelayanan ini ditandai dengan tiga hal: keaktifan (melibatkan diri secara aktif dalam kehidupan berjemaat), kesesuaian (melayani sesuai karunia dan panggilan Allah), dan komitmen (loyalitas terhadap visi gereja).

Satu hal yang tidak boleh dilupakan: peleburan tidak terbatas pada program. Ini bukan tentang sebuah aktivitas. Peleburan mencakup keseluruhan aspek gereja, baik itu visi, nilai-nilai, kultur, maupun berbagai aktivitas gerejawi (ibadah, program, pelayanan, dsb). Ibarat gerbong kereta api, setiap bagian harus selaras, terkait, dan menuju titik yang sama: setiap jemaat berakar kuat dan bertumbuh subur dalam sebuah gereja lokal. Inilah yang membedakan antara gereja yang terjebak pada program dengan gereja yang menggerakkan jemaat.

Pondasi Alkitabiah

Peleburan tidak terpisahkan dari keanggotaan. Namun, hal ini bukan sekadar keanggotaan yang biasa. Keanggotaan di sini adalah persekutuan yang diwarnai dengan keterlibatan yang berkomitmen antar sesama anggota. Keanggotaan seperti inilah yang diajarkan oleh Alkitab.

Pola kepemimpinan gereja dalam Alkitab menyiratkan sebuah komunitas yang terbatas

Para penatua dipilih untuk kebutuhan khusus di suatu jemaat (Kis. 14:23) atau kota (Tit. 1:5). Pengertian "kota" di sini pun jauh lebih kecil daripada kota-kota sekarang. Satu kepemimpinan kolektif dalam kepenatuaan masih memadai untuk menilik semua orang Kristen di satu kota.

Beberapa teks bahkan secara eksplisit memberi petunjuk bahwa para penatua diberi tugas penggembalaan yang terbatas. Ada komunitas tertentu yang di atasnya mereka harus mengawasi. Masing-masing dipercayakan kawanan domba tertentu (Kis. 20:28, lit. "seluruh kawanan, yang di dalamnya Roh Kudus sudah menjadikan kalian sebagai penilik jemaat"; 1Pet. 5:3 "mereka yang dipercayakan kepadamu").

Pola disiplin gereja di dalam Alkitab menyiratkan sebuah komunitas yang terbatas

Tuhan Yesus mengajarkan bahwa prosedur disiplin gereja adalah sebagai berikut: peneguran empat mata, pemanggilan saksi-saksi, dan pemberitahuan kepada jemaat (Mat. 18:15-17). Istilah "jemaat" di sini pasti bukan semua gereja tanpa batasan tempat. Ini merujuk pada gereja lokal di mana orang yang bersalah biasanya beribadah.

Hukuman yang diambil dalam disiplin gerejawi juga mengukuhkan hal ini (1Kor. 5:1-13). Pengucilan terhadap jemaat yang didisiplin (ayat 4-5, 12-13) pasti sukar untuk dipraktikkan apabila tidak ada komunitas yang terbatas. Jika seseorang tidak termasuk dalam sebuah komunitas, bagaimana pemimpin dan seluruh jemaat di tempat itu berhak "mengeluarkan" orang itu?

Pola relasi antar jemaat dalam Alkitab menuntut sebuah komunitas yang terbatas

Gereja adalah tubuh Kristus (1Kor. 12:12-31; Ef. 4:7-16; Kol. 3:15). Masing-masing anggota saling terkait dan membutuhkan demi pertumbuhan bersama. Masing-masing jemaat menggunakan talenta mereka untuk kepentingan bersama (1Kor. 12:7-11). Dalam pertemuan-pertemuan ibadah, mereka saling memperhatikan, mendorong, dan menasihati (Ibr. 10:24-25).

Relasi seperti di atas tidak mungkin terbentuk apabila jemaat tidak saling mengenal. Siapa yang berani menasihati orang asing? Siapa yang gegabah mendorong dan menasihati orang lain tanpa mengetahui persoalan yang dihadapi orang itu? Siapa yang bisa mengalami keintiman seperti tubuh kecuali setiap anggota menempel pada tubuh yang sama? Bagaimana seseorang dapat mengetahui posisinya yang spesifik dalam sebuah tubuh Kristus (entah sebagai kaki, tangan, telinga, dsb) kecuali dia mengenal dengan baik komunitas yang ada?

Pandangan populer

Upaya menegakkan keanggotaan gereja seringkali sukar dilakukan. Semangat dunia tampaknya bertabrakan dengan kebenaran firman Tuhan. Banyak gereja terpaksa mengikuti pandangan populer yang ada.

Paling tidak, ada tiga kendala bagi proses peleburan yang benar. Pertama, semangat zaman yang anti komitmen. Semangat dunia yang mengagungkan otonomi dan individualitas menyebabkan banyak orang tidak mau berkomitmen pada sesuatu. Misalnya, banyak orang menikmati relasi lawan jenis tanpa ikatan komitmen yang serius.

Celakanya, hal yang sama juga menimpa gereja. Sebagian jemaat sengaja menghindari komitmen supaya tidak merepotkan diri sendiri. Sebuah kekuatan asing yang merusak tampaknya sedang merangsek ke dalam gereja. Diperlukan kewaspadaan dan kesigapan untuk menghadapinya (Rm. 12:2; 1Kor. 15:33).

Kedua, kekristenan yang naif teologi. Gejala anti-denominasi merebak di beberapa kalangan. Banyak orang menginginkan gereja yang tanpa tembok. Oikumene menjadi kata kunci yang terkesan sangat rohani. Semua pandangan diterima. Ini adalah naif. Ini lahir dari ketidaktahuan dan ketidakkonsistenan. Hampir semua komunitas oikumene akhirnya terjebak pada warna teologi atau corak ibadah tertentu. Tidak ada yang benar-benar netral.

Gereja yang tidak mengenal batasan adalah gereja secara universal, di mana Kristus sebagai Kepala Gereja (Ef. 1:22; Kol. 1:18). Siapa saja yang berseru kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan termasuk ke dalam anggotanya (1Kor. 1:2).

Dalam hikmat dan kedaulatan-Nya, Allah telah menetapkan dan mengatur bahwa perubahan dan pertumbuhan rohani merupakan sebuah proyek komunitas. Orang-orang Kristen tidak dapat bertumbuh dengan efektif dalam kesendirian. Mereka perlu saling mengalami satu dengan yang lain.

Ketiga, keanggotaan gereja yang administratif dan kultural. Di banyak gereja keanggotaan lebih dipahami secara administratif (sebatas dokumen) dan kultural (sebatas tradisi dan status sosial). Ini berseberangan dengan situasi gereja mula-mula. Keanggotaan mereka dibuktikan dengan komitmen dan disiplin diri untuk bersekutu di waktu-waktu tertentu dan saling berbagi apa yang mereka miliki (Kis. 2:41-47; 4:32-37). Persekutuan mereka bersifat praktis (persekutuan, doa, makan bersama, berbagi harta), tetapi juga teologis (pengajaran para rasul).

Proses peleburan

Banyak alasan mengapa seseorang mengikatkan diri dengan suatu gereja lokal tertentu. Yang paling tepat dan sehat adalah yang diperoleh dari hasil peleburan. Langkah-langkah apa saja yang dibutuhkan dalam proses peleburan?

Penyambutan yang memberi kesan perhatian dan penerimaan

Berbagai riset di lapangan mengungkapkan bahwa kesan pertama terhadap penyambutan di suatu gereja sangat memengaruhi keputusan mereka untuk bergabung dengan gereja tersebut atau tidak. Sepuluh menit pertama di kunjungan pertama sejak menginjakkan kaki di area gereja ternyata sangat berpengaruh bagi keputusan para pengunjung.

Gereja tidak boleh memosisikan pengunjung sebagai orang asing (1Kor. 14:11, 23) atau orang yang tidak dihargai (Yak. 2:2-3). Kesan tidak ramah bisa tertangkap melalui banyak cara, misalnya penyambutan jemaat yang keliru, petunjuk ruangan yang tidak jelas, keterbatasan tempat untuk berbagai kebutuhan jemaat (ibu yang menyusui, penyandang disabilitas, dsb), tempat yang kurang bersih dan kurang teratur, ibadah yang terlalu kaku dan formal, dan relasi antar jemaat yang dingin atau eksklusif.

Pengumpulan informasi yang memadai

Pengumpulan informasi dapat dilakukan melalui berbagai cara, baik secara lisan (melalui perbincangan) maupun tertulis (melalui pengisian lembaran tertentu). Untuk tahap awal, informasi yang dikumpulkan sebaiknya tidak terlalu banyak dan jangan berkaitan dengan hal-hal yang sensitif maupun pribadi bagi orang lain.

Ketersediaan informasi berguna dalam banyak hal. Misalnya, memberikan sapaan hangat sambil menyebutkan nama atau mengembangkan topik pembicaraan yang relevan, sesuai dengan keadaan orang tersebut.

Tindakan lanjut yang cepat dan tepat

Sebagian besar pendatang baru yang pada akhirnya meleburkan diri ke suatu gereja lokal umumnya menerima telepon dari pihak gereja setidaknya 72 jam sesudah kedatangan mereka yang pertama di ibadah. Berikut ini adalah manfaat yang diperoleh dari tindakan lanjut:

  1. Pendatang baru memiliki pandangan yang positif tentang gereja.
  2. Gereja mendapatkan masukan yang berharga dari perspektif "orang luar" untuk pengembangan ke depan.
  3. Gereja dapat mencarikan solusi bagi persoalan yang mungkin menghalangi pengunjung untuk datang kembali (misalnya transportasi, suara musik yang terlalu keras, dsb).
  4. Mereka yang merasa sudah cocok dengan suasana ibadah dan atmosfer persekutuan di gereja dapat dibantu untuk lebih cepat memasuki proses peleburan berikutnya.
  5. Mereka yang merasa sudah mengalami pertumbuhan rohani yang baik selama durasi tertentu (minimal 6 bulan sejak kedatangan pertama) dapat didorong untuk menggumulkan pelayanan dan keanggotaan.

Persiapan keanggotaan

Masing-masing gereja menerapkan syarat dan prosedur keanggotaan yang berbeda-beda. Berikut ini adalah beberapa persyaratan keanggotaan yang umum diberlakukan di banyak gereja:

Bertobat

Pertobatan adalah persyaratan keanggotaan dalam gereja universal (1Kor. 1:2; Rm. 10:9-10). Pertobatan mengandung dua sisi: meninggalkan semua dosa dan memercayakan diri pada Yesus Kristus sebagai Juruselamat dan Tuhan.

Jika seseorang belum diterima dalam gereja universal, gereja lokal juga tidak berhak memberikan keanggotaan kepada orang tersebut. Wewenang gereja lokal hanyalah mengakui atau meneguhkan keanggotaan seseorang ke dalam gereja universal. Bukti yang diperlukan bisa berupa transformasi hidup yang nyata, kesaksian pertobatan yang jelas, atau surat sidi/baptisan dewasa.

Beribadah secara teratur

Kebaktian bersama merupakan perintah Allah (Mzm. 2:11; 100:2; Ibr. 10:25). Ini merupakan salah satu wadah yang efektif dan efisien dalam menunaikan panca tugas gereja: ibadah (leitourgia), pemberitaan kebenaran (kerygma/didaskalia), pelayanan (diakonia), persekutuan (koinonia), dan kesaksian (martyria). Dengan beribadah bersama, masing-masing orang turut berperan dalam pelaksanaan salah satu atau beberapa tugas penting ini. Dalam ibadah bersama, jemaat diperhatikan, dinasihati, ditegur, dan dikuatkan (Kol. 3:16; Ibr. 10:24-25). Mereka perlu bertekun dalam pengajaran rasuli (Kis. 2:42) dan berbagai kehidupan dengan yang lain (Kis. 2:43-47).

Berdoa syafaat setiap hari

Perhatian dan komitmen terhadap gereja lokal tidak hanya diwujudkan pada saat ibadah bersama. Kecintaan sejati melampaui batasan liturgi. Salah satunya adalah kehidupan doa secara pribadi. Seorang yang mencintai dan merasa memiliki suatu gereja lokal pasti mengingat dan mengharapkan yang baik bagi gereja itu.

Salah satu bentuk ingatan dan harapan ini adalah doa syafaat. Kepada jemaat di Roma yang belum pernah ia temui secara langsung, Paulus mengungkapkan kasihnya dengan cara sellau mengingat dan mendoakan mereka (Rm. 1:9). Sikap yang sama ia tunjukkan kepada jemaat Filipi (Flp. 1:3-4).

Memberikan persembahan materi

Persembahan yang dibicarakan bukan sebatas kolekte yang dilakukan dalam ibadah bersama. Kolekte seringkali belum dapat dijadikan ukuran seberapa besar seseorang berkomitmen terhadap gereja lokal. Persembahan yang dimaksud adalah persepuluhan (Kej. 28:22; Im. 27:30; Mat. 23:23), korban syukur (Im. 7:12-15), dan persembahan khusus untuk keperluan tertentu (1Taw. 29:1-9). Kalau umat Allah di masa Perjanjian Lama saja dituntut memberikan sepersepuluh dari penghasilan mereka (Im. 27:30; Mal. 3:10; Mat. 23:23), orang-orang Kristen yang berada dalam masa perjanjian yang lebih hebat (2Kor. 3:1-8) seharusnya memberiken lebih banyak.

Dalam segala hal semua orang percaya perlu membiasakan diri memuliakan Allah melalui harta mereka (Ams. 3:9). Persembahan ini harus dilakukan dengan kemurahhatian (1Taw. 29:14), ketulusan (Mat. 6:2), kasih (1Kor. 13:3), kerelaan dan sukacita (2Kor. 9:7), serta persiapan (1Kor. 16:1-2).

Mengikuti pembinaan doktrin dan pengenalan gereja

Masing-masing gereja memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Ini merupakan bagian penting dari jati diri suatu gereja lokal. Tanpa memahami dan mengadopsi semua ini, seseorang hanya akan menempel, tetapi tidak melebur. Tatkala persoalan dan gesekan akibat dari perbedaan-perbedaan ini mulai muncul, orang itu dengan mudah akan melepaskan diri. Kelas pembinaan doktrin dan pengenalan gereja merupakan strategi jitu untuk menghindari bahaya di atas. Sangat penting bagi setiap anggota untuk mengenali keunikan teologi (ajaran yang dipegang dan ditekankan), sejarah denominasi (asal-usul gereja), sistem pemerintahan (bagaimana keputusan diambil), tradisi (peristiwa atau latar belakang khusus yang turut membentuk gereja seperti sekarang), dan visi (target konkret gereja ke depan).

Menandatangani komitmen keanggotaan

Alkitab mencatat begitu banyak jenis komitmen. Ada yang berupa kesepakatan dalam sebuah perjanjian. Ada yang berbentuk sumpah. Walaupun tujuan dari komitmen ini berlainan, namun semuanya memiliki salah satu elemen yang seragam, yaitu peneguhan melalui tindakan tertentu.

Alkitab menyediakan beberapa contoh tentang perwujudan simbolis sebuah komitmen. Ada yang mendirikan tugu atau batu sebagai peringatan (Kej. 31:47-48). Ada yang meletakkan tangan di pangkal paha (Kej. 24:2-3). Ada pula yang memberikan barang-barang tertentu sebagai bukti (1Sam. 18:3-4). Intinya, sebuah komitmen perlu diteguhkan.

Dalam kaitan dengan keanggotaan gereja, salah satu bentuk peneguhan itu adalah penandatanganan komitmen untuk menjadi anggota yang bersungguh-sungguh mengikatkan diri dan berjuang demi Kerajaan Allah melalui gereja setempat. Sepuluh persyaratan yang diterangkan di bagian ini dapat dimasukkan sebagai poin-poin kesepakatan. Beberapa hal lain dapat ditambahkan, misalnya ketundukan pada pemimpin, dsb.

Mengikuti sakramen perjamuan kudus

Sesuai dengan ucapan Tuhan Yesus di perjamuan terakhir, sakramen perjamuan kudus merupakan peringatan terhadap perjanjian yang baru melalui korban Kristus di atas kayu salib (Luk. 22:20; 1Kor. 11:25). Gereja adalah umat perjanjian, yang dipersatukan dengan Allah maupun sesama orang percaya melalui karya penebusan Kristus. Jika sakramen merupakan salah satu wujud kesatuan umat perjanjian, sudah sewajarnya apabila umat perjanjian di gereja lokal tertentu mengungkapkan hal tersebut secara bersama-sama melalui sakramen perjamuan kudus.

Di sebagian gereja, perjamuan kudus hanya diperuntukkan bagi mereka yang sudah mengambil komitmen sebagai anggota. Apabila jemaat lain yang belum menjadi anggota ingin mengikuti sakramen, mereka diharuskan mengisi formulir tertentu. Sesudah sakramen, pihak gereja akan menginfokan hal tersebut kepada pemimpin gereja di mana orang tersebut menjadi anggota. Sebagian gereja mempraktikkan sebuah kebiasaan yang baik dalam hal persiapan sakramen. Mereka mewajibkan jemaat untuk hadir dalam ibadah persiapan, beberapa hari menjelang perjamuan kudus dilakukan. Semua ini bermanfaat untuk meningkatkan kerekatan dan keterikatan sebagai umat perjanjian.

Melibatkan diri dalam pelayanan

Setiap orang pasti diberi minimal satu karunia rohani (1Kor. 12:7, 11; Ef. 4:16 "tiap-tiap anggota"). Setiap orang paling tidak menerima satu talenta (Mat. 25:14-15). Semua pemberian ini dimaksudkan untuk kepentingan bersama (1Kor. 12:11). Masing-masing melayani sesuai karunianya (Rm. 12:3-6). Masing-masing melayani dengan cara yang sesuai (Rm. 12:7-8). Konsep ini dapat diringkas sebagai berikut: diberi minimal satu, untuk semua, sesuai karunia dan cara.

Mengikuti rapat keanggotaan

Baik pada sistem pemerintahan kongregasional (keputusan di tangan seluruh jemaat) maupun presbiterian (keputusan di tangan para penatua), seluruh jemaat tetap perlu dilibatkan dalam pengambilan keputusan-keputusan yang penting. Walaupun tidak selalu bersifat menentukan, suara jemaat seringkali bermanfaat dalam menguji apakah sebuah keputusan besar memang berasal dari Tuhan.

Alkitab memberikan beberapa contoh tentang hal ini. Pemilihan dan pengutusan Yudas maupun Silas untuk menyertai Barnabas dan Paulus ke Antiokhia merupakan keputusan bersama para rasul, para penatua, dan seluruh jemaat (Kis. 15:22). Demikian pula keputusan untuk mengutus Barnabas dan Paulus memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa lain (Kis. 13:1-3). Salah satu cara jemaat dapat dilibatkan dalam pengambilan keputusan-keputusan penting adalah melalui rapat keanggotaan.

Menghindari hal-hal yang mencemarkan nama baik gereja

Keanggotaan gereja bukanlah barang yang murah maupun hadiah. Ini adalah pengakuan terhadap pertobatan, pertumbuhan rohani, dan komitmen seseorang. Gereja perlu memonitor perkembangan setiap anggota. Seandainya ada yang melakukan dosa yang sangat serius, tidak mau bertobat, berdampak besar bagi yang lain, dan merusak reputasi gereja di mata dunia, gereja harus mengambil tindakan tegas. Ini disebut dengan disiplin gereja (Mat. 18:15-20; 1Kor. 5:1-13).

Motivasi di baliknya adalah kasih. Keinginan untuk melihat orang lain bertambah dewasa di dalam Kristus. Disiplin yang keras tidak jarang menjadi sarana ilahi menuju pertobatan (1Kor. 5:5b "agar rohnya diselamatkan pada hari Tuhan"; 2Kor. 7:8-11 "dukacita menurut kehendak Allah"). Setiap jemaat perlu memahami dan menyetujui hal ini sebagai bagian dari komitmen mereka terhadap gereja.

Pertanyaan

  1. Apakah Anda merasa sudah melebur dalam sebuah gereja lokal? Jelaskan!
  2. Dari jangkauan nilai 0 sampai 100, berapa penilaian Anda terhadap keseriusan gereja Anda dalam menerapkan keanggotaan yang benar? Mengapa?
  3. Apakah kontribusi konkret yang Anda bisa lakukan untuk mempercepat proses peleburan diri sendiri maupun orang lain?

Bacaan penting:

  • Dr. Melvin Steinbron, The Lay Driven Church: How to Empower the People of Your Church to Share the Tasks of Ministry (Eugene: Wipf and Stock, 2004).
  • Sue Mallory, The Equipping Church: Serving Together to Transform Lives (Grand Rapids: Zondervan, 2001).
  • D. M. Lindsay, Friendship: Creating a Culture of Connectivity in Your Church. Gallup Research (Loveland: Group Publishing, et al. 2005).
  • Rick Warren, The Purpose Driven Church: Every Church Is Big in God's Eyes (Grand Rapids: Zondervan, 1995).
  • R. Paul Stevens & Phil Collins, The Equipping Pastor: A System Approach to Empowering the People of God (Washington: Alban Institute, 1993).
  • Robert K. Greenleaf, Servant Leadership: A Journey into the Nature of Legitimate Power and Greatness (Mahwah, NJ: Paulist, 2002).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun