Mohon tunggu...
Sri Rahma Dini
Sri Rahma Dini Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang mahasiswi Pendidikan Bahasa Inggris

Hello, aku disini untuk mencoba menyalurkan hobi tentang menulis. Jika ada kesalahan mohon dimaklumi karena aku baru saja mencoba. Terimakasih.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mewajibkan Vaksin Bukanlah Sebuah Jawaban!

27 Maret 2021   12:28 Diperbarui: 27 Maret 2021   12:34 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Berulang-tahunnya covid-19 pada awal bulan maret menjadi penanda bagi rakyat Indonesia bahwasanya kita telah berjuang  menjalani kesulitan, penderitaan dan tangisan selama setahun belakang ini didalam berbagai aspek kehidupan. Namun, sayangnya hingga saat ini penderitaan kita belum berakhir diusia satu tahun Covid-19 ini. Setiap hari jumlah korban yang terkena virus Covid-19 semakin bertambah, begitu juga sebalikanya banyak yang sembuh juga. Tetapi, tentu saja perjuangan kita melawan Covid-19 tidak sampai disitu saja. Untuk menganggulanginya kita membutuhkan vaksin, dimana vaksin ini dapat melindungi manusia dari virus Covid-19. Hal ini dianggap suatu solusi ditengah-tengah situasi genting seperti ini. Namun, tentu saja tidak semua orang bersorak gembira dengan hal ini, ada yang menerima dan ada yang menolak. Hal tersebut tentu suatu kewajaran karena merupakan reaksi terhadap sesuatu yang baru ditemukan. Namun, berdasarkan peraturan presiden nomor 14 tahun 2021 tentang pengadaan vaksin dijelaskan bahwasanya sasaran penerima vaksin wajib mengikuti vaksinisasi Covid-19, dan jika menolak akan ada sanksi atas hal tersebut. Namun, menurut saya seharusnya vaksinisasi tidak boleh diwajibkan karena beberapa alasan.

Pertama, “My body My Choice”. Iya, benar HAM (Hak Asasi Manusia) dimana dalam permasalahan vaksin ini manusia mempunyai hak untuk memilih apa yang akan dimasukkan kedalam tubuh mereka. Dan, jika vaksinasi ini diwajibkan sama saja dengan melanggar hak-hak asasi seorang manusia. Hal ini juga ditegaskan dalam Pasal 5 ayat (3) UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, yang berbunyi: “Setiap orang berhak secara mendiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya”. Dari Pasal tersebut, bisa dikatakan bahwasanya yang dapat menentukan pelayanan kesehatan apa dan bagaimana yang diinginkan oleh seorang Individu itu adalah pilihannya masing-masing dan menurut saya negara tidak boleh memaksakan bahkan hingga mewajibkan vaksinasi terhadap seseorang yang tidak ingin melakukan hal tersebut.

Kedua, kesiapan mental masyarakat yang belum sempurna. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Indikator politik Indonesia menunjukkan ada sekitar 41% penduduk Indonesia enggan untuk divaksin (VOAIndonesia) yang secara langsung disampaikan oleh Bahruddin yang merupakan direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia. Bisa dilihat bahwasanya untuk mewajibkan vaksinasi tersebut sama saja memaksakan kesiapan mental masyarakat yang sebenarnya belum siap untuk menerima sesuatu yang baru saja ditemukan, terutama pemikiran masyarakat tentang apa yang akan terjadi pada tubuh mereka, efek samping hingga pemikiran terburuk terjadinya kematian. Tentu saja tidak ada satupun masyarakat yang bersiap untuk terjadinya kemungkinan buruk tersebut. Dalam hal ini tentu saja masyrakat membutuhkan waktu yang sedikit lama untuk membiasakan diri terhadap perubahan dan hal baru. Mewajibkan bukanlah jawaban dari ketidaksiapan masyarakat, tapi sosialisasi yang baik dan komunikasi yang terjalin antar masyarakat dan pemerintah adalah jawaban sebenarnya.

Dengan adanya ketidaksiapan mental masyarakat untuk divaksin, hal ini dapat menimbulkan stress dan ditambah dengan kehidupan masyarakat yang harus dibatasi mulai dari isolasi, lockdown, dilarangnya berlibur hingga pengaruh buruk lainnya kepada aspek kehidupan masyarakat yang dilakukan untuk menekan penyebaran virus Covid-19 dapat meningkatkan tekanan stress masyarakat. Meskipun vaksin telah melalui uji klinis yang sangat ketat bahkan sudah berhasil mendapatkan izin untuk beredar, tetapi agar vaksin ini dapat bekerja dengan baik dalam menghasilkan respons imun yang kuat ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi keefektivitasan dari vaksin tersebut yaitu factor psikis penerima vaksin terutama emosional (stress). Menurut Komnas KIPI yang dilansir dari Merdeka.com, Hindra Irawan Satari mengatakan lebih dari 64% orang yang menerima vaksin mengalami Immunization Stress Related Responses yang terjadi akibat seseorang merasa cemas berlebih karena proses vaksinasi. Hal tersebut akhirnya berdampak berupa mual, muntah, pingsan sekejap, gerakan-gerakan aneh, seperti lumpuh, hingga sesak walaupun saat di cek semuanya normal.

Covid-19 memang semakin merebak dan salah satu cara penanggulangannya adalah dengan memberikan vaksin kepada masyarakat agar imun dapat terjaga dari virus Covid-19. Namun, yang menjadi perhatian adalah adanya kewajiban untuk memvaksinasi semua golongan yang dapat menerima vaksin tersebut. Padahal, bisa dilihat masih ada puluhan persen masyarakat Indonesia yang enggan untuk divaksin. Namun, berdasarkan Peraturan Presiden nomor 14, mewajibkan vaksinasi dan jika menolak akan ada denda. Penolakan wajibnya vaksinasi ini mempunyai alasan yang logis mulai dari adanya hak asasi manusia untuk menolak, kesiapan mental masyrakat yang belum siap, dan tingkat stress masyarakat yang tinggi hingga menimbulkan efek samping. Padahal, mewajibkan bukan jawaban dan denda juga bukan jawaban dari kekhawatiran masyarakat terhadap vaksin. Tetapi harus adanya sosialisasi yang menyeluruh dan komunikasi yang terjalin dengan baik antar masyarakat dan pemerintah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun