Mohon tunggu...
SRI HARTONO
SRI HARTONO Mohon Tunggu... Supir - Mantan tukang ojol, kini buka warung bubur ayam

Yang penting usaha

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Saya Tidak Merokok?

7 Oktober 2021   13:55 Diperbarui: 7 Oktober 2021   16:08 1921
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menginjak usia SMA, lebih banyak lagi teman saya yang perokok. Kalau dahulu saat SMP banyak yang malu malu, ketika sudah SMA mereka lebih berani lagi. Bahkan kadang kadang mereka berani merokok saat ada guru. Jika ditegur alasannya; Pak Guru juga merokok, mengapa kami tidak boleh? 

Karena tidak merokok, saya sering dibully tidak keren, penakut dan kayak banci. Biasanya saya hanya tertawa saja. Mereka tidak tahu latar belakang mengapa saya tidak merokok. 

Bapak saya seorang tukang tambal ban, tentu saja penghasilannya pas pasan. Saya jarang mendapat uang jajan, yang ada adalah uang saku saat sekolah.

Karena saya tidak pernah sarapan, uang saku tersebut habis untuk jajan di sekolah. Kalau ada uang tersisa, memang sengaja saya hemat untuk disimpan. 

Sejak SMP saya suka memancing. Lokasinya beberapa kilometer dari rumah yaitu di kali Tuntang atau di Rawa Pening. Jika memancing, saya butuh dana transport dan menyewa perahu. Uang saku yang saya simpan, memang digunakan untuk keperluan itu. 

Kondisinya bertahun tahun seperti itu, saya menjadi salah satu anak muda bukan perokok di teman teman sepergaulan. Karena terbiasa, saya kemudian enjoy enjoy saja tanpa merokok. 

Saat itu saya tidak berpikir tidak merokok karena alasan kesehatan. Saya tidak merokok karena tidak punya uang.

Walaupun teman teman banyak yang menawari gratis, saya tetap tidak mau. Pikiran saya waktu itu, jika saya ketagihan, darimana saya mendapatkan uang untuk membeli rokok? Daripada untuk membeli rokok, lebih baik uang yang ada untuk pergi memancing saja. 

Tibalah waktu saya sudah bekerja. Lingkungan kerja masih tetap banyak perokoknya. Kalau yang ini lebih parah lagi, selain merokok, ada minuman karas yang dikonsumsi. 

Waktu itu selepas kuliah saya kerja di sebuah hotel di Bali, tinggalnya tepat di depan Legian Plaza. Bergaul dengan banyak teman teman dari orang lokal sampai turis mancanegara adalah dunia baru saya. 

Jaman tahun 90an, pariwisata di Bali masih longgar peraturannya. Banyak turis berjemur dipantai hanya memakai celana dalam saja. Pergaulanpun masih bebas. Merokok, mabuk mabukan, seks bebas banyak terjadi disana. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun