"Si Cepat yang Bikin Pusing: Cerita WHOOSH dan Utang yang (Nyaris) Setinggi Gunung"
Bayangkan jika Anda punya tetangga yang beli mobil listrik super cepat. Dia pamer brosur, janji "hemat BBM, zaman modern, gak ketinggalan kereta!" Tapi beli nya nyicil. Setiap bulan, Anda selalu dengar keluh kesahnya : "Duh, gaji bulan ini habis buat bayar angsuran, padahal butuh buat bayar listrik dan beli beras." Kira-kira begitu lah gambaran sederhana dari proyek Kereta Cepat WHOOSH (We Offer One Soulmate for Harmony? Eh, salah. Itu mah di film. Yang benernya katanya sih (Waktu Hemat, Operasi Optimal, Sistem Hebat).
Jokowi, yang katanya disebut sebagai  "Bapak Pembangunan", punya mimpi besar. Daripada macet di tol Cipularang bikin stress, mending kita naik kereta yang super cepat. Kalo warga mau jalan jalan ke Jakarta-Bandung butuh waktu cuma 45 menit! Busyeeet! Cuma lebih cepat dari waktu Anda cari parkir di mall saat weekend atau waktu ngantri ada pembagian sembako. Tapi, masalahnya, kereta cepat itu ibarat kita punya  pacar yang class maintenance. Banyak pengeluaran untuk ke salon, fitness shoping barang baramg mewah dan branded dan lain lain. Gak murah! Proyek ini awalnya ditaksir butuh sekitar Rp 66 triliun (versi 2015). Tapi, kayak orang mau renovasi rumah, pasti ada saja biaya tambahan yang muncul. Akhirnya, membengkak jadi sekitar Rp 113 triliun!
Nah, di sinilah ceritanya mulai seru. Biaya membengkak, jadwal molor. Lalu, pemerintah (lewat PT KAI) harus masuk kamar mandi, ambil uang tabungan negara (APBN), buat nyuntik proyek ini. Dana APBN yang dipakai sekitar Rp 51 triliun untuk menutupi kekurangan biaya konstruksi. Ini uang kita, uang rakyat, yang mestinya bisa buat bangun sekolah, puskesmas, atau kasih subsidi pupuk.
"Lho, bukannya ini kerja sama dengan China? Harusnya mereka yang bayar lebih?" batin Anda. Iya, betul. Konsorsium Indonesia-China, PT KCIC. Tapi, skemanya bukan bagi hasil gratis. Ada utang. Pemerintah Indonesia jamin sebagian utang proyek ini. Jadi, kalau KCIC kesulitan bayar, nah... kita yang kena batunya. Hutangnya gak sedikit. Per Maret 2024, nilai pokok utang proyek KCIC yang dijamin pemerintah itu sekitar USD 1.2 miliar (sekitar Rp 18.8 triliun, kurs Rp 15.700). Ini baru yang dijamin loh, belum lagi yang lain-lain.
Sekarang, WHOOSH sudah beroperasi. Penumpang? Lumayan, tapi belum bisa "ngebut" bayar utang. Tiketnya memang mahal untuk kantong rata-rata. Rp 150 ribu - Rp 350 ribu. Dibilang sepi? Enggak juga. Tapi cukupkah buat nutup biaya operasional plus bayar utang? Saat ini, belum. Ibaratnya, penghasilan dari jualan gorengan belum cukup buat bayar cicilan mobil Ferrari.
Anekdot Si Ojek Online yang Bijak
Suatu hari, saya ngobrol dengan seorang tukang ojek online di halte kereta. "Udah coba naik WHOOSH, Bang?" tanya saya. Dia cengengesan. "Aduh, Mas, itu mah buat para bos. Saya mah mending ngeojek aja. Cepet juga kalau gak macet. Lagian, uangnya buat bayar hutang negara itu kan dari pajak saya juga, ya kan? Sedikit-sedikit, lama-lama jadi bukit."
Dia lanjut, "Gini lho, Mas. Kalau saya minjem duit buat beli motor baru buat ngeojek, ya saya pastikan dulu orderannya banyak. Jangan sampe motor udah bagus, tapi sepi order, malah pusing mikirin cicilan." Nah, dari mulut babeh ojek online itu ada kebijaksanaannya. Intinya: Jangan sampai aset yang kita bangun malah jadi beban keuangan yang memberatkan.
Coba mari kita main teka teki finansial Fakta-fakta yang Bikin Mata Berkedip (Karena Heran) mengenai soal hutang tersebut :
- Total investasi Kereta Cepat Jakarta-Bandung: Rp 113 triliun
- Komposisi pembiayaan: 75% dari pinjaman China, 25% dari modal sendiri
- Konsorsium Indonesia memegang 60% saham, China 40%
Yang Bikin Garuk-garuk Kepala:
- APBN harus masuk untuk bayar kekurangan pembayaran (shortfall) karena pendapatan operasional belum cukup nutupi cicilan hutang
- Tahun 2024, pemerintah mengalokakan Rp 3,17 triliun untuk menutupi shortfall pembayaran hutang
- Tarif tiket Whoosh termurah Rp 150.000 (masih lebih mahal dari BBM buat PP Jakarta-Bandung)