Lebaran menggembirakan? Ya, bagi kita yang kebetulan sedang tak jadi sasaran kerewelan banyak orang. Tapi tidak bagi mereka yang acap menjadi "korban" basa basi yang betul-betul basi;Â
"Kapan nikahnya?"
"Eh udah ada calon belum?"
"Mau tunggu apa lagi? Tuh si pulan udah beranak sekian lho?"
Mereka yang menjadi pelanggan kalimat ini, terkadang kerap membayangkan menjadi aktor laga, mengayunkan jurus tapak sakti hingga lidah-lidah yang terlalu gemar berbasa-basi tak dapat mengecap apa-apa lagi, hingga semua makanan terasa tak ada bedanya dengan makanan basi.
Tapi, ya, yang saya tulis di atas itu juga adalah basa basi sih, tapi basa-basi sekadar membasikan bisa--sebagai cara ngeles yang sedikit maksa.
Soalnya, gara-gara keusilan mereka yang terlalu basa-basi, saya pun pernah sampai rendah diri; walaupun tinggi badanku terkadang lebih dari mereka.
Jengkel. Berang.Â
Manusiawi. Siapa yang tak jengkel dan berang jika mereka yang telah dewasa, punya pengalaman masing-masing, tiba-tiba didikte untuk lekas kawin, lekas punya anak.Â
Curigaku jangan-jangan yang getol berbasa-basi begitu memang terlalu gemar menelan hal-hal basi. Alhasil mereka mengira, ketika pernikahan terjadi di luar angka usia ideal menurut mereka, maka pernikahan itu juga basi.
Dikira pernikahan seperti menu warung Tegal yang harus lekas laris biar tak cepat basi.
Eit, Anda merasa saya sedang mengomeli orang? Anda tak keliru, karena memang saya sedang menjadi wakil kalangan jomblo yang sering menurut pada perasaan tidak tega mengayunkan jurus tapak sakti seriap menghadapi basa-basi dari mulut-mulut berbisa.
Hei, itu hidup mereka, apa yang terbaik untuk mereka cuma mereka yang tahu. Sedangkan Anda, tak pernah menguntit mereka hingga ke lorong-lorong terdalam kehidupan mereka; kenapa merasa lebih tahu apa yang mereka mau dan mereka butuhkan?
(Kira-kira gaya ngomel saya mirip Mpok Atik, Mpok Laila Sari, atau Emaknya Si Doel? Atau lebih mirip Syahrini yang manja-manja menggemaskan itu?)
Terlalu jauh basa basi saya ya? Tapi swear saya sedang tidak memakan yang basi-basi kok, sebab yang basi bisa bahaya tak kalah dari bisa. (Apa lagi ini?)
Tapi, iya, kita tak pernah berdiri di kaki mereka, tak menelan pengalaman seperti apa yang pernah mereka telan. Kita tak pernah merasakan luka seperti apa telah mereka alami, lha kok tanpa wajah berdosa kita berbasa-basi menjatuhkan mereka?
Tak sengaja? Dikira mereka cukup kuat menyimak mulut berbusa-busa yang memojokkan mereka?
Hei, itu hidup mereka, kehidupan mereka, kenapa diusik dengan soal kapan kawin dan membandingkannya dengan yang lain yang bahkan punya 'kelebihan' beranak bahkan dari sebelum nikah?
Jika ingin menjadi hakim dan leluasa menghakimi mereka, kenapa dari dulu tak kuliah dulu, atau jika kuliah kenapa tak memilih jurusan hukum saja?
Sudahlah. Nyalakan sedikit empati, karena mereka pun tak merasa ada yang perlu diburu, karena apa yang menjadi prioritas dalam hidup tidaklah selalu sama. Sudah, jangan paksakan prioritas Anda harus jadi prioritas mereka.
Sudahilah basa-basi yang betul-betul basi. Ajak saja bicara pencapaian dan kelebihan mereka, agar kita pun terbiasa mendudukkan mereka tetap sebagai manusia berharga.Â
Soal mereka belum kawin, mungkin mereka belum punya pasangan saja. Selebihnya, siapa tahu mereka telah diberikan Tuhan banyak hal yang mungkin sama sekali belum pernah dipercayakan Tuhan kepada Anda. Betul bukan?Â
Ah, Anda berhak menjawab "betul" atau "bukan". Tak masalah sepanjang Anda bersedia berhenti berbasa-basi, sebab hal basi itu sama sekali bukan aroma menarik untuk dihirup.*
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI