"Ibu tidak menderita penyakit fisik apapun. Hasil pemeriksaan yang saya lakukan dan tes laboratorium menunjukkan bahwa Bu Lisa benar-benar sehat walafiat dari ujung rambut hingga ke ujung kaki," tegas dokter setengah baya itu kepada pasien wanita di hadapannya. Ah, lagi-lagi diagnosis yang sama, keluh perempuan muda itu dalam hati. Ini dokter spesialis penyakit dalam ketiga yang menyampaikan hal yang sama, dirinya tidak menderita penyakit apapun!
"Akan tetapi...," lanjut dokter itu perlahan, "Saya pernah memiliki pasien dengan kasus serupa beberapa tahun lalu. Gejalanya mirip dengan yang Ibu alami saat ini. Sering merasa mual, kerongkongan terasa panas, tidak bisa merasakan nikmatnya makanan yang disantap...."
Lisa terhenyak. Raut wajahnya langsung berubah dari layu menjadi berseri-seri. Secercah harapan hadir di hadapannya. Akhirnya ia menemukan dokter yang pernah menangani kasus yang serupa dengan yang dialaminya saat ini.
"Pasien saya itu seorang janda yang mempunyai tiga orang anak. Suaminya meninggal dunia akibat serangan jantung. Kepergian pasangan hidupnya secara tiba-tiba membuatnya mengalami gangguan psikosomatis, yaitu gangguan pada kesehatan tubuhnya akibat penderitaan batin yang luar biasa berat. Lalu saya merekomendasikannya untuk ditangani oleh kolega saya yang seorang psikiater. Setelah rutin menjalani konseling dan terapi sekitar enam bulan, ibu itu akhirnya sembuh. Rasa mual di lambung dan panas di kerongkongannya berangsur-angsur hilang. Ia bahagia bisa merasakan kembali nikmatnya menyantap makanan-makanan yang digemarinya," tutur pria berkacamata dan berkumis tipis itu runtut.
Perempuan bermata bulat yang duduk di hadapannya tertegun. Ekspresi gembira yang tadi muncul bagaikan pelangi itu kini hilang tanpa bekas dari raut wajahnya. Berganti dengan paras kelabu. Ia memberanikan diri untuk bertanya, "Menurut Dokter, saya mengalami gangguan jiwa?"
Pria berusia lima puluh tahun lebih itu menatapnya dengan sorot mata bijaksana. "Setiap orang baik secara sadar maupun tidak, memiliki pengalaman yang traumatis dalam hidupnya, Bu. Ada yang dengan mudah mengabaikannya begitu saja. Ada pula yang psikologisnya tidak mampu memikul beban itu sendirian hingga mulai menggerogoti jasmaninya," ungkapnya lirih. Nada suaranya tenang menyejukkan hati dan sorot matanya ramah. Dia berusaha menyalurkan kedamaian bagi pasien yang sedang terpaku di depannya.
"Ini saya berikan kepada Ibu surat rujukan dan kartu nama psikiater yang berhasil menyembuhkan pasien saya itu. Beliau hanya membuka praktek di rumahnya," kata sang dokter seraya menyodorkan sebuah amplop berwarna putih dan kartu nama tebal berwarna krem.
Lisa menerimanya sembari mengucapkan terima kasih. Dibacanya dalam hati nama psikiater itu, seorang wanita rupanya. Alamatnya tidak jauh dari rumah Lisa.
Ah, dia akan mempertimbangkan terlebih dahulu perlu-tidaknya berkonsultasi ke psikiater tersebut. Wanita berambut sebahu yang dicat warna merah burgundy itu tidak begitu percaya dirinya mengalami gangguan psikosomatis. Dengan penuh kebimbangan, ia berpamitan dan beranjak keluar dari ruangan praktek dokter yang selalu ramai dikunjungi pasien itu.
***
Sebulan kemudian Lisa memutuskan untuk berkonsultasi ke klinik psikiater tersebut. Kini setiap hari ia hanya sanggup mengkonsumsi nasi putih dengan kaldu ayam atau daging saja. Menu lainnya hanya akan membuat kerongkongannya terasa panas dan perutnya mual seperti mau muntah. Penampilannya semakin memprihatinkan. Wajahnya kuyu, pipinya tirus, dan pakaiannya tampak kebesaran di tubuhnya yang semakin kurus.