Mohon tunggu...
SRI AULIA DHARMAYANTI
SRI AULIA DHARMAYANTI Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Saya menyukai hobi memasak dan bermain sepak bola. Saya sangat mencintai kucing-kucing dan sering menikmati waktu sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Laut China Selatan: "Kuburan Tanpa Dasar" Kedaulatan Indonesia?

25 Mei 2024   02:32 Diperbarui: 25 Mei 2024   02:33 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keindahan Salah Satu Sudut Pulau Natuna, Laut China Selatan (Sumber: disparbud.natunakab.go.id)

Dalam catatan sejarah, khususnya konflik panjang yang hadir di wacana pasang-surut perebutan wilayah kemaritiman Laut China Selatan, RRT (Republik Rakyat Tiongkok) menempati posisi paling atas sebagai tokoh sentral. Dibarengi Brunei Darussalam, Taiwan, Malaysia, Vietnam, Filipina, sebagai peran-peran pendukung konfrontasi. 

Sedang Indonesia tersendiri terkait dalam hal ini--berdasarkan aspek kualifikasi dan indikasi dari bundaran kisah pertikaian--nahasnya, mendapatkan peran utama namun sebagai tokoh yang tertindas meski rada halus dalam konteks pertahanan penuh keterpaksaan sebab pengekangan tidak berdasar hukum-hukum yang jelas. Seperti membuang-buang waktu, Indonesia tetap harus meladeni setiap rincian persoalan yang menghadapkan NKRI sebagai tergugat luar persidangan. 

Mau tak mau, dominasi hukum alam yang notabennya liar bahkan nyaris tanpa obsesi adu pendapat, menggiring Indonesia kepada rumitnya titik penyelesaian setelah terjebak secara sadar berabad-abad sejak kisah para pejuang negeri Merah Putih baru saja mengumandangkan kemerdekaan bangsa. Konflik kemaritiman NKRI-RRT menambah pekerjaan rumah bagi negara Indonesia tersendiri yang bahkan belum berlabel maju ini. Entitasnya, permasalahan demi permasalahan yang hadir mempersulit kemajuan negeri.

Sebut saja pembentukan peta perairan sepihak oleh RRT (1947) dan ketetapan UNCLOS (1982) perihal batas-batas kemaritiman yang dibantah mentah oleh pihak RRT pula. Dari sejumlah konflik antara Indonesia dan RRT (Republik Rakyat Tiongkok)--termasuk yang tidak disebutkan di atas--umumnya aksi-aksi yang demikian itu telah mencederai hukum internasional, melukai hak-hak kebebasan, mematikan kedaulatan secara perlahan. 

Ada yang hanya sebuah kode, transparan memicu bom waktu, juga tak jarang menghadirkan perselisihan argumen maupun agresi militer. Namun, hal-hal demikian memiliki satu buah kesamaan konsep terukur; pengklaiman sepihak atas keyakinan personal berlatar belakang pertahanan kawasan kemaritiman. 


Singkatnya, kita ditawarkan gaya dan watak penokohan RRT yang tergambarkan sebagai negara prominen berani dan kuat serta memiliki kedisiplinan tinggi dalam pengelolaan sistem ketatanegaraan. Akan tetapi, sifat minim menghargai terhadap negara lain--semisal konflik maritim dengan Indonesia yang tengah dibahas ini--menjadikan wajah gagah RRT tercoreng topeng ketamakan yang lama-kelamaan melekat, berubah ke arah karakter dan kebiasaan berkelanjutan. Yang entah mengapa, konsep pemerintahan RRT semacam ini justru diadopsi dan dipelihara.

Semesta Laut China Selatan telah menghadirkan RRT sebagai tokoh utama yang penuh ambisi dengan berbagai problematika yang mengelilingi--baik sebab maupun akibat dari uji konflik beralas daya tahan jati diri negeri. Di tulisan ini, kita akan mengulik lebih spesifik tentang bagaimana selisih bermajas elipsis Tiongkok dengan Indonesia secara personal hingga mengarahkan LCS kepada wacana kuburan tanpa dasar atas kedaulatan NKRI.

Merujuk pada konflik, sebelum membahasnya lebih jauh, adapun kita perlu menyelidiki bagaimana struktur naratif genetika Laut China Selatan dan elemen unggul yang disuguhkannya sehingga memicu perebutan antarnegara. Karena pada hakikatnya, setiap aspek yang terletak pada bagian inti, biasanya memiliki nilai lebih dari sekelilingnya. Untuk melacak detail keistimewaan tersebut, kita butuh dukungan dari catatan berkerak sejarah segala lini yang memadai. Sebab sebaiknya kita tidak melihat berdasarkan argumen sepihak, wacana--sebuah persoalan lebih-lebihnya--tidak hadir secara kebetulan apalagi serampangan.

Ilustrasi Kapal Berlayar di Laut China Selatan (Sumber: Thomas_Wolter/pixabay.com)
Ilustrasi Kapal Berlayar di Laut China Selatan (Sumber: Thomas_Wolter/pixabay.com)

Perkenalan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun