Mohon tunggu...
Soerat Man
Soerat Man Mohon Tunggu... Pengacara - Sekarang saya sedang menjalai profesi advokat di kota yogyakarta

Tegakan keadilan meskipun langit akan runtuh

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melihat Kemajuan dan Kemandirian Desa dari Kaca Mata Politik Hukum Desa

18 Oktober 2019   19:20 Diperbarui: 18 Oktober 2019   19:41 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desa Wae Rebo (HANA ADI/JAWAPOS.COM)

MELIHAT KEMAJUAN DAN KEMANDIRIAN DESA DARI KACA MATA POLITIK HUKUM DESA

Oleh: Soeratman, S.H.

Saat ini orang-orang lagi pada membicarakan tentang Desa, baik dari kalangan akademisi desa, praktisi desa, pegiat desa maupun masyarakat pada umumnya. yang mereka bicarakan tentang Desa bukanlah soal desa itu sendiri melainkan soal Dana Desa (DD) yang fantastis jumlahnya karena mencapai angka triliunan rupiah yang diambil dari postur APBN yang kemudian ditransfer ke rekening desa seluruh Indonesia.

Tidak bisa dipungkiri bahwa Desa telah menjadi pusat perhatian banyak kalangan karena desa semakin kesini semakin seksi saja. semenjak UU Desa No 6/2014 lahir dan disahkan sekitar akhir 2013 lalu, keseksian desa melai nampak ke permukaan, dan keseksian itu bisa dilihat dari prakarsa warga desa untuk membangun desa dengan memanfaatkan potensi desa yang ada, namun tidak meninggalkan konsep kedesaan yang telah melembaga di tengan warga desa seperti, gotong royong, kebersamaan, musyawarah dan kekeluaragaan.

Selain dari pada itu, secara struktur kelembgaan pemerintahan desa telah mengalami perubahan yang cukup, dalam hal ini ialah tunjangan para birokrat desa telah mengalami perbaikan, karena sebagai salah satu faktor untuk merubah bias kepentingan politik desa, maka perlu ada perbaikan dari segi gaji pegawai dan tunjangan sesuai dengan peraturan.

Kemudian indonesia akan memasuki era demografi, yaitu sebuah era dimana jumlah penduduk di kota akan semakin banyak dan tidak bisa menampung lagi pemangunan, maka konekuensinya adalah perpindahan penduduk dari kta ke desa akan terjadi besar-besaran sehingga bias pembangunan di kota akan mengurang dan lari ke desa, untuk itulah tidak heran bila Desa dewasa ini semata-mata bukan dijadikan subyek pembangunan tapi jauh dari pada itu, desa adalah ladang investasi besar bagi pemilik modal kedepannya dan pertarungan politik yang amat sengit didalamnya.


bila menggunakan istilalah Pak Sutoro Eko dalam bukunya "Desa Membangun Indonesia" beliau menggunakan term (istilah) desa lama menamai desa sebelum UU desa 6/2014 lahir.

Pandangan negara orde baru tentang Desa lama, dimana "pembangunan Desa" telah hadir sebagai ikon penting Orde Baru. Desa dijadikan obyek pembangunan, sehingga Pemerintah sangat gencar membangun prasarana fisik desa, pendidikan (SD Inpres), sosial, maupun ekonomi (seperti KUD dan pasar desa). 

Pembangunan itu telahmengubah wajah fisik desa, sekaligus juga mengantarkan mobilitas sosial orang desa, tetapi tidak cukup memadai menghasilkan transformasidesa (Sutoro Eko, 2005). Justru sebaliknya melemahkan dan merusak desa, apalagi kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat di luar Jawa karena mereka diseragamkan dengan model Desa Jawa. sementara itu, keterlibatan masyarakat untuk membangun sama sekali tidak ada, jadi warga desa hanya sebagai penonton dan penikmat dari pembangunan itu.

Tapi sekarang Desa telah beda bukan lagi Desa lama tapi desa baru, atau desa bukan lagi latarbelakang negara tapi cover depan negara. hal ini berdasarkan pada nawa cita Presiden Jokowi, membangun negeri dari desa-desa.

Bukan tanpa alasan bila pemerintah saat ini menitik fokuskan pembangunan dan pemberdayaan pada desa karena hingga saat ini disparitas, kesejahteraan dan kemakmuran warga desa masih sangat jauh sekali dari kata baik.

Kemudian potensi alam yang cukup luar biasa ada di desa-desa diharapkan dapat dikelola dengan baik sehingga bisa meningkatkan pendapatan ekonomi warag desa, sehingga bisa merubah taraf hidup warga desa agar lebih bermutu. dan meretas persoalanlainnya Oleh sebab itu, pemerintah dengan penuh perhatian melalui azas rekognisi dan subsidiaritas dan Dana desa, desa diberikan kepastian untuk mengeloldesanya sendiri secara mandiri.

Rekognisi adalah pengakuan terhadap hak asal usul, artinya desa berhak untuk memanfaatkan, mendukung dan memperkuat usaha ekonomi desa yang sudah ada dan tidak lagi dilandasi oleh tindakan intervensi dari paradesa atau struktur di atas. 

Subsidiaritas adalah adanya penetapan kewenangan lokal berskala desa melalui Peratutan Bupati/Walikota maupun Peraturan Desa tentang Kewenangan Lokal Berskala Desa dengan memasukkan pendirian, penetapan, pengurusan dan pengelolaan BUMDes di dalamnya. (Berdesa,1/2/2028).

Dengan persolan itu tranformasi desa dari desa lama ke desa baru diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan warga desa, kemudian untuk mewujudkan itu semua bergantung pada politik hukum desa.

Politik hukum desa adalah salah satu nomenklatur fundamen yang perlu di perhatikan oleh dan pemerintah desa, yang berbicara soal bagaiman pemerintah desa mampu melahirkan sebuah produk hukum untuk kepentingan warga desa dan kengeluarkan kebijakan dengan melibatkan seluruh warga desa untuk memutuskan sebuah kebijakan yang menyangkut hajat warga desa

Maka dari itu, keberdaan politik hukum desa, memiliki posisi sentral dalam memajukan desa menuju desa mandiri, karena kemajuan dan kemandirian desa itu bisa dilihat dari kemampuan Kepala desa mengeluarkan sebuah kebijakn dan kebijakan itu bermanfat bagi warga desa. namun inilah yang menjadi salah satu problem sebagian banyak desa saat ini, karena masih belum mampu menggunakan politik hukum dengan baik.

Politik hukum Desa akan mempengaruhi desa dalam keberlangsungan penyelenggaraan pemerintahan desa, agar berjalan dengan baik dan sesuai dengan aturan hukum (rule of the law) bila dilakukan dengan deliberasi. Artinya setiap kebijakan politik lokal desa di buat harus melibatkan warga desa di setiap prosesnya, agar terciptanya tarnsparansi, serta kebijakan hukum yang pro terhadap warga desa (policy responsif).

Terlebih politik hukum soal pengelolaan keuanga desa. tidak semua desa di Indonesia mampu melalui politik hukum desa, mampu melahirkan sebuah peraturan tentang pengeloaan keunagan desa atau peraturan-peraturan desa lain  

Politik hukum desa bertujuan untuk membentengi desa dari pengaruh luar yang sewaktu-waktu dapat merusak tatanan hidup warga desa, karena dalam banyak kasus, pengambilan dan penguasaan tanah desa secara serampangan oleh para pemilik modal acap kali terjadi, sehingga memicu terjadinya konflik antara pemilik modal dengan warga desa, yang pada akhirnya menimbulkan banyak korban dari pihak warga desa, maka perlu dibuatkan perdes yang berkenaan dengan itu.

Kita tahu bahwa culture desa lama masih menguat dan mengakar tertanam dalam sistem desa baru, sehingga pada masa transisi itu pemerintah desa masih belum bisa berbuat banyak. 

Kemampuan pemerintah desa dalam membuat perdes baik prosedural mapun substantial masih belum paham sehingga membutuhkan pendampingan dan pelatihan soal bagaimana membuat perdes yang baik dan benar melalui pelatihan legal drafting (peraturan desa) yang diikuti oleh perangakat desa. ini penting dilakukan karena menyangkut kedaulatan politik desa yang telah diberikan negara lewat UU Desa untuk mengatur dan mengelola desanya sendiri. 

Untuk penganggaran pelatihan legal drafting itu sendiri sudah jelas di sebutkan dalam UU desa dan Peraturan Mentri No 16/2018 tentang Prioriras Penggunaan Dana Desa, yaitu dibiayai dari APBdes. Untuk itu juga, Kepala Desa bisa mengangkat Pengacara Desa dalam bahasa penulis, kalau dalam Peraturan Mentri No 16/2018 dalam penjelasannya itu di sebut paralegal. 

Pengangkatan Paralegal tidak relevan lagi, karena keterbatasn tugas dan fungsi yang dimiliki oleh paralegal, kemudian semenjak putusan Mahkamah Agung Nomor 22 P/HUM/2018 yang mengatakan bahwa Pasal 11 dan 12 UU No 1 Tahun 2018 tentang Paralegal di cabut, sehingga paralegal tidak lagi bisa memberikan bantuan hukum baik secara litigasi maupun non litigasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun