Oleh: Aming Soedrajat
"Kebaikan adalah bahasa yang dapat didengar oleh orang tuli dan dapat dilihat oleh orang buta", Mark Twain. Sastrawan Besar Amerika Serikat.
Kebaikan adalah investasi terbaik yang dapat diberikan kepada dunia ini, kepada umat manusia. Tanpa melihat asal-usul, agama, warna kulit dan lain sebagainya. Kebaikan layaknya mata uang, karena diterima disemua penghuni bumi.
Kalimat dari sastrawan besar diatas menggambarkan bagaimana sebuah kebaikan yang bisa dirasakan oleh manusia, walau dalam keadaan keterbatasan fisik dan mental seseorang.
Masyarakat hari ini terlalu banyak di jejali oleh hal-hal yang tidak baik. Informasi di media sosial, media cetak, media elektronik terlalu banyak menyuguhkan kekerasan, lendir, darah, korupsi dan lain sebaginya. Seolah-olah dunia ini seperti dikuasai oleh orang jahat, orang yang tidak bermoral.
Salah satu faktor banyaknya orang jahat dikarenakan diamnya orang-orang baik. Tidak peduli dalam keadaan orang lain. Dalam kontek sosial, niat baik saja tidak cukup. Karena harus dibarengi dengan tindakan dan perbuatan.
Ketika seseorang menebarkan kebaikan, secara tidak langsung, sedang menanamkan biji-biji kebaikan yang akan tumbuh menjadi sesuatu yang besar di masa depan. Kebaikan memberikan energi positif bagi yang melakukan dan yang dibantunya.
Saya meyakini, teman-teman yang membaca tulisan ini merasakan hal yang sama. Merindukan banyak hal baik yang diterima, untuk dibaca, untuk ditonton. Karana sudah jenuh dengan hal yang tidak baik menguasai jagat media.
Tidak bisa memilih berada di titik tengah antara benar dan salah, antara baik dan buruk. Sikap-sikap demikian merupakan sikap nihilis, sikap orang munafik. Sedangkan orang munafik menurut Nietzsche, filsuf Jerman tempatnya di kerak neraka.
Begitu juga dengan orang yang hanya berpura-pura baik, ingin terlihat baik. Bisa dipastikan orang itu bukan orang yang tulus, tapi ada misi terselubung untuk sesuatu. Karena kebaikan terlahir tanpa syarat tanpa berharap timbal balik.