Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pustakawan Sekolah Layak Mendapat Perhatian

20 Februari 2018   12:14 Diperbarui: 21 Februari 2018   08:39 6534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (pixabay)

Pernak-pernik permasalahan di dunia pendidikan terus mewarnai media massa (cetak dan elektronik). Guru menjadi pusat perhatian dalam dunia pendidikan dari kompetensi, kesejahteraan, status (honorer), kekerasan, distribusi guru yang tidak merata, hak guru di daerah tertinggal, terdepan, terpluar yang selalu terlambat. Padahal guru sebagai "pahlawan tanpa tanda jasa", yang mencerdaskan anak bangsa, semua orang yang pernah sekolah pasti mendapat transfer ilmu melalui guru. 

Guru saat ini menjadi profesi pilihan anak muda seiring dengan naiknya tingkat kesejahteraan.  Sertifikasi yang besarnya satu kali gaji pokok menjadi daya tarik tersendiri untuk menekuni profesi ini. Namun sertifikasi ini hanya dinikmati oleh guru PNS, atau guru tetap yayasan, tidak untuk guru yang berstatus honorer.

Artinya kesejahteraan guru honorer masih menjadi pekerjaan rumah untuk diselesaikan. Selain itu hasil penelitian Ridwan El Hariri (2010) berjudul:”Dampak Sertifikasi terhadap Kinerja Guru di Jawa Barat, menunjukkan bahwa sertifikasi memiliki pengaruh yang rendah terhadap kinerja guru. Hal ini nampak dari hasil analisis perbandingan kinerja guru sebelum dan setelah lulus sertifikasi di mana rata-rata kinerja guru pasca sertifikasi justru mengalami penurunan dibandingkan sebelum sertifikasi. Hal ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah bahwa sertifikasi yang awalnya untuk meningkatkan kompetensi guru, ternyata baru sebatas untuk menyejahterakan. 

Permasalahan yang tidak kalah menarik namun lepas dari perhatian pemerintah adalah tenaga kependidikan (pustakawan dan tenaga administrasi). Kalau untuk tenaga administrasi yang berstatus PNS sudah mendapat tunjangan umum yang besarnya Rp 175.000,- (golongan I) sampai Rp 190.000,-(golongan IV). Bagaimana dengan nasib pustakawan yang bekerja di perpustakaan sekolah?

Walaupun total APBN untuk pendidikan 444,131 triliun, namun peruntukannya untuk berbagai kepentingan, diantaranya  Tunjangan Profesi Guru (TPG) PNSD Rp58,293 triliun; Dana Tambahan  Penghasilan Guru (DTPG) PNSD Rp978,110 miliar; Bantuan Operasional  Sekolah (BOS) Rp46,695 triliun; Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) PAUD Rp4,070 triliun; 5. Dana Peningkatan Pengelolaan Koperasi,  UKM, dan Ketenagakerjaan Rp100 miliar; dan 6. Tunjangan Khusus Guru PNSD  di Daerah Khusus Rp2,129 triliun  (http://setkab.go.id).

Dalam UU No.43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan pasal 23 ayat 6:"Sekolah/madrasah mengalokasikan dana paling sedikit 5% dari anggaran belanja operasional sekolah/madrasah atau belanja barang di luar belanja pegawai dan belanja modal untuk pengembangan perpustakaan". Dana BOS dihitung berdasarkan jumlah siswa dikalikan besarnya BOS untuk SD Rp 800.000,- SMP Rp 1.000.000,- SMA/SMK Rp 1.400.000,-. Perpustakaan sekolah sebagai salah satu jenis perpustakaan di Indonesia, sangat diperlukan untuk akreditasi sekolah. Salah satu penilaian dalam akreditasi sekolah adalah keeradaan perpustakaan dan pustakawannya.

Nilai akreditasi berbanding lurus dengan kualitas sekolah. Munculnya sebutan sekolah "favorit", berdasarkan penilaian masyarakat yang melihat "output" lulusan karena ada proses belajar mengajar yang baik. Di sekolah favorit pasti ada unsur penunjang berupa perpustakaan yang mendapat perhatian dari kepala sekolah dan komite sekolah. 

Dalam perpustakaan di sekolah favorit digerakkan oleh pustakawan yang mempunyai kualifikasi minimum D2 ilmu perpustakaan dan informasi dari perguruan tinggi terakreditasi. Bukan lulusan D2 bidang lain yang diklat ilmu perpustakaan, dan bukan guru pustakawan (berstatus guru diklat perpustakaan tiga (3) bulan di Perpustakaan Nasional).  

Masalahnya sekarang kenapa pustakawan sekolah memprihatinkan? Hal ini karena status pustakawan sekolah yang masih honorer, belum diangkat sebagai pegawai tetap apalagi PNS. Berdasarkan data dari Perpustakaan Nasional RI (2018), jumlah pustakawan sekolah 112 orang. Padahal jumlah sekolah di Indonesia mencapai 297.368 unit (2016), artinya bila satu sekolah ada seorang pustakawan masih diperlukan 297.256 pustakawan untuk perpustakaan sekolah. Belum untuk jenis perpustakaan lain seperti Perpustakaan Nasional RI, perpustakaan perguruan tinggi, perpustakaan umum, dan perpustakaan khusus.

Artinya masih banyak formasi untuk lulusan D2, S1 ilmu perpustakaan yang berasal dari 32 perguruan tinggi di Indonesia. Apabila saat ini ada jumlah pengangguran lulusan ilmu perpustakaan yang terus bertambah, karena formasi yang tersedia hampir tidak pernah ada, atau kalau ada dalam kisaran dibawah 3 (tiga) orang tiap instansi. Apalagi untuk formasi pustakawan perpustakaan sekolah jarang diusulkan oleh sekolah/dinas pendidikan setempat. 

Akibatnya perpustakaan sekolah dikelola oleh guru pustakawan yang latar belakangnya guru (berhubung jam mengajar kurang 40 jam/minggu), yang mendapat diklat 3 (tiga) bulan dari Perpustakaan Nasional. Sedangkan pustakawan yang memiliki ijasah D2 ilmu perpustakaan menjadi staf perpustakaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun