Mohon tunggu...
STENY MUNTIR
STENY MUNTIR Mohon Tunggu... KEPALA SEKOLAH

Saya adalah seorang guru yang mencintai dunia literasi—membaca dan menulis adalah napas hidup saya. Lewat media sosial seperti Facebook, Instagram, TikTok, dan Twitter, saya berbagi inspirasi, motivasi, dan semangat belajar. Bagi saya, menjadi pendidik bukan hanya soal mengajar di kelas, tapi juga menyentuh hati lewat kata dan karya, baik di dunia nyata maupun dunia maya.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Menapaki Tebing Panggilan: Dua Dekade Mengajar dalam Terang dan Kasih

7 Mei 2025   07:15 Diperbarui: 7 Mei 2025   07:13 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tebing Breksi, Yogyakarta. By Steny Muntir

Di suatu pagi yang tenang di Tebing Breksi, saya duduk menikmati secangkir kopi, dikelilingi lanskap alam yang megah dan langit yang menggantungkan awan kelabu. Di balik keindahan itu, hati saya tersentuh oleh satu kesadaran: bahwa saya telah menapaki tebing panggilan ini selama dua puluh tahun dan tiga tahun terakhir di antaranya sebagai kepala sekolah.

Saya teringat langkah pertama saya sebagai guru. Masuk ke ruang kelas dengan selembar RPP dan segunung idealisme, berharap bisa mengubah dunia melalui pelajaran yang saya ajarkan. Tapi seiring waktu, saya belajar bahwa mengajar bukanlah tentang siapa yang paling tahu, melainkan siapa yang paling mau mencintai. Bahwa pendidikan sejati bukan soal transfer pengetahuan, tetapi transformasi kehidupan.

Dua puluh tahun mengajar telah menempa saya bukan hanya dalam keahlian, tapi dalam hati. Setiap anak yang saya temui menghadirkan kisahnya sendiri: dari siswa yang penuh semangat hingga yang nyaris putus asa. Dari yang berprestasi hingga yang berperang melawan hidupnya sendiri. Mereka semua mengajar saya untuk menjadi manusia yang lebih sabar, lebih mendengar, lebih mengasihi.

Lalu, tiga tahun lalu, panggilan itu berkembang. Saya diminta untuk memikul tanggung jawab baru sebagai kepala sekolah. Bukan posisi, tapi perutusan. Bukan jabatan, tetapi pelayanan. Kini saya bukan hanya mendidik, tetapi memimpin. Bukan hanya menyampaikan materi, tetapi menyalakan harapan. Dan saya sadar, bahwa menjadi kepala sekolah bukan berarti berhenti menjadi guru. Justru inilah saatnya saya menjadi guru bagi semua: bagi guru-guru yang saya damping, bagi staf yang saya arahkan, bagi orang tua yang saya layani, dan tetap bagi siswa yang setiap harinya mempercayakan senyumnya kepada sekolah ini.

Saya percaya bahwa sebuah sekolah Katolik bukan hanya tempat belajar, tetapi taman pertumbuhan jiwa. Dalam terang Injil dan semangat LOCORESA (Love, Compassion, Readiness, Sacrifice) saya berusaha menghadirkan komunitas belajar yang bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat dalam karakter dan luhur dalam semangat.

Menjadi pemimpin di lembaga pendidikan Katolik berarti berjalan di atas dua kaki: yang satu berpijak pada profesionalitas, dan yang lain pada spiritualitas. Saya merancang kurikulum, menyusun program, mengevaluasi hasil belajar, tetapi saya juga berdoa, menenangkan hati yang gelisah, dan mengangkat semangat guru yang letih. Saya hadir sebagai pemimpin, sekaligus pelayan.

Dan di sinilah saya hari ini, duduk di atas tebing, memandang ke belakang dengan syukur, dan menatap ke depan dengan harapan. Langkah ini belum selesai. Jalan ini masih panjang. Tapi saya percaya, selama saya setia, Tuhan akan terus menyertai.

"Tuhan, berilah aku hati yang tetap menyala, tangan yang tetap terbuka, dan langkah yang tetap rendah hati untuk menapaki tebing panggilan ini dalam terang dan kasih-Mu."

Perjalanan ini belum selesai. Tapi hari ini, di bawah langit Breksi yang tenang, saya bersyukur. Karena dalam terang dan kasih-Nya, saya tahu: saya sedang menapaki tebing panggilan yang benar.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun