The more I learn about people, the more I like my dog -- mark twain
Pagi-pagi buta ratusan petugas kerajaan menyebar ke seluruh penjuru kota, mereka mewartakan pesan raja. Segera mereka lekatkan kertas tersebut cepat-cepat, sebelum para penduduk terbangun. Pasti repot urusannya. Tangan dari seorang petugas bergetar saat dengan penuh kesadaran ia lumat pelan kata-kata tak masuk akal itu, lalu lekas pergi.
Tepat cahaya matahari menempias setiap sudut kota, seorang anak kecil berlari dengan riang tiba-tiba berhenti, matanya terbelak menuju tembok rumah milknya.
"rakyatku 5 tahun yang lalu kita hidup penuh dengan kenikmatan, alam menghidangkan bulat-bulat dirinya untuk kita santap di meja bundar. Tiba-tiba entah karena apa, 2 tahun belakangan alam tak punya apa-apa lagi untuk dihidangkan. Ratusan unta sudah kita sembelih agar kita terus hidup. Demikian juga kuda-kuda milikku telah habis untuk sekedar menemai perut kita selama setahun. Kini, hanya anjing-anjing milik kalianlah yang tersisa. Maka, atas nama keadilan serahkan semua anjing yang ada di kota untuk kebutuhan kita setahun mendatang"
-atas nama pimpinan tertinggi-
Sontak sang anak kaget, kemudian bergumam.
"cukimai, setelah ayah dan ibuku dirampas oleh mereka atas nama yang sama yaitu keadilan. Kini aku juga harus menyerahkan satu-satunya yang kupunya dalam hidupku.."
Hatinya sangat sedih, ia kembali masuk ke rumah hendak tidur kembali. Sambil berharap bahwa ini adalah mimpi.
Semua warga memiliki anjing, karena bagi mereka anjing lebih mulia dibanding mereka sendiri. Bak angin, kabar buruk ini segera tersiar ke seluruh telinga para penduduk. Kabar ini menjadi pembicaraan di keramaian.
Para orangtua segera menyerahkan anjingnya, bagaimanapun jika harus dipaksa memilih, ia akan memilih lelurinya.