Kabupaten Pati di Jawa Tengah dikenal sebagai salah satu daerah agraris yang kuat memegang tradisi sedekah bumi yaitu ritual ungkapan rasa syukur masyarakat terhadap alam atas hasil panen yang melimpah.  Dalam perhelatan sedekah bumi itu, salah satu sajian seni yang selalu dinantikan adalah pertunjukan ketoprak  seni sandiwara tradisional Jawa yang dipentaskan untuk menghibur, menyampaikan kritik sosial, sekaligus memperkuat ikatan komunitas.
Asal-usul Sedekah Bumi di Pati
Sedekah bumi, yang juga dikenal sebagai "kabumi" di beberapa tempat di Pati, muncul dari keyakinan bahwa manusia tidak boleh mengekploitasi alam semata, melainkan harus memberikan penghormatan dan rasa terima kasih melalui ritual bersama. Â Setiap desa atau kampung di Pati memiliki pemilihan waktu masing-masing, biasanya pada bulan Apit dalam kalender Jawa atau setelah panen raya, tergantung keputusan tokoh adat dan masyarakat setempat.
Proses sedekah bumi meliputi sejumlah ritual adat seperti doa bersama (selametan), pengajian, kirab gunungan, dan persebaran berkah kepada warga. Â Pada hari puncak, masyarakat membawa ambengan (paket berisi hasil bumi, nasi, lauk, jajanan) dan gunungan hasil pertanian untuk dikirab keliling desa. Â Setelah itu, warga saling berebut nasi berkah atau hasil bumi sebagai simbol berkah dan kebersamaan.
Fungsi Sosial dan Budaya Ketoprak dalam Sedekah Bumi
Dalam banyak desa di Pati, pertunjukan ketoprak menjadi bagian tak terpisahkan dari rangkaian acara sedekah bumi. Â Misalnya, di Desa Bumiayu, pertunjukan Sandiworo Ketoprak Cahyo Mudho dari Juwana tampil pada malam puncak sedekah bumi. Â Ketoprak dimainkan secara tradisional: lakon-lakon klasik atau lokal, diiringi gamelan, tari, tembang, dan seringkali diselingi humor khas dialek Pati (dagelan).
Pertunjukan ketoprak dalam konteks sedekah bumi memiliki beberapa fungsi kultural dan sosial:
1. Â Â Hiburan sekaligus edukasi
Ketoprak tidak sekadar menghibur, tetapi sering menyisipkan kritik sosial, pesan moral, dan cerminan kondisi masyarakat. Dalam pementasannya, lakon-lakon seperti Mendut Boyong, Geger Pati Pesantenan, atau konflik lokal dijadikan bahan pertunjukan dengan balutan humor khas Pati.
2. Penguat identitas budaya lokal
Ketoprak yang dimainkan dalam sedekah bumi memakai dialek Pati, karakter lokal, dan unsur lokal lainnya untuk memperkuat identitas budaya Pati di tengah modernisasi.
3. Mediatori antara ritual spiritual dan kebutuhan sosial
Karena sedekah bumi bersifat keagamaan sekaligus sosial, ketoprak menjadi jembatan yang membuat acara menjadi meriah dan menarik warga semua kalangan. Ketoprak menarik penonton, memberi kesempatan bagi pedagang kecil, serta memperkuat kerukunan.
Dinamika dan Tantangan dalam Pelestarian
Meskipun tradisi ketoprak dalam sedekah bumi masih lestari, ada dinamika dan tantangan:
Variasi estetika dalam gunungan dan penyajian
Di beberapa desa seperti Jakenan, gunungan hasil bumi kini dibuat dalam bentuk artistik  seperti naga, ular, atau tokoh wayang  dan diiringi arak-arakan kreatif dengan sound system dan pertunjukan seperti ketoprak.
Kebutuhan logistik dan biaya
Penyelenggaraan sedekah bumi, termasuk pertunjukan ketoprak, memerlukan biaya cukup besar. Panitia desa biasanya mengumpulkan iuran dari setiap keluarga agar semua rangkaian ritual dan hiburan dapat terlaksana.