Mohon tunggu...
Srielen Pomulu
Srielen Pomulu Mohon Tunggu... Penulis - Habis Tinta

Biodata Pribadi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kaderisasi Ditunggangi

20 Oktober 2020   20:21 Diperbarui: 20 Oktober 2020   21:51 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kak, kenal ngak sama senior yang ini?
Senior yang ini perhatian banget loh kak.
Kak, senior yang ini orangnya gimana?
Baik, ngak?
Kak, saya ditawarkan oleh senior ini untuk ditemani saat mengurus urusan kampus dan tugas.
Kak, saya ditawarkan buku dan diajak diskusi berdua sambil ngopi.


Akhir-akhir ini saya selalu diserbu oleh pertanyaan-pernyataan seperti di atas oleh para mahasiswa baru yang selesai mengikuti program perekrutan anggota baru di organisasi yang saya ikuti. Bukan suatu yang mengagetkan lagi untuk saya mendapati hal semacam ini.

Program merekrut anggota baru setiap tahunnya di organisasi kemahasiswaan adalah hal wajib demi keberlangsungan organisasi, karena kaderisasi adalah ruh organisasi. Yah saya membenarkan itu.

Pola-pola kaderisasi dari pra, hingga pasca perekrutan adalah hal yang sangat penting untuk membuat anggota baru bergabung dan bertahan di organisasi, guna menciptakan regenerasi yang bisa melanjutkan organisasi tersebut.

Pertanyaan selanjutnya, salahkah jika para senior melakukan pendekatan secara emosional dengan cara-cara seperti yang sudah saya tuliskan di awal? Tentu jawabannya tidak dong. Melakukan pendekatan emosional dengan hal-hal kecil yang terkesan remeh-temeh di ruang-ruang informal sangat efektif untuk membuat anggota baru merasa nyaman.

Hal yang ingin saya sampaikan adalah: Jangan sampai mengkambing-hitamkan Kaderisasi sebagai tunggangan memuluskan urusan romantisme.
Tentu sahabat-sahabat saya yang lain menanyakan dasar kenapa saya menulis soal ini, seperti tidak percaya pada pengurus yang lain saja. Yah, tulisan ini pasti akan diinterupsi dengan pertanyaan-pernyataan seperti ini.

Mari kita amati dengan seksama, apakah betul hal-hal yang demikian dilakukan murni untuk kepentingan organisasi? Jawabannya belum tentu. Kenapa demikian? Karena bisa kita lihat dari perbedaan perlakuan kepada anggota satu dengan anggota lainnya. Jika benar untuk kepentingan organisasi, kenapa yang diperhatikan hanya anggota putri saja? Kita lebih kerucutkan lagi, kenapa yang diperhatikan hanya yang mempunyai fisik yang terbilang cantik menurut standar kapitalis; putih, langsing mulus, dll. Kita lebih kerucutkan lagi, kenapa yang diperhatikan malahan bukan anggota yang satu fakultas atau biasa kita sebut rayon?
Jangan-jangan... hmm.

Silahkan disimpulkan sendiri kenapa saya berasumsi ada yang memanfaatkan kaderisasi sebagai tunggangan romantisme.

Tiga tahun menetap dan berproses di satu organisasi, setidaknya membuat saya paham bagaimana tipologi para senior saat melakukan pendampingan pra dan pasca perekrutan. Ada yang betul-betul hadir untuk mengawal, ada yang hanya hadir untuk meramaikan, dan ada yang hadir untuk mengubah status dari jomblo menjadi berpacaran.

Tentukan sendiri kalian masuk tipologi yang mana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun