Mohon tunggu...
Inovasi

Orang Bijak Tak Mudah Tergoda Isu Hoaks

7 November 2017   23:10 Diperbarui: 7 November 2017   23:27 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

HOAX, satu kata yang tidak asing lagi di telinga kita. Menurut KBBI, hoax (baku: hoaks) dikategorikan sebagai ajektiva dan nomina. Sebagai ajektiva, kata hoaks berarti tidak benar; bohong. Sebagai nomina, kata hoaks berarti berita bohong. Natisha Andarnigtyas dalam artikel berjudul "Apa itu Hoax" yang dimuat dalam Antara News yang terbit 6 Januari 2017 menguraikan beberapa pengertian hoaks dari para ahli. Istilah hoax, kabar bohong, menurut Lynda Walsh dalam buku "Sins Against Science", merupakan istilah dalam bahasa Inggris yang masuk sejak era industri, diperkirakan pertama kali muncul pada 1808.


Asal kata "hoax" diyakini ada sejak ratusan tahun sebelumnya, yakni "hocus" dari mantra "hocus pocus", frasa yang kerap disebut oleh pesulap, serupa "sim salabim".


Alexander Boese dalam "Museum of Hoaxes" mencatat hoax pertama yang dipublikasikan adalah almanak (penanggalan) palsu yang dibuat oleh Isaac Bickerstaff alias Jonathan Swift pada 1709. Semua pendapat tersebut muaranya hanya satu yaitu isu bohong. Semua kalangan masyarakat sangat akrab dengan istilah hoaks, kabar bohong, berita tipu-tipu yang daya kreasinya sungguh luar biasa berkembang pesat di media, terutama di media sosial. Isinya tidak hanya isu negatif, menjelek-jelekkan pihak lain, mematikan nama baik pihak lain, melainkan juga isu yang terkesan positif, seperti isu tentang kesehatan. Beberapa isu hoaks yang berkaitan dengan kesehatan selalu dikaitkan dengan penyakit yang mematikan, misalnya minum air dingin seusai makan picu kanker, demikian juga makan sayap dan ceker ayam.

 Isu yang lain misalnya, makan bayam dan tahu bersamaan bisa picu kista, sementara informasi dari dokter bahwa penyebab kista tidak berhubungan dengan makanan. Isu-isu hoaks tentang kesehatan ini membuat masyarakat resah bahkan ketakutan. Ini baru yang berkaitan dengan kesehatan. Bagaimana dengan isu yang lain? Dampaknya ternyata lebih besar bahkan dapat membahayakan keutuhan bangsa. Banyak perselisihan antarkelompok yang terjadi karena terprovokasi oleh isu hoaks. Ada kelompok tertentu yang menginginkan masyarakat terpecah-belah. Kelompok yang kurang bertanggung jawab ini menyebar isu, menghujat dengan penuh kebencian terhadap kelompok lain. Kepuasan mereka hanya satu, yaitu bertepuk tangan saat korban-korbannya berselisih.

Sadar atau tidak, diakui atau tidak, manusia memiliki kecenderungan sifat ingin selalu nomor satu, ingin menjadi yang pertama, dan sebagainya. Tidak sedikit pula manusia yang merasa tahu banyak padahal yang ia tahu tak seberapa. Inilah sebenarnya penyebab hoaks yang dampaknya sungguh luar biasa. Kekuatan media sosial (terutama WhatsApp) benar-benar telah menghipnotis penggunanya. Setiap kita mendapat kiriman tulisan yang terkadang tidak kita baca sampai tuntas karena panjangnya, dalam hitungan detik tulisan itu kita shareke orang lain atau grup. 

Mengapa seketika itu kita share? Jawabannya hanya satu, karena tidak mau didahului orang lain. Hal itu terus dan terus dilakukan. Emosional kita agar menjadi orang nomor satu dan paling tahu menjadi tak terkendali. Bahkan, oleh karena emosional yang tinggi tersebut, orang tidak lagi memikirkan dampak apa yang akan timbul, rasa manusiawinya menjadi tersisih. Sungguh tidak manusiawi ketika seorang tokoh meninggal dengan kondisi sangat memprihatinkan atau korban kecelakaan yang mengenaskan dan gambarnya diunggah di media.

Kembali ke isu hoaks. Bagaimana kita menyikapi isu hoaks tersebut. Tentunya memiliki wawasan pengetahuan yang luas menjadi modal utama dalam menyikapi setiap berita yang kita terima. Salah satu caranya adalah dengan banyak membaca. Dikembangkannya budaya literasi di sekolah menjadi salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengantisipasi isu hoaks. Dalam kegiatan literasi, siswa boleh membaca teks apa saja, baik yang berisi ilmu pengetahuan, ilmu kesehatan, serta berita-berita terkini.

Sebenarnya sikap yang paling mudah agar kita terhindar dari isu hoaks adalah menahan diri. Media sosial seperti WhatsApp, benar-benar kita gunakan untuk bersosialisasi dengan teman dan kerabat, bertukar informasi yang bersifat ringan. Media sosial kita jadikan wadah untuk saling menghibur dan melepas kepenatan dari rutinitas yang banyak menyita waktu kita. 

Berbagi cerita humoris, mengirim gambar dan video yang membuat kita tertawa, dan sejenisnya, akan terasa lebih ringan dan tanpa beban. Membuat orang lain tertawa itu utama, membuat orang lain resah, takut, bahkan kecewa itu malapetaka. Jika kita mendapat kiriman berita yang serius, pelajari dan cermati dulu sumbernya, atau justru stop, abaikan. Masih banyak kegiatan bermanfaat yang lain yang menanti kita. Kita buktikan kepada diri kita sendiri bahwa kita tidak terhipnotis oleh media sosial dengan isu-isu yang tidak bermanfaat. Orang bijak tidak hanya yang taat pajak. Orang bijak adalah orang yang tidak mudah tergoda oleh isu hoaks. #antihoax#marimas#pgrijateng

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun