Keberhasilan Wilayah XII tidak hanya tercermin dari piala yang dibawa pulang, tetapi lebih dalam lagi pada nilai kebersamaan yang mereka hidupi. Selama proses perlombaan, umat wilayah ini merasakan bagaimana kekompakan, kebersamaan, kekeluargaan, dan solidaritas tumbuh secara alami. Kemenangan menjadi buah dari proses yang dijalani bersama, bukan tujuan tunggal.
Sebagai ungkapan syukur, umat Wilayah XII mengadakan makan bersama yang telah dipersiapkan penuh cinta oleh para ibu-ibu. Ketua wilayah bahkan membagikan voucher kepada seluruh umat yang hadir, sehingga kebahagiaan bisa dirasakan secara merata. Praktik sederhana ini mencerminkan semangat egaliter dan kebersamaan yang menjadi inti dari kehidupan bergereja.
Perspektif Ilmiah: Gereja dan Modal Sosial
Jika dilihat dari perspektif ilmu sosial, peristiwa ini dapat dibaca sebagai penguatan modal sosial (social capital). Menurut Robert Putnam (2000), modal sosial adalah jaringan, norma, dan kepercayaan yang memungkinkan masyarakat untuk bekerja sama demi mencapai tujuan bersama. Dalam konteks Wilayah XII, kegiatan perlombaan dan kebersamaan dalam perayaan HUT paroki menciptakan ruang perjumpaan yang memperkuat kepercayaan, solidaritas, dan partisipasi aktif antarumat.
Selain itu, teori komunitas beriman (faith community) dalam kajian sosiologi agama juga menegaskan bahwa agama tidak hanya berfungsi sebagai sumber makna spiritual, tetapi juga sebagai wadah pembentukan identitas kolektif dan relasi sosial. Dengan demikian, kemenangan Wilayah XII bukan sekadar capaian kompetitif, melainkan sebuah bentuk aktualisasi iman yang menghasilkan solidaritas sosial.
Relevansi di Tengah Individualisme
Perayaan ini juga memberi pesan relevan di tengah tantangan individualisme masyarakat modern. Di kota besar seperti Jakarta, hubungan sosial kerap bersifat fungsional dan transaksional. Orang cenderung hidup dalam "gelembung pribadi" yang minim interaksi. Namun, pengalaman Wilayah XII menunjukkan bahwa ruang keagamaan bisa menjadi alternatif penting dalam melawan arus individualisme dengan membangun jaringan kebersamaan yang hangat dan inklusif.
Penutup
HUT ke-57 Gereja Santo Robertus Bellarminus bukan hanya tentang nostalgia perjalanan panjang sebuah paroki, tetapi juga tentang bagaimana umat memaknai kebersamaan. Wilayah XII hadir sebagai contoh nyata bahwa kebersamaan, kekompakan, dan solidaritas adalah wajah sejati gereja. Piala dan penghargaan hanyalah simbol, sementara kemenangan yang sesungguhnya adalah ketika umat dapat bersatu, saling menguatkan, dan menghadirkan kasih Allah dalam kehidupan nyata.
Perayaan ini pada akhirnya mengajarkan kita bahwa iman yang hidup adalah iman yang membumi, iman yang tidak berhenti pada kata dan ritual, tetapi menjelma dalam tindakan nyata penuh kepedulian dan kebersamaan.