Mohon tunggu...
Sombakudoro
Sombakudoro Mohon Tunggu... Nahkoda - silopsis

pernah ingin jadi penulis, saat menulis, ternyata lebih cocok jadi pemuka agama

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jaksa Agung dan Mimpi Buruk Levinas

5 Februari 2020   22:25 Diperbarui: 5 Februari 2020   22:38 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Peristiwa semanggi I dan semanggi II, telah ada hasil rapat paripurna DPR RI yang menyatakan peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat" ungkap burhanuddin, di kompleks parlemen senayan, jakarta, kamis (16/1/2020) - Dilansir di kompas.com

Ungkapan ini menampar pegiat HAM, sekaligus mengafirmasi bahwa ungkapan bilven "negara hanya akan dan selalu akan menang melawan rakyatnya" benar-benar nyata.

Emmanuel Levinas, seorang keturunan yahudi yang dalam sejarah hidupnya mengalami trauma mendalam soal pembunuhan. Hampir semua anggota keluarganya mati tak berdaya dalam peristiwa genosida besar, kemudian dikenal holocaust yang terjadi di tahun 1944 yaitu masa perang dunia ke-2.

Atas nama ideologi, jutaan orang harus merelakan nyawanya. Bak sapi yang mengambil nomor antrean untuk dapat disudahi hidupnya. Lah enak kalo yang dibunuh sapi pasti ada pesta joget-joget, lah kalo manusia.....

Levinas filsuf fenomenologi tersohor pada masanya yang dalam setiap tulisannya sarat mengandung kekerasan historis, dia tidak habis pikir bagaimana para algojo melihat korbannya; apakah sebagai subjek atau justru hanya gagasan yang dideterminasi oleh ideologinya.

Fuhrer (Adolft Hitler) melalui Nazi-nya adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam genosida ini, dikabarkan bunuh diri setelah mengendus kekalahan pada perang dunia II. 

Pengadilan Nuremberg mengumumkan putusannya: menjatuhkan hukuman mati kepada 12 terdakwa, penjara seumur hidup kepada 3 orang, penjara 10 sampai 20 tahun kepada 4 orang, dan 3 orang lagi dilepaskan. Andai Negaraku mampu melakukan demikian, tak akan ku punya alasan berpanas-panasan antre dalam Pemilu.

Hak sebagai manusia mendapat angin segar 4 tahun setelah peristiwa itu, tepat 10 desember 1948 di palais de chaillot, paris Deklarasi Hak Asasi manusia dikumandangkan. Di 30 pasal tersebut dicantumkan hak  yang pertama dan utama adalah hak hidup. untung gara-gara ini kuselamat dalam kontestasi parang antar Smp.

Sebaliknya, di tanah air tercinta ini UU HAM termaktub dalam UU Nomor 39 tahn 1999 setahun kemudian menyusul UU Nomor 26 tahun 200 tentang pengadilan hak asasi manusia, dengan harapan mampu menelisik kekerasan-kekerasan negara pasca kemerdekaan sampai pada reformasi.

Treng teng tengggg........Ternyataaaa, semua itu tak lebih daripada kesepakatan elite politik setelah 20 tahun kemudian ungkapan jaksa agung justru seperti prahara di siang bolong, buat semua melongo, mengelus dada sembari meneteskan air mata negara memang punya kuasa....

Bukan merupakan pelanggaran berat, jika rakyat adalah korban. Beda nian jika petinggi negara korbannya.... negara memang selalu paling jago mengelabui rakyatnya atau jangan-jangan negara sedang menyusun konspirasi melanyapkan warga negara yang nyinyir dan nakal untuk mempermulus program keluarga berencana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun