Keterbatasan kognitif yang dihadapi lansia menuntut penggunaan media komunikasi yang sederhana, visual, dan kontekstual. Media tradisional seperti poster, brosur, booklet, dan komunikasi lisan terbukti lebih ramah bagi lansia dibandingkan penyuluhan berbasis teks panjang atau media digital yang kompleks.
Khotimah et al. (2021) membuktikan bahwa edukasi dengan media booklet dapat meningkatkan pengetahuan, asupan kalsium, dan aktivitas fisik lansia di Malang. Penelitian Widyaningrum (2023) di Yogyakarta juga menunjukkan peningkatan signifikan pemahaman lansia tentang gizi seimbang melalui booklet sederhana. Sementara itu, penelitian Widiastuti et al. (2022) di Surakarta menemukan bahwa edukasi karbohidrat sederhana dapat mendorong perubahan perilaku makan sehat pada lansia.
Hal ini menunjukkan bahwa media tradisional mampu mengatasi hambatan kognitif dengan menyajikan informasi gizi secara ringkas, bergambar, dan relevan dengan kehidupan sehari-hari.
Studi Kasus Implementasi di Sulawesi Tenggara
Di Sulawesi Tenggara, masalah gizi pada lansia juga cukup dominan. Data Profil Kesehatan Indonesia 2024 menunjukkan tingginya prevalensi hipertensi dan diabetes pada kelompok lansia di provinsi ini. Penelitian di RSU Bahteramas Kendari membuktikan bahwa penyuluhan gizi seimbang mampu meningkatkan kesadaran lansia tentang pola hidup sehat, meskipun metode yang digunakan masih konvensional (Rahmawati et al., 2021).
Kondisi ini membuka peluang untuk mengembangkan program edukasi berbasis media tradisional yang lebih terarah, seperti booklet bergambar menu khas daerah, poster dalam bahasa lokal, atau komunikasi lisan oleh kader posyandu. Dengan demikian, pesan gizi tidak hanya mudah dipahami tetapi juga sesuai dengan budaya dan konteks lansia setempat.
Penutup
Kesimpulan
Hambatan kognitif merupakan salah satu faktor utama yang membuat lansia sulit memahami informasi gizi. Jika tidak ditangani, hal ini dapat memperburuk rendahnya literasi gizi dan meningkatkan risiko penyakit tidak menular. Media tradisional terbukti lebih efektif dan ramah lansia karena menyajikan informasi secara sederhana, visual, dan kontekstual.
Saran
Tenaga kesehatan dan kader posyandu perlu mengoptimalkan media tradisional dalam edukasi gizi dengan menyesuaikan isi pesan pada konteks lokal dan keterbatasan kognitif lansia. Pemerintah daerah juga perlu mendukung program edukasi gizi ramah lansia dengan menyediakan sarana komunikasi yang sederhana dan melatih petugas kesehatan dalam keterampilan komunikasi efektif. Penelitian lanjutan sebaiknya menilai dampak media tradisional tidak hanya pada pengetahuan, tetapi juga pada perubahan perilaku gizi lansia.