Fase ini mengubah jaringan menjadi read-write, menghubungkan suara (connecting voices). Pengguna mulai menciptakan konten melalui platform media sosial dan aplikasi.
Namun, meskipun pengguna yang menciptakan nilai dan data, kekuasaan dan keuntungan terakumulasi di tangan segelintir korporasi besar (big tech).
Nilai diekstraksi dari data pengguna dan keuntungan tidak didistribusikan kembali secara proporsional. Inilah era sentralisasi ekonomi data.
3. Internet Nilai (Web3)
Fase ini adalah jawaban atas kegagalan Web2 dalam hal desentralisasi nilai. Web3 berfokus pada menghubungkan nilai (connecting value) dengan menciptakan lapisan kepercayaan (trust layer) di atas internet, yaitu Blockchain.
Tujuannya adalah mengembalikan kendali nilai dan data kepada individu. Di sini, mata uang kripto berbasis komunitas menjadi penting karena ia berfungsi sebagai alat untuk memastikan kontribusi manusia (waktu, energi, partisipasi) dapat diukur dan dihargai secara adil tanpa perantara.
Mata Uang Komunitas: Manifestasi Kontribusi Manusia
Mata uang kripto yang berbasis komunitas mewujudkan misi Web3: menciptakan nilai yang didukung oleh aktivitas kolektif---bukan oleh cadangan bank atau otoritas pemerintah.
Mata uang yang berbasis komunitas menjauhi model mining intensif energi (Proof-of-Work) dan beralih ke mekanisme konsensus yang lebih ringan, di mana token didistribusikan berdasarkan partisipasi dan kontribusi aktif.
Agar mata uang komunitas ini berkelanjutan, nilai harus berakar pada konsensus internal. Konsep Konsensus Nilai Kolektif digunakan untuk menetapkan acuan nilai di antara anggota.
Konsensus ini berfungsi sebagai kompas moral yang bertujuan menstabilkan nilai dan memotivasi interaksi ekonomi riil, bukan sekadar spekulasi pasar.