Mohon tunggu...
Lardianto Budhi
Lardianto Budhi Mohon Tunggu... Guru - Menulis itu Membahagiakan

Guru yang suka menulis,buat film,dan bermain gamelan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajarlah Terus sampai Merasa Bodoh, Sebuah Refleksi terhadap Hari Pendidikan Nasional

2 Mei 2019   21:03 Diperbarui: 2 Mei 2019   21:17 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mengamati lingkungan sekitar tempat berdirinya museum yang berada dipinggir kali (kawasan lembah bengawan Solo) dengan memanfatkan tanah miring untuk 'nekat' mendirikan bangunan-bangunan penting, iseng-iseng dalam hati bertanya, "hla iya.., kok bisa, mbah Koenigswald dan mbah Dubois dulu blusukan sampai daerah terpencil seperti ini, ya?". 

Fosil Homo Erectus yang ditemukannya menjadi turning point bagi dunia ilmu pengetahuan dalam ijtihad untuk menelusuri dan menemukan sejarah manusia di dunia. Dari daerah kecil nan terpencil inilah jejak sejarah purba sejak 2 juta tahun yang lalu mulai menemukan titik terang. Solo, Sragen, Ngawi, Ponorogo, Mojokerto, Pacitan, Tulungagung adalah kawasan yang penuh dengan peninggalan penting bernilai arkeologis. Jejak keberadaan manusia purba kemudian bisa dilacak dengan sistematis dari daerah terpencil ini. 

Meskipun Homo Habilis disebut sebagai spesies dari jenis Homo yang pertama kali muncul di dunia, tapi Homo Erectus dari Sangiran inilah yang menurut banyak catatan sejarah dikenal sebagai spesies yang melanglang buana dan menyebar ke berbagai penjuru dunia.

Ini adalah bagian dari sejarah yang masih selalu terbuka kemungkinan berubah, bergeser, bertambah dan berganti seiring dengan penemuan bukti-bukti baru dikemudian hari. Tapi yang pasti, dari daerah kecil kecamatan Sangiran inilah dunia melihat adanya satu mata rantai penting dalam sejarah munculnya manusia sejak jaman pleistosen. Tesis Charles Darwin yang menyebutkan bahwa kera sebagai nenek moyang manusia menemukan titik terang, namun sekaligus melahirkan polemik kembali. 

Tapi, terlepas dari semua hal mengenai perdebatan asal-usul manusia, Pithecanthropus Erectus yang ditemukan oleh Von Koenigswald dan penemuan Eugene Dubois di Trinil menisbatkan bahwa di lembah Sungai Bengawan Solo lah peradaban awal manusia ditemukan. Di museum Sangiran pula saya melihat berbagai macam peralatan penunjang kehidupan yang dibuat dari batu, sesuatu yang selama ini hanya bisa saya baca di bukui-buku sejarah diruang-ruang kelas.

Dalam konteks waktu pada jaman itu, saya menganggap bahwa masyarakat Homo Erectus yang tinggal dipinggir Bengawan Solo itu memperlihatkan fase awal sebuah kecerdasan masyarakat dan manusia telah mulai dikonstruksikan. Merujuk pada temuan-temuan sejarah tersebut menunjukkan bahwa masyarakat yang tinggal disepanjang wilayah yang dulu dikenal dengan Nusantara ini adalah pemilik gen peradaban manusia tertua. 

Lalu, apa istimewanya jika nenek moyang kita adalah benar pemilik sejarah peradaban paling purba ? pertanyaan seperti ini saya jawab dengan pertanyaan pula, " kira-kira, apa alasan Tuhan menurunkan kehidupan awal manusia di sini? Tidak mungkin Tuhan mengambil keputusan yang tidak memiliki pertimbangan ilmu didalamnya, bukan ?". 

Ternyata semakin kita mencari tahu, semakin banyak kita belajar, hal itu akan menuntun kita terhadap pemahaman bahwa ternyata kita tidak tahu, demikian kata Voltaire. 

Maka, barangsiapa belajar, sesungguhnya ia sedang membangun kerendahhatian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun