Mohon tunggu...
Sultoni
Sultoni Mohon Tunggu... Freelancer - Pengamat Politik dan Kebijakan Publik AMATIRAN yang Suka Bola dan Traveling

Penulis lepas yang memiliki ketertarikan pada isu-isu sosial politik, kebijakan publik, bola dan traveling

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Rafael Alun dan Jebloknya Indeks Persepsi Korupsi Indonesia

10 April 2023   12:54 Diperbarui: 10 April 2023   17:34 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

CPI merupakan sebuah indikator komposit untuk mengukur persepsi korupsi sektor publik pada skala nol (sangat korup) hingga 100 (sangat bersih) di 180 negara dan wilayah berdasarkan kombinasi dari 13 survei global dan penilaian korupsi menurut persepsi pelaku usaha dan penilaian ahli sedunia sejak tahun 1995.

Sejak diluncurkan pertama kali pada tahun 1995, Indonesia merupakan salah satu negara yang selalu dipantau situasi korupsinya secara rutin. 

Penetapan Rafael Alun Sebagai Tersangka Oleh KPK Harus Jadi Momentum "Bersih-Bersih" di Kementerian Keuangan

Indeks Persepsi Korupsi (CPI) 2022 yang dirilis oleh Transparency International diatas menunjukkan bahwa Indonesia sedang mengalami tantangan serius dalam hal melawan isu korupsi.

Menkopolhukam yang juga Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ( TPPU ) Mahfud MD menilai bahwa salah satu hal yang menjadi penyebab utama turunya Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index/CPI) Indonesia tahun 2022 adalah adanya sentimen negatif terhadap bidang pelayanan publik pemerintah, terutama akibat maraknya aksi korupsi, gratifikasi dan pencucian uang di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.

Untuk itu, sudah selayaknya penahanan terhadap Rafael Alun harus dijadikan sebagai pintu masuk oleh aparat penegak hukum guna membongkar para pejabat pajak yang terindikasi melakukan praktik korupsi, pencucian uang serta menerima gratifikasi. Selain itu, laporan PPATK soal dugaan rekening gendut dan transaksi mencurigakan dari rekening para pegawai di Kementerian Keuangan juga harus segera ditindaklanjuti serius oleh para aparat penegak hukum kita.


Sejarah mencatat, pengungkapan kasus gratifikasi, pencucian uang dan korupsi di Kementerian Keuangan khususnya di Ditjen Pajak selalu diawali dari laporan PPATK soal transaksi mencurigakan dari rekening para pejabat di lembaga pimpinan Sri Mulyani tersebut.

Jangan sampai kasus korupsi, gratifikasi dan pencucian uang seperti yang dilakukan oleh Gayus Tambunan, Angin Prayitno dan Rafael Alun membuat kepercayaan publik terhadap Kementerian Keuangan menjadi terpuruk dan dikhawatirkan akan menimbulkan gejolak keengganan masyarakat untuk membayar pajak kepada negara.

Kalau hal itu sampai dibiarkan terjadi, maka tamatlah sudah neraca keuangan yang sehat di APBN kita. Sebab, pajak adalah komponen utama penyumpang APBN terbesar di negara kita. 

Sekian dari Jambi untuk Kompasiana, semoga bermanfaat!

Pematang Gadung, 10 April 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun