Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Buzzer Bukan Sesuatu yang Harus Ditakuti

19 Februari 2021   14:18 Diperbarui: 19 Februari 2021   14:41 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi KompasTV

Urusan buzzer sedang ramai jadi perbincangan. Kemarin, Kamis (18/2/2021), saya bersama Widha Karina (Kompasiana Content Superintendent), Fadjroel Rachman (Juru Bicara Presiden), dan Mardani Ali Sera (Ketua DPP PKS), ini jadi bahasan di program Kata Netizen, KompasTV.

Widha sendiri berpendapat, ini era internet, dan persoalan buzzer semestinya jangan lagi dilihat sebagai sesuatu yang asing. Sedangkan Fadjroel, mengajak melihat, bahwa jika mau melihat buzzer hanya dari sisi negatif, presiden pun jadi sasaran serangan.

Mardani Ali Sera cenderung memainkan narasi bahwa buzzer hanya ada di kalangan pemerintah. Ada kesan menutupi bahwa sejatinya hampir semua pihak yang berkepentingan menggunakan buzzer. Bahkan partainya, bukan rahasia lagi, terkenal dengan barisan buzzer yang militan.

Terkait pemerintah, Fadjroel menggarisbawahi bahwa buzzer hanya digunakan kementerian terkait pariwisata, dan hanya untuk menggaungkan wisata.

Saya pribadi tidak membantah Fadjroel karena memang saya cermati yang membela pemerintah di media sosial hanyalah pendukung yang bekerja atas iniatif sendiri. Tidak ada yang dibayar oleh pemerintah untuk menyuarakan dukungan.

Namun di sini juga persoalannya. Buzzer disempitkan seolah hanya kalangan yang bersuara di media dengan nada dukungan kepada pemerintah.

Di sinilah kenapa akhirnya saya pun menyorot hal itu. Sebab publik tak sedikit yang akrab dengan internet, tetapi awam dalam memahami perbedaan bot, cyber army, buzzer, influencer, dan key opinion leader.

Ada kecenderungan, jika ada pandangan yang tidak disukai, pemilik opini acap langsung dicap buzzer. Sedangkan buzzer dicap jahat. Dan, buzzer adalah musuh bersama.

Padahal, jika kembali kepada definisi buzzer sebagai pendengung, memang akan ada yang mengenakkan dan tidak mengenakkan.

Tidak mengenakkan, pernah saya alami sendiri, saat melempar kritikan terhadap salah satu pemuka agama, diserang ribuan akun buzzer. Sebagian besar, bisa saya pastikan adalah buzzer yang terafiliasi partainya Mardani Ali Sera.

Serangan itu mengangkat narasi utama, penistaan ulama. Alhasil, banyak orang ikut tergiring, dan mengamini narasi ini. Sampai detik ini, setiap kali saya muncul di media sosial, sebagian masih menjadikan narasi itu untuk menyerang saya pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun