Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Eksposisi 1 Korintus 12:7-11 (Bagian 1)

10 April 2018   06:10 Diperbarui: 31 Juli 2018   03:27 1465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melanjutkan eksposisi sebelumnya, hari ini kita sampai pada 1 Korintus 12:7-11. Sekarang kita tidak mungkin membahas perikop ini secara tuntas. Untuk memudahkan pemahaman, hari ini kita hanya akan belajar beberapa poin penting berkaitan dengan karunia-karunia rohani yang disebutkan Paulus di ayat 7-11. Pertemuan berikutnya akan menjelaskan arti dari masing-masing karunia tersebut. Hal-hal apa saja yang perlu kita pahami sehubungan dengan karunia-karunia rohani?

Pertama, keberadaan karunia-karunia tersebut mencerminkan keberadaan Allah Tritunggal. Sebagaimana sudah dikupas dalam artikel sebelumnya, ayat 4-6 menggambarkan bagaimana tiga Pribadi dalam Tritunggal terlibat dalam pemberian karunia, pelayanan, dan pekerjaan ajaib. Tiga hal ini – karunia, pelayanan, dan pekerjaan ajaib – bukanlah tiga hal yang berbeda dan saling terpisah. Perbedaan dan kesamaan dalam diri Tritunggal juga terlihat dari keberadaan karunia-karunia rohani. Walaupun tiap-tiap orang percaya diberi karunia tertentu yang spesifik dan berbeda dari orang lain (ayat 7, 11), tujuan dari pemberian itu adalah satu: kepentingan semua jemaat (ayat 7). Walaupun ada beragam karunia (kejamakan), tetapi semua bersumber dari Roh yang satu dan yang sama (ketunggalan, ayat 11). Penggunaan frasa “yang satu dan yang sama” menyiratkan penekanan, karena “satu” sudah menyiratkan “sama”.

Demikian halnya dengan Allah Tritunggal: walaupun menyatakan diri dalam tiga Pribadi, tetapi tetap satu hakikat yang sama. Kita memercayai satu Allah (monoteisme) yang menyatakan diri dalam tiga Pribadi (Tritunggal). Kesatuan di dalam kekristenan tidak harus dipahami sebagai keseragaman. Perbedaan memang ada, namun semua itu tidak boleh meniadakan kesatuan yang lebih esensial.

Kedua, jenis karunia yang disebutkan di ayat 7-11 tidak mencakup seluruh karunia. Pada penutup bagian ini (12:28-30) Paulus menyebutkan kembali berbagai macam karunia, tetapi beberapa karunia ternyata tidak ada di ayat 7-11. Yang termasuk hal ini adalah karunia sebagai rasul, nabi, pengajar, karunia untuk melayani, dan untuk memimpin. Dalam daftar karunia di Roma 12:6-8 Paulus menyebutkan karunia untuk melayani, mengajar, membagi-bagikan sesuatu, memimpin, dan menunjukkan kemurahhatian.

Dari jenis dan urutan karunia yang disebutkan di 1 Korintus 12:7-11 juga bagaimana Paulus memaparkannya secara kontekstual. Maksudnya, urutan itu menyiratkan situasi riil yang dihadapi jemaat di Korintus. Hal ini terlihat dari cara peletakan hikmat dan pengetahuan di urutan awal (jemaat Korintus sangat menyukai pengetahuan dan hikmat, bdk. 1:5 dan frekuensi pemunculan kata “hikmat” di pasal 1-3) maupun bahasa roh dan penafsirannya di urutan terakhir (jemaat Korintus menganggap bahasa roh sebagai karunia yang paling spektakuler dan indikasi kerohanian).   

Poin ini sangat penting untuk diperhatikan. Beberapa orang menjadi kecewa dengan Tuhan karena merasa tidak dipercayakan satu karunia pun. Perlu diingat, tatkala kita tidak memiliki salah satu karunia yang disebutkan di ayat 7-11, hal itu tidak berarti bahwa kita tidak memiliki karunia apapun. Masih ada beragam karunia lain. Sebagian bahkan mungkin tidak kita sukai (karunia untuk membagi-bagikan sesuatu dan menunjukkan kemurahan).

Ketiga, keberadaan karunia rohani merupakan penyataan Roh Kudus (ayat 7). Penggunaan istilah “penyataan” (phanerosis) di sini bukan hanya sekadar menunjukkan kekayaan kosa kata Paulus. Ada maksud di balik kata “phanerosis”. Sayangnya, terjemahan LAI:TB “penyataan” masih belum menyiratkan asli yang sebenarnya. Kata “penyataan” bisa menimbulkan kesan bahwa apa yang dinyatakan sebelum tidak nyata (tidak ada). Kata “phanerosis” sebenarnya lebih merujuk pada pengungkapan apa yang sebelumnya tersembunyi. Jika terjemahan hurufiah ini dipertahankan, kita dapat menebak dengan lebih mudah apa maksud Paulus menggunakan kata ini. Sebagaimana iman kepada Yesus sebagai Tuhan membuktikan bahwa Roh Kudus telah bekerja di dalam diri orang percaya (ayat 3), demikian pula keberadaan karunia menunjukkan keberadaan dan pekerjaan Roh Kudus (ayat 7).

Kebenaran ini seringkali dilupakan oleh gereja-gereja modern. Karunia-karunia yang tampak ‘biasa’ (ayat 8-9a) memiliki bobot yang sama dengan yang terlihat dasyat (ayat 9b-10). Adalah memprihatinkan apabila kita hanya membatasi pekerjaan Roh Kudus pada karunia yang terlihat spektakuler, seperti bahasa roh, kesembuhan, dan mukjizat. Mungkin kita lupa bahwa semua karunia berasal dari Roh yang satu dan yang sama (ayat 11). Mungkin kita belum paham bahwa karunia apapun yang kita miliki tetap menunjukkan pekerjaan Roh Kudus dalam diri kita. Tidak ada satu karunia pun yang lebih hebat daripada karunia yang lain.

Keempat, setiap orang percaya pasti diberi karunia rohani. Sebelum dan sesudah memaparkan beragam karunia rohani, Paulus secara eksplisit memakai ungkapan “tiap-tiap orang” (ayat 7, 11). Di ayat 11 ia bahkan menambahkan kata “secara khusus”, yang dalam beberapa versi Inggris secara tepat diterjemahkan “to each one individually” (RSV/ESV “kepada tiap-tiap orang secara pribadi”). Walaupun beberapa penafsir masih ragu-ragu menandaskan hal ini, tetapi metafora “tubuh” di ayat 12-27 secara jelas menyiratkan bahwa “Allah telah memberikan kepada anggota, masing-masing secara khusus, suatu tempat pada tubuh, seperti yang dikehendaki-Nya” (ayat 18) dan bahwa “Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya” (ayat 27).

Penjelasan di atas seharusnya menjadi penghiburan bagi setiap orang Kristen. Setiap orang yang percaya pasti dipercayakan karunia rohani! Walaupun kata “talenta” memiliki konotasi yang lebih luas daripada “karunia roh”, namun prinsip dalam perumpamaan tentang talenta yang diajarkan Tuhan Yesus tetap relevan: setiap orang pasti diberi karunia. Apabila kita mendapati diri kita tidak memiliki satu karunia pun, itu mungkin disebabkan kekurangpekaan kita terhadap karunia yang Allah berikan atau ketidaktahuan kita tentang beragam karunia yang disediakan Allah. Kita mungkin hanya membatasi karunia roh pada hal-hal tertentu yang terlihat spektakuler. Jika ini yang terjadi, kita perlu berkonsultasi dengan hamba Tuhan atau orang Kristen yang lebih dewasa rohani, sehingga mereka dapat membimbing kita menemukan karunia roh dalam diri kita.

Kelima, karunia-karunia rohani dimaksudkan untuk kepentingan bersama (ayat 7). Dalam teks Yunani ungkapan “untuk kepentingan bersama” secara hurufiah berarti “membawa semua” atau “menjadi berguna (bagi semua)”. Versi Inggris yang lebih tradisional memilih “profit withal” (‘berguna untuk semua’, KJV/ASV), sedangkan yang lebih modern menggunakan “the common good” (‘kebaikan bersama’, RSV/NASB/NIV/ESV). Poin ini akan diuraikan Paulus secara lebih jelas di bagian selanjutnya pada saat ia memakai metafora tubuh Kristus di ayat 12-27.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun