Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Alkitab dan Alat Kontrasepsi

1 Maret 2018   08:39 Diperbarui: 2 Juli 2018   17:59 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di kalangan orang Kristen, penggunaan alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan sudah bukan hal yang baru lagi. Sebagian besar sudah memanfaatkan alat tersebut. Walaupun demikian, hanya sedikit yang sungguh-sungguh menggumulkan isu ini secara teologis. Apakah penggunaan alat kontrasepsi benar-benar tidak melanggar ajaran kekristenan?

Isu ini terbilang cukup kompleks. Perubahan sikap gereja - baik Protestan maupun Katolik - terhadap isu ini sejak paruh pertama abad ke-20 menyiratkan bahwa isu ini tidak semudah yang dipikirkan banyak orang. Dulu hampir semua gereja menolak pencegahan kehamilan, namun sekarang situasi tampaknya berbalik.

Kerumitan ini disebabkan oleh beragam faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum mencapai sebuah kesimpulan. Faktor pertama berkaitan dengan seks dan prokreasi (kelahiran). Apakah memisahkan seks dari prokreasi dapat dibenarkan? Faktor kedua berkaitan dengan konsep permulaan kehidupan dan jenis alat kontrasepsi yang digunakan. Apakah sebuah kehidupan dimulai pada saat sperma dan ovum bertemu (terjadi pembuahan) atau pada saat hasil pembuahan itu sudah menempel di rahim? Jawaban terhadap dua pertanyaan ini akan menentukan sikap seseorang terhadap isu penggunaan alat kontrasepsi.

Seks dan prokreasi

Alkitab sejak awal sudah mengajarkan secara eksplisit tentang keterkaitan antara seks dan prokreasi. Manusia diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan (Kejadian 1:27). Ayat selanjutnya langsung mengungkapkan perintah Allah kepada manusia untuk berkembang biak, bertambah banyak, memenuhi bumi, menaklukkan, dan menguasainya (Kejadian 1:28). Ayat ini bukan hanya sebuah perintah, melainkan sebuah berkat juga (ayat 28 “Allah memberkati mereka, dan berfirman kepada mereka”). Tidak terelakkan, seks dan prokreasi memang berhubungan erat.

Persoalannya, apakah seks selalu dikaitkan dengan prokreasi? Apakah aktivitas seksual yang tidak dimaksudkan untuk atau tidak berujung pada kehamilan merupakan dosa? Sebagian orang menganggap pencegahan kehamilan - tidak peduli jenis alat yang digunakan - merupakan sebuah dosa. Mereka meyakini bahwa seks dimaksudkan untuk rekreasi (kenikmatan) dan prokreasi (kehamilan). Menceraikan seks dari prokreasi adalah pelanggaran terhadap ajaran Alkitab.

Mereka yang berada di posisi ini mengajukan beberapa argumen (misalnya Taylor Marshall, The Catholic Perspective on Paul, 180-86). Pertama, pencegahan kehamilan dipandang sebagai tindakan yang melawan alam. Organ-organ seksual, baik alat kelamin maupun alat reproduksi, diciptakan untuk memungkinkan terjadinya kehamilan. Segala tindakan yang menghambat atau mencegah hal itu merupakan perlawanan terhadap alam.

Kedua, Alkitab secara konsisten menunjukkan bahwa anak-anak adalah berkat, bukan kutukan. Pemazmur melihat anak-anak sebagai milik pusaka Allah dan kebanggaan keluarga (Mazmur 127:3-5). Paulus bahkan memandang mulia tugas perempuan dalam melahirkan anak. Ia mengatakan: “Tetapi perempuan akan diselamatkan karena melahirkan anak, asal ia bertekun dalam iman dan kasih dan pengudusan dengan segala kesederhanaan” (1 Timotius 2:15).

Ketiga, pencegahan kehamilan dinilai bersalah oleh Alkitab. Salah satu contoh yang terkenal adalah Onan (Kejadian 38:6-10). Ia tidak mau memberikan keturunan kepada mantan isteri kakaknya. Setiap kali melakukan hubungan seksual, Onan cepat-cepat menarik alat kelaminnya sehingga spermanya tertumpah ke luar (coitus interruptus). Tuhan memandang tindakan ini sebagai dosa, lalu membunuh Onan.

Keempat, penggunaan alat kontrasepsi kuno dikecam oleh Alkitab. Salah satu perbuatan daging di Galatia 5:19-20 yang disebutkan Paulus adalah “sihir” (pharmakeia). Dari kata ini kita mendapatkan istilah modern “farmasi,” yang berhubungan dengan obat-obatan. Dosa pharmakeia ini dianggap sangat berhubungan erat dengan dosa seksual dan penyembahan berhala (lihat urutan pemunculan di Galatia 5:19-20). Maksudnya, para pelacur bakti di kuil-kuil berhala seringkali menyediakan seks bebas sebagai bagian dari ritual. Nah, untuk menghindari kehamilan, para perempuan tersebut menggunakan jasa para tukang sihir (tabib alternatif) yang menggunakan mantra atau benda-benda tertentu sebagai alat pencegahan kehamilan atau pengguguran kandungan. Dosa yang sama juga disinggung di Wahyu 9:21. Dosa ini juga dikaitkan dengan dosa seksual. Arti pharmakeia seperti ini juga diteguhkan dalam tulisan kuno, baik dari kalangan kekristenan maupun literatur umum.

Kelima, para pemimpin Kristen di abad permulaan menentang penggunaan alat kontrasepsi. John Crysostom, Jerome, dan Agustinus adalah beberapa bapa gereja ternama yang mengambil sikap negatif terhadap pencegahan kehamilan. Bukan tanpa alasan apabila mereka menolak praktik ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun