Tahun 2022 pemerintah menetapkan Sugihmukti sebagai Desa Wisata Rintisan. Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) desa yang dibentuk pada pertengahan Oktober 2022 sedang mempersiapkan Sugihmukti sebagai desa wisata. Dalam suasana persiapan sebagai desa wisata tersebut, kami berkunjung ke Sugihmukti. Sampai saat ini sudah empat kali kunjungan, dan melalui tulisan ini saya mencoba merekamnya.
Desa Sugihmukti masuk ke dalam wilayah Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung. Terletak di kaki Gunung Patuha, Sugihmukti berada di ketinggian 1300 - 2200 mdpl. Sebuah desa pegunungan nan sejuk.
Kunjungan pertama dan kedua, kami membawa mobil kantor, minibus. Dari Bandung sampai Desa Sugihmukti ditempuh dalam waktu sekitar satu setengah jam. Mobil yang mengantar kami langsung menuju Balai Desa Sugihmukti. Hal yang tidak terjadi pada kunjungan kami berikutnya.
Kami menggunakan bis pada dua kunjungan berikutnya. Setelah keluar dari pintu tol Soroja di Soreang, bis menyusuri jalan provinsi ke arah Ciwidey. Kurang lebih 20 menit sampailah di rest area Pasirjambu. Bis rombongan parkir di rest area itu karena kondisi jalan desa belum memungkinkannya masuk ke Desa Sugihmukti. Kami melanjutkan perjalanan dengan menggunakan mobil pick-up (bak terbuka).
Jika menggunakan angkutan umum, perjalanan dari Bandung dapat diawali dari Terminal Leuwipanjang dengan menumpang moda transportasi publik trayek Bandung -- Ciwidey. Turun di Terminal Ciwidey, lalu dilanjutkan dengan ojek. Menurut sopir pick-up yang kami tumpangi, selain Desa Sugihmukti, kata kunci yang mudah dipahami oleh tukang ojek untuk menuju ke sana adalah Jalan Kaca-kaca. Ongkos ojek sekitar Rp. 20.000,-.
Berbagai kegiatan dapat dilakukan di Desa Sugihmukti. Rombongan kami melihat usaha pandai besi sebagai tujuan pertama. Pandai besi membuat berbagai alat dari lempengan besi, seperti mata kapak dan cangkul, secara tradisional. Saat kami berkunjung, ada lima orang yang sedang bekerja. Satu orang menjaga api, tiga orang secara bergantian memukul lempengan besi membara dengan palu mereka, dan seorang lagi (yang paling senior di antara mereka) bertugas memegang semacam tang besar, menjepit bara besi. Dia membalik-balikkan bara besi itu, sesuai dengan sisi yang harus ditempa, agar tercapai bentuk yang diinginkan. Sebuah kolaborasi yang memerlukan harmoni.
Selanjutnya, kami mencoba jalur trekking sambil melakukan birdwatching di area perkebunan dan hutan. Lokasi trekking dan birdwatching agak jauh dari kantor balai desa, dengan kondisi jalan yang menantang: hanya cukup untuk satu mobil, naik turun, dan berkelok. Ada satu kelokan cukup tajam, sehingga pengguna jalan dari arah berlawanan tidak terlihat. Tak ayal, di depan rombongan mobil kami ada motor yang memastikan jalur yang akan kami tempuh clear.
Mobil berhenti di area parkir di ujung jalan, di tepi perkebunan. Keluar dari mobil, kami dimanjakan oleh suguhan pemandangan di depan mata. Lembah hijau kebun-kebun menghampar dengan bermacam tanaman: strawberry, wortel, kubis, sawi, bawang, seledri, dan sesekali diselingi pohon-pohon kopi di antara tanaman-tanaman itu. Di belakang kami hamparan kebun teh yang berujung di bukit menjulang.
Trekking di tengah perkebunan tak hanya memanjakan mata dan menyehatkan badan tetapi juga menambah pengetahuan. Beberapa kawan yang membawa teropong sesekali berhenti untuk mengamati burung dan mencocokkannya dengan lembar di tangan mereka, yang berisi daftar nama dan gambar burung yang berhasil diidentifikasi sebelumnya. Hm, rupanya begini kegiatan birdwatching.
Tidak terasa kami tiba di 'gerbang' masuk hutan yang dikelola Perhutani. Suasana sejuk menyergap. Pohon-pohon jenis tanaman keras menaungi kami dari terik matahari. Di antara pohon-pohon hutan, penduduk Desa Sugihmukti menanam kopi yang menjadi salah satu produk andalan mereka: kopi dari Gunung Patuha, berjenis arabika.
Kami beristirahat di sebuah saung di tengah hutan. Ada yang melanjutkan kegiatan birdwatching. Anggota rombongan yang lain menikmati kesejukan hutan tropis sambil ngopi.
Perjalanan berlanjut ke Curug Lembah Neuneut. Udara sejuk, suara limpahan air terjun, air jernih mengalir, sepadan dengan jalan menuju curug yang menantang. Sebagian besar anggota rombongan tak bisa menahan diri untuk tidak bermain air. Cukup lama kami di sini. Rindang pepohonan dan suara air membuat betah.
Sekembali dari curug, tujuan berikutnya adalah tempat penjemuran kopi yang bersebelahan dengan lokasi pengelolaan sampah desa. Letaknya di atas bukit. Dari sini kita bisa melihat wilayah desa dan sekitarnya dari ketinggian. Selain view yang cantik, di tempat itu kami bisa melihat kegiatan pengupasan buah kopi (cherry) dan penjemuran biji kopi (saya juga menulis proses pengolahan kopi ini di Kompasiana).
Agenda berikutnya adalah kunjungan ke Bukit Jamur, taman dengan pohon-pohon cemara yang dibentuk mirip jamur. Area terbuka ini berada di atas bukit yang dikelilingi kebun teh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII. Pihak pengelola yang baru sedang menata ulang Bukit Jamur, setelah beberapa lama tidak difungsikan. Kelak Bukit Jamur diharapkan dapat digunakan sebagai lokasi outbound, dan rombongan bisa menginap 2 -- 3 hari.
Lokasi Bukit Jamur sekitar 17 kilometer dari kantor Balai Desa Sugihmukti. Dengan kondisi jalan berbatu (kadang bertemu juga sepenggal jalan beraspal), berkelok-kelok, pun menanjak, perjalanan dari Kantor Balai Desa ke Bukit Jamur ditempuh selama kurang lebih satu setengah jam. Namun perjalanan ini tak terasa lama, karena kami sangat menikmati pemandangan di kanan kiri jalan.
Bagaimana tidak? Melewati kebun sayur dan strawberry milik penduduk, lalu mobil melintasi hutan pinus Perhutani yang berseling dengan area konservasi Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Kehijauan di sekeliling, dengan udara sejuk membelai wajah. Di tengah perjalanan, kami berhenti, menikmati pemandangan kebun teh milik PTPN VIII (kebun Rancabolang). Hamparan hijau bak permadani mengikuti lekuk tanah berbukit. Ah, tak salah ungkapan MAW Brouwer (seorang pastor Belanda yang pernah bertugas di Jawa Barat, dosen dan psikolog), tanah Pasundan tercipta ketika Tuhan sedang tersenyum. Rupanya inilah salah satu kepingan tanah Pasundan itu.
Tidak hanya pemandangan, Sugihmukti juga punya kegiatan kesenian yang membanggakan, salah satunya adalah pencak silat. Tak main-main, tahun 2022 ini kelompok pencak silat lokal, Putra Lugay, berhasil menjadi juara I se-Kabupaten Bandung pada kompetisi yang diselenggarakan oleh IPSI. Kami beruntung berkesempatan menyaksikan aksi mereka di acara khitanan anak salah seorang warga desa.
Dari beberapa kali kunjungan ke Sugihmukti, saya melihat banyak potensi yang dapat dikembangkan untuk menjadi Desa Wisata. Saat ini Sugihmukti tengah bebenah. Informasi tentang profile desa dan destinasi wisata disiapkan dalam berbagai media komunikasi (poster, flyer, video). Pokdarwis dan perangkat Desa Sugihmukti juga tengah menyiapkan berbagai paket wisata. Penasaran? Silakan tengok akun Instagram mereka: @desawisatasugihmukti.
 Semoga tak lama lagi Desa Sugihmukti siap menerima wisatawan yang ingin berkunjung untuk menikmati alam indahnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI