"Semua manusia normal mempunyai ketakutan," gumam Inala dalam hati sambil menuliskan kalimat sakti itu dalam lembar buku hariannya. Dipandanginya tulisan tangannya yang indah sambil memainkan pulpen dan menggigit ujungnya dengan gemas. Dia sedang berusaha menuliskan sebuah kalimat motivasi di dalam buku hariannya yang telah dianggap sebagai teman curhat paling mengerti. Ketakutan memang sangat lazim menimpa manusia namun tidak semua orang takut harus naik ke meja makan sambil berteriak mirip Mick Jagger- The Rolling Stone yang sedang konser. Â Hal ini dilakukan setiap kali Inala melihat makhluk berbulu abu-abu belang bonteng dan berekor panjang berada di dekatnya.
Itulah insiden yang terjadi pagi ini, hari Jumat Kliwon tepat jam 06.30 saat aktivitas kota sedang menggeliat. Inala yang baru selesai menyeduh teh manis, melihat seekor tikus melintas santai di bawah meja dapur. Ketakutan hebat menyebabkan teh tertumpah, mug kesayangannya pecah, dan dirinya yang sangat feminin di kantor---berubah menjadi pemain akrobat dadakan di atas meja makan.
"Bundaaaaa.... ada tikus...aaaargggggghhhh...."
Bunda Inala muncul dari dalam kamar dengan rambut acak-acakan dan bermuka bantal. Dia memperbaiki dasternya yang berantakan. Jantungnya nyaris copot mendengar teriakan panik putri semata wayangnya dibarengi suara sesuatu yang pecah.
"Inala, itu cuma seekor tikus, bukan anjing gila," gerutu Bunda yang kesal karena tidur nyenyaknya terganggu.
"Buatku, keduanya sama-sama sangat mengerikan," terdengar ketus suara Inala. Dia kurang senang disalahkan karena ketakutan pada makluk menjijikkan tersebut. Sang Bunda menghela napas dan menyapu lantai dengan gerakan lambat. Perempuan itu menahu benar karena sudah terlalu sering menghadapi kejadian begini. Tikus biang kerok sudah kabur entah ke mana. Namun di dalam benak Inala, bayangan tikus masih melekat erat seperti trauma masa kecilnya. Perlahan dia turun dari meja makan. Kaki jenjangnya sibuk mencari sendal tidurnya yang terlempar entah kemana.
Semuanya drama ini bermula dari masa kecil Inala.
Saat Inala berusia lima tahun, Â dia pernah terkurung tanpa sengaja di dalam kamar mandi karena anak kuncinya tiba-tiba patah. Inala berada di situ selama dua jam bersama seekor tikus. Dia tidak menahu bagaimana tikus tersebut dapat masuk ke dalam kamar mandi saat dia juga terkurung di situ. Hewan pengerat berbadan belang bonteng dengan ekor menjijikkan menatapnya dari pojok ruangan yang nyaman. Tikus itu memang terlihat diam di tempatnya, namun Inala kecil menganggap seolah mata makluk itu mengancam dan giginya dalam posisi siap menggigit. Bulu sang tikus begitu banyak, kaku dan mengerikan. Inala menjerit tanpa henti sampai Bibi dan Pak Kebon datang mendobrak pintu kamar mandi.
Sejak kejadian tersebut, kehidupan Inala terbagi dua menjadi daerah aman dan sisanya berpotensi bertemu tikus. Kehidupannya berubah drastis menjadi permainan bertahan hidup menghadapi tikus. Dia selalu berusaha menghindari kemungkinan bertemu dengan tikus dimanapun berada.
Saat ini Inala kecil telah menjelma menjadi seorang perempuan berumur 30 tahun, suatu umur yang matang untuk perempuan dewasa. Dia masih tinggal bersama sang Bunda karena belum cukup keberaniannya memulai hidup mandiri di tempat baru. Dia harus memastikan bahwa rumah baru yang bakal ditempatinya untuk hidup mandiri bebas total dari kehadiran makluk pengerat. Inala bekerja sebagai Sekretaris seorang Direktur sebuah perusahaan besar. Â Di lingkungan kerjanya, Inala dikenal ramah dan mempunyai banyak teman-teman menyenangkan. Dia sangat profesional dalam mengendalikan perilaku hidupnya kecuali saat bertemu dengan tikus.