Kami beristirahat di sebuah saung di tengah hutan. Ada yang melanjutkan kegiatan birdwatching. Anggota rombongan yang lain menikmati kesejukan hutan tropis sambil ngopi.
Perjalanan berlanjut ke Curug Lembah Neuneut. Udara sejuk, suara limpahan air terjun, air jernih mengalir, sepadan dengan jalan menuju curug yang menantang. Sebagian besar anggota rombongan tak bisa menahan diri untuk tidak bermain air. Cukup lama kami di sini. Rindang pepohonan dan suara air membuat betah.
Sekembali dari curug, tujuan berikutnya adalah tempat penjemuran kopi yang bersebelahan dengan lokasi pengelolaan sampah desa. Letaknya di atas bukit. Dari sini kita bisa melihat wilayah desa dan sekitarnya dari ketinggian. Selain view yang cantik, di tempat itu kami bisa melihat kegiatan pengupasan buah kopi (cherry) dan penjemuran biji kopi (saya juga menulis proses pengolahan kopi ini di Kompasiana).
Agenda berikutnya adalah kunjungan ke Bukit Jamur, taman dengan pohon-pohon cemara yang dibentuk mirip jamur. Area terbuka ini berada di atas bukit yang dikelilingi kebun teh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII. Pihak pengelola yang baru sedang menata ulang Bukit Jamur, setelah beberapa lama tidak difungsikan. Kelak Bukit Jamur diharapkan dapat digunakan sebagai lokasi outbound, dan rombongan bisa menginap 2 -- 3 hari.
Lokasi Bukit Jamur sekitar 17 kilometer dari kantor Balai Desa Sugihmukti. Dengan kondisi jalan berbatu (kadang bertemu juga sepenggal jalan beraspal), berkelok-kelok, pun menanjak, perjalanan dari Kantor Balai Desa ke Bukit Jamur ditempuh selama kurang lebih satu setengah jam. Namun perjalanan ini tak terasa lama, karena kami sangat menikmati pemandangan di kanan kiri jalan.
Bagaimana tidak? Melewati kebun sayur dan strawberry milik penduduk, lalu mobil melintasi hutan pinus Perhutani yang berseling dengan area konservasi Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Kehijauan di sekeliling, dengan udara sejuk membelai wajah. Di tengah perjalanan, kami berhenti, menikmati pemandangan kebun teh milik PTPN VIII (kebun Rancabolang). Hamparan hijau bak permadani mengikuti lekuk tanah berbukit. Ah, tak salah ungkapan MAW Brouwer (seorang pastor Belanda yang pernah bertugas di Jawa Barat, dosen dan psikolog), tanah Pasundan tercipta ketika Tuhan sedang tersenyum. Rupanya inilah salah satu kepingan tanah Pasundan itu.
Tidak hanya pemandangan, Sugihmukti juga punya kegiatan kesenian yang membanggakan, salah satunya adalah pencak silat. Tak main-main, tahun 2022 ini kelompok pencak silat lokal, Putra Lugay, berhasil menjadi juara I se-Kabupaten Bandung pada kompetisi yang diselenggarakan oleh IPSI. Kami beruntung berkesempatan menyaksikan aksi mereka di acara khitanan anak salah seorang warga desa.
Dari beberapa kali kunjungan ke Sugihmukti, saya melihat banyak potensi yang dapat dikembangkan untuk menjadi Desa Wisata. Saat ini Sugihmukti tengah bebenah. Informasi tentang profile desa dan destinasi wisata disiapkan dalam berbagai media komunikasi (poster, flyer, video). Pokdarwis dan perangkat Desa Sugihmukti juga tengah menyiapkan berbagai paket wisata. Penasaran? Silakan tengok akun Instagram mereka: @desawisatasugihmukti.
 Semoga tak lama lagi Desa Sugihmukti siap menerima wisatawan yang ingin berkunjung untuk menikmati alam indahnya.