Mohon tunggu...
sri nuraini
sri nuraini Mohon Tunggu... Hoteliers - swasta

seorang yang gemar snorkeling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kesadaran Tolak Radikalisme Sejak Dini

6 Juni 2022   15:27 Diperbarui: 6 Juni 2022   15:29 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa tahun lalu ada kasus serombongan remaja di Lampung , sebagian masih dibawah umur yang terlibat perdagangan senjata dalam lingkup komunitas terorisme. Mereka berkilah saat terjadi latihan (menggunakan senjata) mereka tidak tahu apa-apa soal  jika komunitas yang mereka ikuti itu adalah kelompok radikal dan menjurus ke terorisme.

Agak sulit untuk tidak tahu apa padahal mereka memakai senajata dalam latihan itu. Sekiranya tidak tahu apa-apa tapi sebenarnya mereka sadar dengan apa yang mereka lakukan. Artinya pula mereka setuju dengan ideologi para pengajak untuk melakukannya. Dan proses seperti itu tidak sebentar. Butuh waktu yang agak lama sampai mereka sadar bahwa mereka "kemasukan" faham radikal dan dimanfaatkan oleh para pengajak.

Kesadaran bahwa mereka masuk ke aliran radikal sebenarnya juga bisa dirasakan di sebuah keluarga. Kita ambil contoh keluarga Dita di Surabaya yang menjadi pelaku pengeboman atas tiga gereja pada waktu yang nyaris bersamaan. Keluarga Dita memencar menjadi tiga sang istri dengan dua anak perempuannya di GKI, dua anak lelakinya yang beranjak remaja mengebom gereja Katolik di Ngagel, dan Dita sendiri mengebom gereja Pentakosta di jl Arjuna.

Ada kesaksian penjaga masjid pagi itu beberapa jam sebelum kejadian tepat saat mereka melakukan salat subuh di masjid. Penjaga masjid menceritakan bahwa anak laki-laki kedua pada keluarga itu sempat menangis tanpa bersuara saat melakukan salat subuh. Sesenggukan anak laki-lakinya dibalas Dita dengan pelukan dan ucapan "tolong diiklaskan"

Ucapan ini sangat berarti bagi penyidik dan kita semua, bahwa sebenarnya sang anak kedua ini mungkin tidak terlalu setuju dengan anjaran radikal dari ayahnya snediri, yang berkeputusan bahwa mereka harus mengebom hari itu. Ketikdasetujuan itu sebagian mungkin terungkap dengan tangisan , namun dia tidk berdaya terhadap ajaran orangtuanya yang radikal dalam menganut agama.

Ini bisa menjadi pembelajaran kita semua bahwa  bagaimanapun radikal adalah penafsiran salah dalam agama (agama apapun itu) , dan seharusnya kita punya feeling sejak dini untuk menolak ajaran itu. Dan jika berdaya, tinggalkan mereka dan kembali pada ajaran agama yang benar.

Zaman sekarang ajaran radikal dalam agama banyak "bajunya". Ada Hizbut Tahrir yang sudah dilarang itu, ada FPI yang sudah dibekukan itu dan kini  ada Khilafatul Muslimin.

Jangan menyempatkan diri bersimpati dengan ajaran ini namun tolaklah sejak awal sebisa mungkin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun