Mohon tunggu...
Sri Patmi
Sri Patmi Mohon Tunggu... Penulis - Bagian Dari Sebuah Kehidupan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah Bagian dari Self Therapy www.sripatmi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Nature

Bahaya! Pemimpin Menangis Darah, Hutan Dilalap si Jago Merah

29 November 2020   10:30 Diperbarui: 29 November 2020   10:46 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apapun keadaannya, alam tetap memberikan persembahan terbaik kepada manusia, menyerap segala unsur kebaikan dan mengembalikan essensi nilai manfaat yang bisa dirasakan dengan tulus. Memberikan tempat singgah yang nyaman diatas tanah. Memberikan hijau yang memukau. Digerogoti hijau itu menjadi abu dan kelabu. Asap beterbangan kemana-mana, sesak napas, kopong paru-paru dunia. Sampai dengan saat ini kita tidak pernah bisa menghitung berapa jumlah oksigen yang telah kita hirup dari setiap helai daunnya. Kondisi ini akan menimbulkan efek domino dimana setiap kepulan demi kepulan asap menghilangkan nilai murni alam itu untuk memberi setulus hati tanpa pamrih. Rantai makanan terputus dan rusaknya sebagian besar tatanan kehidupan yang ada. Padahal, setiap waktu jasad ini selalu menerima pemberian dari alam itu secara cuma-cuma bahkan lebih berdaya guna dengan sistem dagang transaksional yang diciptakan oleh manusia. Hutan tandus, salah siapa?

Alam menjaga kita, sudah seharusnya kita juga menjaga alam. Ada atau tiada kita didalam dunia ini, kehidupan terus berjalan. Tetapi bukan hanya itu saja permasalahannya, seberapa besar kita berperan untuk kehidupan kita yang telah menghidupi kita kali ini? Dari dedaunannya yang berfotosintesis, manusia merasakan banyak manfaat didalamnya. Untuk memenuhi rongga dada dengan oksigen yang segar didalamnya. Jika kita ingin hitung-hitungan dengan alam, saya rasa manusia takkan mampu menebus segala anugerah yang diberikan alam untuk menghidupinya. Mulai dari terbukanya mata hingga menutup mata di pembaringan akhir. Lalu apa yang sudah kita lakukan untuk membalas segala kebaikan alam itu?

Jika selama ini masyarakat adat dan pemimpin adat setempat menjadi roleplayer terhadap perlindungan hutan. Sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk saling bahu membahu mengambil peran dan tanggung jawab yang lebih terhadap alam. Keluhuran budi dan ilmu inilah yang seharusnya kita junjung tinggi dalam kehidupan. Pelajaran di sekolah saja tidak cukup untuk menumbuhkan kesadaran antar manusia untuk hubungan timbal balik alam dan manusia. Sedini mungkin orientasi dan tanamkan dalam jiwa tentang kelestarian alam. Suatu saat nanti, generasi kita pasti akan terpanggil oleh gerak alam menjadi pemimpin yang terpimpin. Peran generasi muda sudah harus banyak mencontoh gerakan di hyperlink https://www.golonganhutan.id/. Kepedulian tim Golongan Hutan terhadap lingkungan adalah gerakan yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan. Menjadi penjaga, pelindung, pengawas dan segala informasi persuasif untuk seluruh rakyat Indonesia. Pioneer/pelopor perubahan sikap terhadap hutan.

Saat penat dengan kebisingan, hiruk pikuk, dan polusi yang meracuni diri, kemana kita akan berlari? Alam dan hutan yang segar, terasa damai menyejukkan mata. Pernahkah kita melirik sedikit saja kepada alam? Hanya menjadikannya sebagai pelampiasan berlibur saat kota sudah tak bersahabat. Menjadi makhluk yang tamak menikmati sumber daya alam yang berlimpah ini sendiri, tidak memikirkan keberlangsungan hidup anak cucu kita dimasa mendatang. Jangan sampai hutan hanya menjadi bagian dari sejarah yang pernah tertulis, lalu hilang didalam perut para penebang liar.  Sampai dengan saat ini saya masih meyakini, siapapun kita masih ada kebaikan didalam diri kita untuk berbuat terbaik terhadap kehidupan, keberlangsungan anak cucu.

Kehormatan pemimpin terletak pada caranya untuk menjaga keberlangsungan hidup makhluk dibawah kepemimpinannya. Paritrana pertama, bentuk kesadaran antara pemimpin dan yang dipimpin. Banyak makhluk yang hidup tetapi tidak sadar akan keberhargaan dirinya sebagai seorang pemimpin untuk dirinya sendiri. Hidup bergantung pada alam sekitarnya tetapi lupa untuk menjaga kebaikannya. Sehingga hanya menjadi benalu untuk pepohonan yang tumbuh subur. 

Simbiosis yang dibentuk hanya sebatas faktor butuh. Padahal hidup menjadi benalu pula dapat mati juga sumber nutrisinya mati. Ironi, keadaan ini akan memberikan dampak buruk untuk generasi penerus. Lembaga pendidikan formal, informal dan nonformal harus membantu menanamkan nilai kebaikan untuk alam, khususnya hutan kita. Merusak hutan berarti merusak diri sendiri, karena satu kesatuan. Hutan adalah rumah kedua untuk kita kembali. Bahkan menempati kedudukan yang sama dengan diri sendiri. 

Reputasi kita saat ini adalah Indonesia paru-paru dunia. Pertahankan reputasi ini sebagai kehormatan tertinggi yang diberikan semesta raya ini untuk kita. Sosialisasi dan penyuluhan yang intensif perlu dilakukan dengan skema penetapan dari seorang pemimpin. Menjalankan pendekatan akar rumput (grass root) dalam pijakan pedoman hidup.

Paritrana kedua adalah mengubah abu dan kelabu dalam benang hitam dan putih yang jelas. Penegakkan legitimasi hukum dianggap lemah karena pembalakan dan penebangan hutan diluar kontrol dari penglihatan manusia itu sendiri. Sehingga perpanjangan organ tubuh mereka harus diletakkan dalam setiap gerbang hutan. Jangkauan yang terbatas diperpanjang dengan menempatkan perisai pelindung wilayah hutan. Pelindung hutan mengemban tugas mulia untuk menjaga kelangsungan hidup kita. 

Berikan kehormatan khusus untuk mereka dalam bentuk fisik dan nonfisik. Pemerintah bisa mencanangkan insentif terhadap pelindung hutan, meski nilai yang terkandung dalam insentif tersebut tidak dapat menggantikan kemuliaan tugas mereka. Wujud apresiasi ini menjadi sebuah lencana yang disematkan kepada patriot hutan di Indonesia. 

Insentif ini diberikan kepada masyarakat adat dan pemimpin adat guna menjaga kelestarian hutan di Indonesia. Selain itu, insentif ini akan memberikan manfaat untuk mendorong potensi ekonomi dan pemberdayaan masyarakat untuk terlibat langsung hidup bersama dengan hutan kita. Watchdog bukan hanya dari sistem top bottom, sekarang harus dikembangkan secara linear dan sirkular. Mereka yang melanggar dan melakukan pembalakan liar diberikan sanksi hukum serta sanksi moral dalam masyarakat.

Paritrana ketiga adalah perencanaan purifikasi dan restorasi. Adanya sebuah pergeseran nilai yang menyebabkan manusia seakan skeptis dan apatis terhadap hutan, jangankan hutan bahkan terhadap dirinya sendiri. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu modernisasi, pesatnya perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi. Sehingga kepedulian terhadap lingkungan internal dan eksternal semakin berkurang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun