Mohon tunggu...
Sopyan Maolana Kosasih
Sopyan Maolana Kosasih Mohon Tunggu... -

Saya adalah guru PKn di SMP Negeri 3 Bogor.\r\nSaya juga senang beraktifitas diberbagai kegiatan sosial yang terkait dengan pendidikan dan pelayanan masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tragedi Demokrasi Demi BBM (Keajaiban Atas Nama Rakyat)

23 Juni 2013   07:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:34 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[1]

(Tulisan ini bukanlah tulisan ilmiah tetapi sebuah analisa suka-suka)

Ketuk palu sidang usai voting mengenai APBNP 2013 seolah menyeret luka yang dalam bagi masyarakat. Pedih perih mengiris nurani bangsa yang saat ini sedang berjuang untuk membangun kepercayaan kepada penguasa yang sampai 68 tahun merdeka ternyata tidak kunjung memberikan sejatinya makna nyata kemerdekaan. Aset sumber daya alam dan mineral yang selama 360 tahun diangkut secara masif oleh Belanda ditambah 3.5 tahun digerus oleh Jepang adalah sebuah mimpi dari kata kesejahteraan bersama, keadilan sosial, dan kejayaan bangsa kini menjadi lenyap. Bagai pepatah “ayam mati di lumbung padi”. Salah siapa?

Negara ini dibangun penuh mimpi kesejahteraan dan keadilan, berbagai tragedi terus berjalan menjadi sebuah proses pendewasaan. Namun sampai hari ini yang terjadi secara kasat mata adalah berbagai pemberangusan atasnama demokrasi. Tirani mayoritas menjadi lelucon memuakkan dan menyakiti hati Aristoteles sang pujangga demokrasi. Bahkan slogan yang sering diagungkan yang awalnya dikemukakan oleh Abraham Lincoln “dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat” kini terbang musnah entah kemana. Kita bisa melihatnya kasat mata kalau demokrasi di Indonesia “entah dari siapa, entah oleh siapa, dan entah untuk siapa?”

Betapa mengerikannya ketika sidang paripurna berlangsung, semua fraksi dengan lantang mengatasnamakan rakyat. Fraksi-fraksi oposisi +PKS bahkan fraksi yang tergabung dalam SETGAB dengan bangga mengatakan bahwa suara partai adalah suara rakyat. Rakyat Siapa dan rakyat yang mana, Bung?

Kepatuhan terhadap fraksi adalah gambaran kalau demokrasi yang terjadi adalah demokrasi pemilik modal. Jangan-jangan suara yang mereka dendangkan selama ini adalah rakyat yang bernama pemilik modal dan orang-orang yang memiliki dana lebih untuk urusan kongkalingkong kepentingan. Ah ini seperti kentut saja kebobrokan parlemen dan pemerintah di Indonesia. Tidak terlihat wujudnya tetapi busuknya menyebar se-nusantara.

Hal yang paling mengherankan buat saya adalah ketidakberdayaan pemerintah dalam mencari solusi untuk tidak membebani rakyat. Kemajuan ekonomi masyarakat ternyata dijadikan alasan untuk terus digerus oleh pemborosan anggaran yang jor-joran. Celakanya anggaran yang jor-joran itu tidak berdampak signifikan terhadap pelayanan masyarakat. Angka yang jorjoran malah habis oleh belanja negara sedangkan pelayanan fasilitas kepada masyarakat masih buruk dan memprihatinkan. Kita bisa melihat, sekolah masih banyak yang bobrok, anak miskin tidak sekolah, anak berkebutuhan khusus masih wacana. Pelayanan kesehatan makin menggila, harga obat tidak terjangkau, bahkan segala macam layanan yang ada justru menjadi anomali dengan kemunculan dukun yang semakin merajalela.

Presiden adalah orang yang dipilih oleh rakyat melalui kontrak sosial yang bernama PILPRES dan siapapun yang terpilih harus menjabat harus bertanggungjawab untuk menyejahterakan rakyat bagaimanapun caranya jangan sampai beban rakyat bertambah. Untuk itulah sang presiden dan segala aparatnya disediakan rumah dinas yang megah, gaji yang tinggi, serta aneka tunjangan. Untuk membantu memikirkannya maka diberikan staf yang bergaji tinggi, ditambah pula legislator yang semua potensi ini untuk memikirkan rakyat.

Namun apa jadinya? Kini kekayaan alam sedikit demi sedikit menghilang terjual dan tergadai hanya demi keuntungan seseorang, kelompok, atau partai. Lagi-lagi ini hanya teori kentut!

Analisis rakyat sudah banyak yang mampu karena kendaraan bermotor semakin banyak adalah anasisa idiot. Mereka beli kendaraan bermotor karena mereka berhitung jika beli kendaraan sendiri bisa berhemat banyak daripada naik angkutan umum. Ini adalah dampak dari pemerintah yang abai membuat angkutan umum yang murah meriah.  Tapi entahlah...

It’s all about idiot's government?

[1] Ditulis oleh Sopyan Maolana Kosasih: Pengamat dan Pemimpi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun