Â
"Tahu gak, Mba, kenapa aku sangat bahagia saat ini, padahal kanker stadium empat sudah menggerogoti tubuhku?" kata Hesti saat breakfast di hotel Hilton Vienna Plaza.
Aku menatap tajam wajahnya yang penuh kebahagian, walaupun tampak ada garis-garis duka di antara kerutan dahinya.Â
"Kamu bahagia masih diberi kesempatan mendampingi anak dan suami," jawabku sembari tersenyum, salad sayur aku sodorkan.
"Untukmu!"
"Sepulang dari Austria, datanglah ke Bali, aku ingin cerita banyak tentang hidupku, anak-anakku, penyakitku!" ajaknya penuh harap.
Sebetulnya kalau hanya untuk bercerita kisah hidup, selama di Vieanna, dia bisa ceritakan semuanya. Namun, ajakannya bukan tanpa alasan. Alasan utama mempererat tali silaturahmi, memperkenalkan anak-anak kami.
Itu sekelumit pertemuanku bersama teman yang menderita kanker payudara stadium empat. Kegigihannya dalam menghadapi sakit, aku sangat bangga. Sakit sudah menjadi sahabatnya selama bertahun-tahun.
Saat ini aku juga mengenal satu teman yang sama menderita kanker payudara, Mak Wydiesti, penulis buku "Mendaki Sabar, Menjemput Syukur." Melalui bukunya, aku mengenal beliau lebih dalam. Aku juga bisa merasakan sakit yang dideritanya, sama seperti Hesti.Â
Â
****