Mohon tunggu...
Stelladia SuryaWijaya
Stelladia SuryaWijaya Mohon Tunggu... Freelancer - Instagram: stelladiawijaya

Freelancer | Penulis | Jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Ada Udang di Balik PB Djarum

23 September 2019   20:30 Diperbarui: 23 September 2019   20:53 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Banjirnya informasi merupakan salah satu dampak dari era digital. Begitu juga dengan isu KPAI versus PB Djarum. Banyak media memberitakan isu ini sehingga sebagian warganet menganggap bahwa KPAI melarang Djarum untuk menyelenggarakan program beasiswa. Disamping itu, KPAI juga menilai ada udang dibalik batu. Artinya, dibalik program CSR (corporate social responsibility) PB Djarum, ada maksud meraup keuntungan yang mampu merugikan generasi anak-anak kedepannya.

Namun, jika ditelaah lebih dalam. KPAI bukan menyoalkan Djarum meyelenggarakan PB, melainkan nama Djarum yang tercantum pada baju yang dipakai oleh anak-anak. Hal ini menunjukkan bahwa Djarum ingin mengiklankan dirinya melalui eksploitasi anak-anak.

Dengan PB, secara tidak langsung menjadikan anak-anak sebagai agen untuk memengaruhi teman-teman sekitarnya. Ketika anak-anak belum mengetahui apa makna tulisan Djarum, mereka yang belum tahu akan timbul rasa penasaran. Melalui pendekatan psikologi, rasa penasaran ini sudah dimanifestasi sejak awal yang tak bisa dipungkiri. Ketika anak penasaran dengan sesuatu yang asing, maka ia akan pasti mencoba atau mencari tahu hingga rasa penasarannya terpuaskan. Ketika anak sudah mengetahui makna tersebut adalah rokok, maka ia menggunakan rasa penasarannnya lagi untuk mencoba. Rokok memiliki zat nikotin yang berujung pada efek kecanduan. Kondisi kecanduan nikotin tak mampu membuat pengguna rokok lepas karna efek ketagihan.

Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) 2018, prevalensi merokok pada remaja usia 10 sampai 18 tahun mengalami peningkatan sebesar 1,9% dari tahun 2013 (7,20%) ke tahun 2018 (9,10%). "Peningkatan ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak akan mendapat bonus demografi karena perokok anak saat ini beresiko mengidap penyakit kronis," kata Lisda Sundari Ketua Yayasan Lentera Anak dalam Suara.com(13/8/2019). Berkaitan ini, KPAI menilai salah satu faktor anak-anak terjun menjadi perokok karena adanya makna terselubung PB Djarum yang memperkenalkan merek rokoknya melalui baju anak-anak yang dipakai. Ditambah atlet yang dicari oleh PB Djarum adalah U11, U13, dan U15. Tanpa disadari, ini adalah sasaran Djarum dalam memperkenalkan merek rokoknya kepada anak-anak.

Berdasarkan pernyataan di atas, menurut saya KPAI berhak melarang Djarum menggunakan PB-nya sebagai branding. Sebab, UU 35 tahun 2014 Tentang Perlindungan anak menuliskan bahwa menggunakan badan anak sebagai iklan adalah bentuk eksploitasi. Tetapi, Djarum masih bersikeras untuk mencantumkan logonya pada baju atlit anak.

Kita tahu bahwa adanya PB Djarum telah menghasilkan anak-anak yang berprestasi di bidang bulu tangkis hingga internasional. Namun, apa salahnya jika tulus ingin memajukan anak bangsa tak perlu mencantumkan logo pada baju atlit anak? Mengapa Djarum masih mengotot untuk tetap mencantumkan? Menurut saya inilah ada udang dibalik batu, ada sesuatu yang tersembunyi. Tersembunyi disini adalah untuk mem-branding Djarum sendiri.

Akan tetapi, sangat disayangkan sekali jika Djarum memberhentikan PB-nya, sebab banyak anak-anak yang menaruh harapannya untuk menjadi atlit yang gemilang melalui PB ini. Jika memang sebagai bentuk CSR yang tulus, Djarum harus mengalah untuk tidak mencantumkan merek rokoknya untuk membangun generasi muda Indonesia yang berprestasi dan berakhlak baik. Disini terlihat playing victim sehingga banyak yang membela Djarum harus tetap melanjutkan beasiswa yang sudah berlangsung sejak 50 tahun.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun