Mohon tunggu...
Sofia Grace
Sofia Grace Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Seorang ibu rumah tangga yang hidup bahagia dengan suami dan dua putrinya. Menggeluti dunia kepenulisan sejak bulan Oktober 2020. Suka menulis untuk mencurahkan isi hati dan pikiran. Berharap semoga tulisan-tulisan yang dihasilkan dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Berdebat dengan Orang Bodoh atau Gila

25 Agustus 2022   08:06 Diperbarui: 25 Agustus 2022   08:44 1277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

"Ibu tak mau disalahkan setiap kali kamu membantah ucapan Nenek. Mengertilah posisi Ibu yang terjepit, Nindy. Sudahlah, mengalah saja pada Nenek. Umurnya sudah tua. Jangan buat hatinya galau."

Hah?! Aku mendelik mendengar kalimat terakhir Ibu. Aku membuat hati Nenek galau? Apa tidak terbalik? Neneklah yang membuatku galau karena telah mengadu dombaku dengan Ibu!

Demi tak memperpanjang persoalan, kuturuti saja keinginan Ibu. Selanjutnya setiap kali Nenek membanding-bandingkan orang lain di depanku, aku cenderung menyingkir dengan tak kentara demi mencegah terjadinya perdebatan yang tak diinginkan.

Untung saja Nenek tidak tinggal serumah dengan kami. Beliau tinggal di luar kota dengan keluarga kakak laki-laki ibuku. Sekitar dua-tiga bulan sekali Nenek datang berkunjung ke rumah orang tuaku sekadar berganti suasana. Dan beliau selalu membawa oleh-oleh puluhan kisah yang tak menyenangkan hatinya selama tinggal di rumah pamanku. Hehehe....

Biasanya setelah satu-dua minggu menginap di rumahku, Nenek akan lanjut berkunjung ke rumah tanteku di kota lain. Dan aku yakin beliau membawa tak sedikit kisah yang tak berkenan di hatinya selama menginap di rumah kami. Hahaha....

"Memang benar apa kata influencer tadi," kataku pada diri sendiri. "Percuma berdebat dengan orang yang frekuensinya tidak sama dengan kita. Persoalan malah bisa jadi  panjang dan merantak ke mana-mana."

Sejak saat itu aku berusaha memperbaiki sikapku yang mudah terpancing emosi. Kalau ada kata-kata orang lain yang menyakitkan telinga maupun hati, aku berusaha tetap tenang. Kunalar sendiri untung-ruginya bagiku jika menindaklanjuti kata-kata orang itu. Jika kuanggap tak ada gunanya menanggapi omongan receh tersebut, aku cenderung mengambil sikap diam dan tak mempersoalkannya lagi.

Suatu ketika aku memergoki Ibu tengah menangis di rumah. Kudekati beliau, kutanya ada apa. Ibu lalu bercerita bahwa Nenek telah mengadu domba dirinya dengan tanteku. Kuhibur ibuku sembari berkata, "Sudahlah, Bu. Nenek kan sudah tua. Jangan buat hatinya galau. Ibu mengalah saja, ya."

Sontak wanita yang kusayangi itu mendelik. Tangisnya terhenti seketika. Lalu bibirnya tersenyum kecil. "Kamu nyindir Ibu ya, Nin? Itu kan kata-kata Ibu waktu kamu menentang kata-kata Nenek dulu."

Kutepuk-tepuk lembut pundak wanita itu. "Nindy nggak nyindir kok, Bu. Cuma nggak mau Ibu kelamaan sedihnya. Not worth it. Ini kan cuma persoalan sepele, Bu. Kebiasaan Nenek yang suka  nyinyir mulutnya dan membanding-bandingkan orang lain. Jangan sampai kita terpancing emosi demi hal-hal yang nggak penting."

Ibu mengangguk-angguk setuju. "Kamu benar, Nindy. Itu memang sudah menjadi karakter nenekmu. Hatinya sebenarnya baik. Cuma setiap orang pasti punya kekurangan, kan? Kita sebagai keluarga harus berusaha memakluminya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun