Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Utang Sekadar Memenuhi Kebutuhan Hidup Layak

17 Agustus 2020   11:02 Diperbarui: 25 Agustus 2020   15:25 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: glints.com

Setiap orang sebagai makhluk sosial, pasti memerlukan pertolongan dan bantuan orang lain. Hidup bersinergi, saling memberi dan menerima, meringankan beban. Masa pandemi Covid-19, beban hidup terasa sangat berat, tidak ada uang masuk walau sekedar untuk makan. Hutang pun "terpaksa" dilakukan, walaupun tidak tahu untuk membayarnya dari mana uangnya. Hanya berharap pandemi segera berakhir, sehingga dapat beraktifitas yang menghasilkan uang.

Memang pemerintah telah mengeluarkan aneka kartu (kartu miskin, kartu sembako, kartu pintar, kartu sehat, kartu prakerja), BLT, namun masih ada yang sering terlewatkan. Entah kenapa selalu ada perbedaan data antara pemerintah desa dan Depsos, Depkes, P & K. Akibatnya  orang yang membutuhkan tidak kebagian, orang yang berkecukupan justru mendapat bantuan pemerintah. Walaupun ada yang baik hati mengembalikan bantuan karena merasa bukan haknya.                                                                                                                                  

Di suatu daerah pesisir pantai, ada keluarga sangat sederhana hidupnya mengandalkan kerja keras seorang ibu paruh baya. Sebelum pandemi Covid-19, jualan keliling nasi kuning seharga Rp 2.000,- per bungkus. Sejak siang hari sudah bekerja mencari daun pisang sebagai pembungkus nasi. 

Pukul 02.30 harus bangun, masak nasi kuning, lauk, dan membungkusi. Kemudian menjajakan nasi kuning jalan kaki masuk lorong keluar lorong sejak pukul 06.00 -- 09.00. Walau lelah, letih, lesu, ngantuk, berat, tidak dirasakan, asal keluarganya bisa makan dan membiayai anaknya yang sekolah SMA dan kos di kota.

Namun pandemi Covid-19, dagangannya nyaris tidak laku, sepi pembeli karena daya beli tetangga dan masyarakat rendah. Ibu yang kelihatan lebih tua dari usianya tersebut menghidupi 5 (lima) orang. Dalam kondisi normal pun untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari sudah ngos-ngosan. Suaminya dulu nelayan, tetapi sudah 12 tahun tidak bekerja karena sakit-sakitan, walau sudah diupayakan secara medis, belum sembuh. Untuk pengobatan suaminya pun terpaksa hutang, karena hasil jualan nasi kuning hanya cukup untuk makan.  

Anaknya 4 (empat) orang, nomor 1 kerja sebagai kuli bangunan, nomor 2 lulus S1 masih menganggur, nomor 3 pengasuh anak saudara. Anak nomor 4 baru lulus SMA, mimpinya melanjutkan kuliah sambil berkarir sebagai penyanyi dangdut. 

Talenta seni terlihat sejak kelas 3 SD, berawal dari membaca puisi, pidato, dan bernyanyi. Kepiawian menyanyi semakin terasah setelah mengikuti lomba dalam berbagai kesempatan. Pernah menjadi juara I tingkat Propinsi penyanyi bergenre dangdut. Mencoba mengikuti audisi nasional dan lolos babak penyisihan walau belum meraih juara, karena saingan banyak dan berat. Namun dapat tampil 5 (lima) kali dipanggung spektakuler  di salah satu TV Swasta, adalah prestasi dan pencapaian usaha yang luar biasa.  

Motivasi mengikuti audisi untuk mengangkat derajat, martabat orang tuanya dan memperbaiki perekonomian keluarga. Sejak SMA sudah sering menerima job menyanyi dari panggung ke panggung di hajadan nikahan, khitanan, ulang tahun, dengan bayaran paling tinggi Rp 200.000,-. 

Setelah mendapat predikat "duta propinsi", dan konser di TV Swasta, honornya naik menjadi Rp 2.000.000,-, tetapi harus menempuh perjalanan darat 2 (dua) hari 2 (dua) malam. Honor job dikumpulkan untuk dikirim orangtua di kampung, membayar kos, makan, sekedar uang jajan, dan beli pulsa.

Berbekal suara merdu, wajah cantik, childish, humble, sopan, hormat dan berbakti pada orang tua, bertekat untuk menjadi tulang punggung bagi keluarga, mengganti posisi ibunya. Walaupun sangat menyadari, stigma penyanyi dangdut di masyarakat masih negatif, dan nyinyiran orang yang tidak suka sering "melukai" ibunya, tetapi ditahan, diterima dengan sabar dan tetap tersenyum, menyapa dengan ramah saat di panggung. Tidak ada pilihan, malam-malam harus bekerja menyanyi menghibur penonton, disaat teman-teman sebayanya "hangout".  

Niatnya mulia, membantu perekonomian keluarga, pengobatan bapaknya, dan mewujudkan asa untuk kuliah. Apalagi wajah cantik, berpotensi dilecehkan, direndahkan, diremehkan, dijadikan obyek tontonan. Semua diabaikan dan berusaha keras memiliki "pembeda" dengan lainnya, caranya menjadi anak kampus, outfit tertutup, goyang tipis, dan tetap humble.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun