Mohon tunggu...
Sri Endah Mufidah
Sri Endah Mufidah Mohon Tunggu... Guru - Guru PAI di Pemkab Blitar

Menyukai dunia pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Jatuh Bangun Membangun Usaha Rumahan

8 Agustus 2021   14:02 Diperbarui: 8 Agustus 2021   14:35 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pandemi covid 19 memberikan banyak dampak bagi seluruh masyarakat di wilayah negeri ini. Banyak sektor yang terdampak, mulai sektor ekonomi, sosial, keagamaan, pendidikan, budaya, kesehatan, adat istiadat dan sebagainya.

Dampak dalam sektor ekonomi, menyebabkan banyak usaha yang gulung tikar karena akibat penerapan Pemberlakuan  Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Jam malam yang dibatasi maksimal pukul delapan serta peraturan untuk take away (beli dibungkus untuk dibawa pulang)membuat masyarakat malas untuk membeli makanan di warung.

Tuntutan  untuk banyak berada di rumah dan membatasi diri untuk keluar rumah kecuali ada hal penting yang harus dikerjakan, membuat banyak orang berusaha untuk tetap berpenghasilan meskipun hanya berada di rumah, karena akan memiliki banyak waktu luang.

Memulai usaha di rumah adalah sesuatu yang ideal untuk kita kembangkan. Akan tetapi bukan hal yang mudah dikerjakan, karena pasti banyak halangan dan hambatan, baik faktor, intern (pribadi manusianya) maupun ekstern seperti lingkungan yang kurang mendukung, faktor permodalan dan lain-lain.

Saya pernah membuat usaha  dibidang peternakan. Dalam hal ini beternak ulat hongkong yang saya kembangkan. Mulai dari membuat kotak kayu sebagai tempat pengembangbiakan ulat, membeli mesin untuk mencampur makanan dan menyiapkan beberapa ruangan untuk tempat budi daya. Ruangan yang digunakan harus ruangan yang yang tertutup untuk menghindari ada binatang liar yang masuk. 

Pada awalnya, antara harga ulat hasil panen yang siap jual dengan harga pakan yang harus dibeli untuk makanannya, bisa balancing (seimbang). Harga ulat perkilo waktu itu tembus lima puluh ribu rupiah kadang lebih, sedang untuk harga pollard (katul gandum)sebagai makanan pokok ulat Rp 215.000 per lima puluh kilo. 

Akan tetapi, dalam masa pandemi ini, harga ulat siap panen hanya kisaran Rp, 12.000,- perkilo sementara harga pollard tidak kunjung turun. Sehingga, antara income (pemasukan) dan pengeluaran sangat tidak sesuai. 

Gulung tikarlah kami jadinya. Karena, disamping harga ulat yang relatif rendah, kami masih harus membeli makanan pendamping selain pollard antara lain, pepaya dan gamblong (ampas tahu). 

Konon, yang menyebabkan anjloknya harga ulat adalah, sulitnya akses ke luar daerah karena pemberlakuan kegiatan masyarakat serta di cegatnya diberbagai akses jalan, sehingga, konsumen tidak bisa menjual ke luar daerah, padahal pasar yang paling ramai adalah jawa tengah dan jawa barat.

Dokpri
Dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun