Setiap tahun, ribuan umat Islam dari berbagai negara berusaha melaksanakan ibadah haji sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Namun, karena kuota haji resmi terbatas dan antrean bisa sangat panjang, sebagian orang mencari celah dengan menggunakan visa ziarah atau visa non-haji untuk menunaikan ibadah haji. Fenomena ini menimbulkan dilema moral dan hukum yang dapat dianalisis dari perspektif akal dan hidayah, dua karunia terbesar yang diberikan Allah kepada manusia.
Peran Akal: Mencari Solusi atau Merasionalisasi Pelanggaran?
Secara rasional, tindakan menggunakan visa ziarah untuk berhaji seringkali dilandasi oleh argumen logis: "Daripada menunggu bertahun-tahun, lebih baik menggunakan jalur lain selagi mampu secara fisik dan finansial". Akal manusia berperan dalam menemukan alternatif dan solusi, namun akal yang tidak dibimbing oleh hidayah rentan tergelincir menjadi alat pembenaran terhadap tindakan yang tidak sah secara hukum syariat maupun negara.
Akal di sini memainkan dua sisi: ia dapat menjadi alat untuk merancang strategi taat, atau menjadi senjata untuk merasionalisasi pelanggaran. Ketika seseorang mulai mencari celah-celah hukum hanya demi kepentingan pribadi, maka akalnya tidak lagi digunakan untuk kebaikan kolektif, melainkan untuk melanggar sistem yang dirancang demi keadilan dan ketertiban.
Hidayah: Petunjuk dalam Menghadapi Godaan dan Jalan Pintas
Di sinilah pentingnya hidayah. Petunjuk dari Allah SWT membantu manusia menahan diri dari pilihan yang tampak mudah namun tidak dibenarkan. Hidayah mengarahkan hati untuk sabar, tunduk pada aturan yang berlaku, dan menjauhi praktik yang bisa membahayakan diri sendiri maupun jamaah lain. Dalam konteks visa ziarah, hidayah menjaga seseorang agar tidak mengambil jalan pintas yang menyalahi peraturan pemerintah Arab Saudi maupun prinsip ketaatan terhadap aturan syar'i.
Allah SWT memerintahkan agar manusia menunaikan haji "jika mampu" (QS. Ali Imran: 97). Kemampuan ini mencakup aspek fisik, finansial, dan legalitas perjalanan. Maka, keberangkatan haji dengan cara yang menyalahi aturan termasuk melalui visa yang bukan diperuntukkan bagi ibadah haji berarti memaksakan diri di luar batas kemampuannya yang sah.
Akal dan Hidayah: Antara Kecerdasan dan Ketaatan
Fenomena penggunaan visa ziarah untuk berhaji menunjukkan adanya ketegangan antara kecerdasan dan ketaatan. Banyak dari pelakunya memiliki tingkat intelektualitas tinggi, mampu merancang strategi perjalanan dan memahami celah birokrasi. Namun, kecerdasan semacam ini tidak diiringi oleh kesadaran spiritual yang utuh.
Dalam Islam, kecerdasan bukanlah jaminan keselamatan. Akal tanpa hidayah dapat menjadikan seseorang merasa "lebih tahu" dari aturan Allah atau pemerintah, dan justru terjebak dalam kesombongan spiritual. Sebaliknya, hidayah menjadikan seseorang tunduk pada hukum Allah dan bersabar dalam menanti giliran, tanpa mencari jalan yang mengandung unsur tipu daya.
Implikasi Etika dan Kolektif