Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Sudahkah Pustakawan Menjalani Profesi Sesuai "Passion"?

27 September 2018   19:45 Diperbarui: 27 September 2018   22:52 1311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Pixabay)

Menjalani profesi itu kata orang harus mempunyai "passion", artinya gairah atau keinginan yang kuat, semangat. "Passion" juga mempunyai makna sesuatu yang tidak pernah bosan untuk melakukannya, siap berkorban apapun untuk mencapai tujuan tanpa memikirkan untung rugi. 

Mencintai profesi  itu harus dengan hati dan senang. Siap menghadapi tantangan, kesulitan, dan perubahan yang terjadi di sekelilingnya tanpa pernah berkeluh kesah. 

Menunjukkan prestasi, menjalankan kewajiban yang menjadi tanggung jawabnya, terus berusaha meningkatkan wawasan dan pengetahuan sesuai dengan bidangnya. Artinya bekerja sesuai "passion" menimbulkan hal yang positif, sehingga produktif dan memberi manfaat bagi lingkungannya. 

Hal ini identik dengan memilih jurusan/program studi di perguruan tinggi, atau memilih jurusan IPA dan IPS ketika di SMA. Betapa nyamannya ketika menjalani pilihan jurusan sesuai dengan hati nurani, kemantapan hati tanpa ada paksaan dan campur tangan orang lain, sekalipun orang tua sendiri. Orang lain sebatas memberi wacana, gambaran, dengan segala konsekwensi plus minusnya. 

Memilih apapun jurusan, pekerjaan, profesi yang tidak sreg, tidak cocok, dan tidak sesuai , saat menjalani  pasti dengan sejuta rasa tidak senang dan tidak nyaman, sangat tersiksa bukan? Bayangkan mahasiswa kedokteran karena mengikuti "kehendak" orang tua dan sangat takut dengan "darah", hari-hari kuliah dan pratikum pasti penuh dengan nestapa lahir batin, dan derita panjang.

Demikian juga menjalani profesi pustakawan, sebaiknya sejak memilih jurusan ilmu perpustakaan  sudah memantapkan niat dan yakin bahwa pilihannya sesuai dengan "passion". 

Masalahnya, para lulusan SMA itu berpikiran yang penting kuliah, sekedar mendapatkan status mahasiswa. Fakta mengatakan para mahasiswa jurusan ilmu perpustakaan ternyata masuk kuliah bukan pilihan pertama, tetapi pilihan terakhir setelah pilihan lainnya tidak diterima. 

Akibatnya dengan "terpaksa" kuliah di jurusan yang tidak menjadi "passion" nya. Kuliah dapat lulus, tetapi hasilnya tidak maskimal, karena sudah tidak senang dengan jurusannya. 

Akibatnya kuliah dengan malas-malasan, sering bolos, tidak mengerjakan tugas dosen, dan tidak mengikuti UTS, UAS. Masih untung lulus, walau terlambat, dan tidak di "drop out/ DO". Sangat rugi waktu, biaya, pikiran, usia bukan ?.

Mahasiswa ilmu perpustakaan setelah lulus dan memilih menjalan profesi pustakawan sesuai dengan "passion", hasilnya pasti positif. Dapat merubah kondisi, citra negatif perpustakaan dengan ilmunya. 

Kinerjanya maksimal, karena seusai panggilan jiwa, dapat berprestasi, dan mempromosikan profesi pustakawan di lingkungannya. Kerja "all out", didiplin, penuh dedikasi, jujur, ikhlas, amanah, semangat tinggi bersedia berkorban dan berjuang bukan untuk dirinya sendiri tetapi profesinya. 

Penuh dengan idealisme dan kreativitas, inovasi, profesional semata-mata untuk kepentingan peningkatan pelayanan yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi. 

Sopan santun dengan sesama teman, kolega, menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda. Bila pustakawan demikian, pengakuan, apresiasi, penghargaan, kepercayaan, akan datang dengan sendirinya, mengikuti apa yang telah dilakukan.

Bagi pustakawan yang saat ini masih "merasa" belum mendapat apresiasi dari lingkungannya, perlu "berkaca diri". Cobalah untuk mengevaluasi dan introspeksi diri, apakah sudah bekerja sesuai dengan "passion" ? 

Hanya pustakawan sendiri yang bisa menjawab dengan jujur, tanpa perlu mencari "kambing hitam", menyalahkan pimpinan dan lingkungan. Menjalani profesi pustakawan adalah pilihan hidup, bukan sekedar faktor nasib karena tidak diterima ditempat lain.

Diakui, masih ada pustakawan yang bekerja di perpustakaan, tetapi "tidak merasa sebagai pustakawan". Akibatnya bekerja "asal jalan" menjalankan  "rutinitas", dan "terjebak" dalam sistem yang monoton. Kondisi inilah yang menimbulkan "citra negatif" bagi profesi pustakawan, dan tanpa pernah menyadari, introspeksi diri apalagi merubah diri.

Pasrah, mengikuti air mengalir, yang kadang menghadapi batu cadas yang keras. Kalau tidak bergairah menjadi pustakawan kenapa memilih profesi pustakawan ?

Hal ini bisa terjadi karena tidak ada pilihan lain, atau "terpaksa" menekuni profesinya karena sudah "kepalang basah" bekerja di perpustakaan. Kondisi ini yang memicu menjalani profesi  dengan sangat terpaksa/tidak ikhlas. 

Menuntut haknya terlebih dahulu daripada menjalankan kewajibannya, menuntut pimpinan dan lingkungan memperhatikan. Kerja dengan terpaksa, kurang bergairah,  "lesu darah", dan sulit merubah "pola pikir" dan "pola tindak" untuk mengikuti perkembangan yang terjadi. 

Bekerja sekadar "menggugurkan" kewajiban memenuhi jam kerja, agar dianggap disiplin oleh pimpinan. Fisiknya ada di ruangan kantor, tetapi pikiran dan jiwanya melayang di luar entah kemana tanpa arah dan tujuan. 

Jadi mulai sekarang bekerjalah sesuai "passion", karena waktu tidak dapat dihitung mundur.  

Yogyakarta, 27 September 2018 (Pukul 19.38)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun