Mohon tunggu...
Sri Patmi
Sri Patmi Mohon Tunggu... Penulis - Bagian Dari Sebuah Kehidupan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah Bagian dari Self Therapy www.sripatmi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Artikel Sri Patmi: Menghitung Untung Rugi dari Proses Berbagi

23 Desember 2020   00:15 Diperbarui: 23 Desember 2020   00:22 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari peristiwa turunnya hujan, kita mengerti makna berbagi. Bukan hanya sebuah siklus biasa. Justru hujan mengandung partikel berbagi yang mengajarkan manusia. Secara sederhana kita akan melihat hujan sebagai bentuk anugerah kasih sayang Tuhan. Berkah yang diturunkan dari sistem berbagi yang sistematis. Air yang mengalir dari tempat tinggi ke tempat rendah. Menghidupi sebagian besar kehidupan manusia. Ada yang menjadi sumber air minum dan mengalir didalam darah kita saat ini. Hingga menuju keluasan samudera menuju ke langit dalam bentuk uap menjadi sekumpulan cumulonimbus. Siklus ini tak pernah putus. Kemarau panjang, tetap merasakan titik airnya yang jatuh. Konsep berbagi dari sang hujan. Kemanapun aliran membawa pergi, hakikatnya ia kembali menuju pada tempat yang terdalam dan tertinggi. Kumpulan air yang jatuh masuk ke tanah akan menjadi cadangan air dilindungi oleh unsur tanah. Hujan yang berbagi keberkahan menyatukan dua cara pandang yang berbeda. Jika bumi dan langit seakan jauh terpisah. Wujud dekat dan melekat keduanya adalah hujan. Kita merasakan Tuhan dekat dengan makhluk-Nya melalui berbagi. Siapa yang tidak pernah merasakan kedamaian ketika berbagi? Mereka yang terbiasa berbagi tidak akan pernah mendikte kehidupan dalam kondisi apapun.

Satu pertanyaan besar, apakah hujan pilah-pilah ketika harus jatuh dan berbagi keberkahan?

Hujan jatuh kemanapun. Tak mengenal kaya, miskin, buruh tani, orang terpelajar bahkan kasta apapun. Ketika hujan memberi berkah, ia tetap memberi pada siapapun. Berbagi tak terkungkung pada dimensi ruang dan waktu. Setiap proses berbagi, terdapat berkah didalamnya. Kepada siapapun kita berbagi, kita merasakan berkah yang menular ke sekitar kita. Didalam berkah berbagi terdapat kedamaian, kemakmuran, kesejahteraan dan keabadian. Tindakan berbagi akan disaksikan oleh malaikat dan alam semesta ini. Jangankan tindakannya, niat baik untuk berbagi saja kita sudah menggenggam kedamaian dan kesejahteraan didalamnya.

Saya masih meyakini teori hukum kekekalan energi yang berbunyi "energi tidak dapat dimusnahkan atau diciptakan, hanya bisa diubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya". Berbagi adalah kekuatan dari Tuhan yang sudah dibawa sedari proses penciptaan manusia. Hakikatnya manusia tercipta dalam kemuliaan dan kesuciannya. Sudah terlahir secara suci, maka sudah selayaknya kembali dalam keadaan suci. Keadaan yang menyucikan kita menghadap Yang Maha Kuasa adalah berbagi. Dalam kitab suci Al Quran kita mengenal konsep berbagi dalam bentuk sedekah, infaq, zakat fitrah dan zakat maal. Harfiah yang dipahami, kegiatan berbagi menyucikan harta yang dimiliki dan fitrah suci sebagai manusia.  Dalam ajaran islam, sedekah tidak membebankan bagi umat. Bersedekah dan berbagi dilakukan atas dasar keikhlasan serta ketulusan didalam diri. Bahkan melalui kasih-Nya, sedekah/berbagi bukan hanya berupa harta, perkataan yang baik adalah bentuk berbagi yang paling sederhana tetapi sukar terlaksana. Bayangkan saja, bahkan terhadap Allah saja manusia sudah dipenuhi oleh prasangka. Padahal Allah selalu berbaik sangka, Maha berbagi dan Maha memberi dalam bentuk energi yang berbeda. Harus dicerna melalui sistem berpikir dan konsep Ketuhanan Yang Maha Luas. Itulah dalam berbagi perlu adanya iman, imun dan aman. Dengan iman, kita memiliki keyakinan fundamental yang melandasi setiap perbuatan. Imun yang kuat akan memberikan asupan nutrisi yang tak habis dicerna oleh usus. Mereka yang berbagi akan sehat lahir dan batinnya. Energi ruh dan gerak tubuh secara fisik akan berjalan simultan. Melalui iman dan imun, alam semesta akan mengkondisikan keadaan supaya menjaga dan terjaga untuk dirinya.

Sedangkan Buddha dharma menomorsatukan dana atau sedekah sebagai pijakan dasar langkah berbuat baik (kusala kamma). Termaktub pula dalam Dasa Punna Kiriya Vatthu/sepuluh cara berbuat jasa dan Dasa Paramita/sepuluh kesempurnaan, kegiatan dana/berdana/sedekah menempati urutan nomor satu. Kitab Suci Tripitaka menjelaskan secara rinci tentang kegiatan berdana. Dimana penuturan yang disampaikan oleh Bhikkhu Ledi Sayadaw atas segala pertanyaan semasa hidupnya, di Burma. Berdana dibagi dalam beberapa kelompok yaitu Thavara Dana yaitu pemberian yang bersifat tahan lama seperti menara air, tanah, sekolah dll. Athavara dana yaitu pemberian yang sifatnya tidak tahan lama. Amisa dana yaitu pemberian berupa materi. Dhamma dana yaitu pemberian berupa pengetahuan Agama Buddha. Nicca dana yaitu pemberian yang dilakukan secara teratur. Annica dana yaitu pemberian yang dilakukan secara sementara, sifatnya kadang-kadang. Vatta nissita berupa pemberian dengan berharap mendapat keuntungan duniawi. Vivata nissita dana yang berarti pemberian dengan tujuan bebas dari sengsara menuju pada kebebasan. Puja dana berupa pemberian kepada orang-orang yang sila dari orang mulia. Ajjhatika dana adalah pemberian berupa anggota badan, misalnya donor mata, mengorbankan jiwa sendiri untuk kebahagiaan orang lain. Dari banyaknya bentuk berbagi, manusia diajarkan tentang cara berbagi dengan keluhuran budi.  Mau menjadi seorang yang berbagi dengan konsep pedagang, penderma, pemuka agama, pelayan, pekerja, abdi kehidupan dll. Masih banyak ajaran tentang berbagi yang termaktub dalam sebuah pengetahuan tertinggi Berketuhanan.

Manusia tidak akan kehilangan essensi kesuciannya apabila ia berbagi. Dari teori kekekalan energi tersebut saya menyimpulkan jika sifat suci manusia tidak dapat dimusnahkan atau diciptakan, dengan berbagi kita mengubah benang merah kesucian menjadi bentuk kekuatan dan energi lain. Tak ada sedikit pun yang hilang dari dalam diri kita. Justru sifat dasar kesucian manusia tetap terjaga bahkan bertambah pula kemuliaanya sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Tak ada perhitungan untung rugi berbagi. Hakikatnya semua yang diberikan akan kembali kedalam diri kita. Adakah sesuatu hal yang hilang dalam diri kita setelah berbagi? Bahkan tak disangka-sangka malah keuntungannya berlipat ganda. Lebih hebatnya lagi, jika berbagi menyentuh pada tataran para leluhur kita yang mulia seperti para rasul, nabi, mesias dan manusia mulia lainnya, manusia akan tetap dalam harfiah kesuciannya sebagai makhluk yang dicipta paling sempurna.  

Bagaimana jika bersedekah dan berbagi kepada orang yang salah sasaran?

Pertanyaan ini adalah bentuk pertanyaan yang bercabang. Karena dari satu pertanyaan ini akan menghasilkan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Tentunya bukan sebuah retorika. Sudah pasti ada jawaban yang menguatkan kita untuk terus berbagi. Pernahkah kita menemukan cerita berbagi kepada orang kaya? Bagaimana jika kita berbagi kepada orang yang notabene dikatakan tidak baik dari sudut pandang dunia yang fana? Bagaimana jika kita sebagai karyawan bersedekah dan berbagi kepada perusahaan? Lalu apa yang membedakan manusia satu dengan yang lainnya dalam proses berbagi? Apakah berbagi harus memenuhi suatu standar kriteria? Jika tidak terpenuhi, maka gagal situasi berbagi? Dua kondisi ini menjadi sebuah keadaan dilematis yang akan mengungkung kesucian darah berbagi yang mengalir dalam tubuh. Hal yang selalu menjerembab dalam pikiran kita untuk berbuat baik adalah ilusi pikiran. Banyak manusia ditipu oleh pemikiran kerdil untuk terus berbuat baik. Padahal jika ditelisik lebih dalam, berkah berbagi itu ada didalam setiap tindakan kita. Bentuk materi berwujud dan tak berwujud sebatas perantara bagi setiap makhluk untuk berbagi. Merasa hidup akan kekurangan jika berbagi. Manusia melogikakan berbagi itu seperti sebuah hitungan yang terlogikakan dengan rumus. Apalagi ditambah dengan antek-antek kalimat nyinyir "tidak berbagi/bersedekah saja, hidup masih kekurangan, apalagi kalo harus berbagi?". Bukan salah kaprah makna berbagi, mereka hanya belum mendapatkan sentuhan atau tersadarkan kemuliaan berbagi bukan hanya dalam bentuk kesejahteraan materi, tetapi juga ketenangan dalam hidup menuju alam yang abadi.

Merasa tidak adil dan percuma berbagi dan bersedekah kepada orang kaya, pemabuk, dan segala label buruk yang dibentuk manusia terhadap manusia lainnya. Padahal berkah berbagi bukan hanya diberikan pada pemberi saja. Berkah kedamaian akan merasuk dalam jiwa orang yang dikatakan salah sasaran untuk menerima pemberian. Mereka akan merasakan kasih sayang sesama manusia. Dalam palung hati terdalam, mereka akan tersentuh merasakan keindahan berbagi. Membawa damai dan tenang dalam hidup. Sampai sekarang, belum ada rumus untuk menyelesaikan soal berbagi dengan logika-logika manusia. Jika bersedekah dan berbagi kepada pemabuk, khawatir uangnya akan digunakan di jalan tidak benar. Jika berbagi kepada wanita tunasusila,  khawatir kebaikannya akan disalahgunakan. Pemikiran ini pada akhirnya akan mengikis kesucian berbagi dalam setiap pedoman kitab suci. Bagaimana jika seorang yang berlumur dosa berbagi? Haramkah untuk dirinya berbuat baik? Stigma dan stereotip manusia masih diutamakan dalam proses berbagi. Ini yang menjadikan berbagi selalu mengalami kendala. Padahal sentuhan kecil kita melalui berbagi bisa membentuk kesadaran seseorang. Sama halnya dengan berbagi yang dilakukan oleh Rasulullah SAW saat menyuapi pengemis hingga akhir hayatnya. Kesadaran itu dibentuk dari proses berbagi penuh dengan ketulusan dan keikhlasan. Padahal setiap waktu terus dihujat dan perkataan buruk tentang dirinya selalu terlontar begitu menyakitkan. Bahkan Nabi Muhammad tidak pernah menganggap pengemis itu sehina dinanya manusia. Harus diingat sekali lagi, kita adalah hasil produk berbagi dari para leluhur mulia kita melalui tuturnya. Sudah seharusnya kita mewarisi darah berbagi tanpa diliputi pemikiran yang kerdil dan mencari pembenaran diri.

Sampai dengan saat ini, saya memegang teguh darah berbagi melalui huruf demi huruf yang jatuh dalam teks. Menulis dan terus menulis hingga kelak ada orang yang menuliskan tentang dirimu. Entah dibaca atau tidak, menghadapi kritik pedas, proses menulis ibarat hujan yang berbagi keberkahan dengan cara yang berbeda. Dari menulis, saya merasakan keajaiban dan keberkahan dalam hidup. Dengan menulis, saya menemukan jati diri yang sesungguhnya. Saya yang menulis saat ini adalah berbagi menuju kekekalan yang abadi. Bekerja dan berkarya untuk keabadian.

Salam,

Materi dari Kehidupan Yang Maha Luas

#jne #jne30tahun #connectinghappiness #30tahunbahagiabersama

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun