Kita tahu berama bahwa dunia Pendidikan sangat kompleks, penting dan rentan terhadap banyak hal. Karena tidak hanya bertaut dengan obyek mati seperti Gedung sekolah, ruangan lab atau buku dan kurikulum saja, tapi Pendidikan mencakup subyek yaitu pengajar dan anak didik beserta segala komponen penunjangnya.Â
Sehingga jika satu hal terganggu maka hasil Pendidikan tidak akan maksimal.
Namun Pendidikan juga menawarkan solusi, karena sebenarnya jika semua pihak berkeinginan keras untuk menuntaskannya maka akan menjadi lebih baik. Kekerasan seksual termasuk pelecehan seksual di kampus dan sekolah misalnya.
 Persoalan ini sudah lama berlangsung namun selalu mentok di komisi etik sekolah atau universitas, tanpa ada penyelesaian yang komprehensif sehingga sering tidak menimbulkan efek jera.Â
Korban yang biasanya adalah mahasiswa atau siswa berjatuhan dan pelaku yang terutama adalah tenaga pengajar masih bebas berkeliaran.
Lalu Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi mengeluarkan Permen no 30 /2022 beberapa bulan lalu soal pelecehan seksual di lingkup Pendidikan yang mengarah pada solusi dan payung hukum bagi korban untuk tidak takut melaporkan ke berwajib jika ada pelecehan atau kekerasan seksual .Â
Beberapa tenaga pendidik sudah diproses hukum atas beberapa kasus seksual. Bisa dilihat disini, bahwa pemerintah serius akan hal ini.
Hal lain yang juga perlu mendapat perhatian di lingkup Pendidikan adalah intoleransi dan perundungan (bully) yang juga marak di dunia Pendidikan.Â
Akhir tahun lalu, Nadiem Anwar Makarim sebagai Menteri mengatakan bahwa dia berkomitmen bahwa segala bentuk intoleransi tidak akan dibiarkan terjadi dalam sistem Pendidikan di Indonesia.Â
Intoleransi menurutnya adalah ekosistem yang tidak kondusif dan negative bagi dunia pendidikan Indonesia sehingga tidak boleh dibiarkan ada di lingkungan Pendidikan.