Ketika Tubuh Menolak Diabaikan
Dulu, aku pun seperti itu. Terlalu percaya diri merasa sehat karena masih bisa bekerja, begadang, merokok, dan makan sembarangan.
Hingga akhirnya, saat menjalani tes kesehatan untuk perpanjangan kontrak kerja di pabrik, hasilnya sangat mengejutkan serta menyentak: terdeteksi flek paru (TB) meskipun tubuh secara kasat mata tampak baik-baik saja.
Saat itu aku gagal perpanjangan kontrak. Rasanya seperti ditampar diam-diam oleh tubuh sendiri.
Selama ini ia diam, tapi ternyata menyimpan banyak perlawanan. Dan ketika akhirnya bicara, ia tak lagi memberi peringatan kecil, ia memberi konsekuensi yang besar.
Selama enam bulan pengobatan, aku mulai belajar ulang cara memperlakukan tubuh.
Mulai dari menjaga waktu tidur, memperbaiki pola makan, hingga akhirnya kembali ke gym (bukan lagi demi bentuk tubuh), tetapi demi kepangsungan hidup dengan lebih layak dan berarti.
Sejak saat itu, sudah empat tahun lamanya aku menjaga pola hidup lebih sehat. Dan dari pengalaman itu, aku sadar:
dokter tidak sedang menggurui saat berkata "perbaiki pola hidup." Mereka hanya menyampaikan yang sebenarnya tubuh kita sendiri sudah teriak-teriakkan sejak lama.
Sakit seringkali datang bukan sebagai hukuman, tapi sebagai pengingat: bahwa tubuh bukan mesin yang bisa terus dipacu tanpa istirahat.
Dan dokter, di balik resep dan stetoskopnya, bukan hanya pemberi obat, tapi pengingat agar kita kembali ke hal-hal dasar seperti makan yang sehat, istirahat dengan cukup, hidup dengan seimbang.
Jadi, jika nanti datang ke dokter dan kembali mendengar nasihat "perbaiki pola makan dan pola hidup sehat,"
jangan buru-buru meremehkannya.
Karena bisa jadi,
itulah satu-satunya kalimat yang terdengar sederhana,
tapi bisa menyelamatkan hidupmu kalau sungguh dijalani.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI