Sebenarnya, saya kurang sependapat adanya 'catatan' sejarah yg buruk tentang hubungan buruk antara Sunda dan Jawa. Saya menebak, catatan itu terlalu banyak campur tangan kaum Kolonial dalam bagian strategi 'devide et impera' alias adu domba untuk pecah belah nusantara.Lha wong kejadian yang baru bertahun-tahun terjadi bisa dipelintir pemegang kekuasaan, bagaimana yang terjadi ratusan atau ribuan tahun yang lalu?
Padahal, coba perhatikan baik baik hubungan erat filosofi Sunda dan Jawa dalam visi dan misi mensejahterakan rakyat dan bangsanya. Dalam tataran Sunda, 3 langkah yang disebut TATA SALIRA, TATA NEGARA dan TATA BUANA. Ketiga tata (aturan) ini harus berurut untuk dilaksanakan. Mengatur dan mendidik diri sendiri, mempersiapkan jati diri menjadi pribadi kokoh, pribadi yang tidak "setengah matang" agar ketika beranjak keluar, masuk dalam sistem kewarga an baik kelas RT maupun berkehidupan bernegara. Hal yangg sayangnya sangat minim contohnya oleh para pengisi posisi keTataNegaraan. Tak heran, politik yg semestinya berarti sebuah sistem untuk melakukan kebijakan untuk kemakmuran rakyat, terbalik malah untuk kemakmuran ego.dan nafsu pribadi.
[caption id="attachment_281855" align="aligncenter" width="462" caption="Nusantara - (sumber : pemudapersis.org)"][/caption] Padahal, jikalau dua tata diatas sukses dilaksanakan. Maka, tata terakhir--pengaturan keseimbangan buana atau alam semesta akan terjadi. Bangsa ini akan menuju menjadi tanah surga. Tanah yang dalam bhs sansekerta nya adalah Swarga atau SuWarga yg berarti Warga (kehidupan) yang baik (Su). Hal yang secara satu kalimat tertulis sebagai kata "Mamangku Hayuning Bawono" dalam khasanah budaya Jawa. Sebuah landasar visi dasar kehidupan dan kesejahteraan rakyat Nusantara. Jauh sebelum konsep Trias Politikanya Montesquiue ada. Namun sayang, kesadaran ini tak banyak dimiliki oleh sebagian besar warga Nusantara. Entah kenapa saya juga tidak mengerti. Mungkin paham kolonial sudah terlalu dalam masuk kedalam pikiran bangsa sendiri. Bangsa yang dipaksa meningalkan jatidirinya dan lebih bangga dengan paham bangsa luar yang bisa jadi, sekedar dapat contekannya saja secara kasar dr leluhur kita. Tidak sampai ke esensi. Wallaualam bi sawab.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI