Setiap kelompok bekerja sama, berdiskusi untuk menemukan jawaban yang tepat berdasarkan teks yang ditayangkan. Tugas ini menuntut kolaborasi, kemampuan membaca cermat (skimming dan scanning), dan pemecahan masalah.
Tampak jelas bahwa para siswa begitu antusias mengerjakan soal yang diberikan. Tidak ada lagi wajah muram atau kebosanan yang sering terlihat saat mengerjakan LKPD biasa. Mereka saling berbagi ide, beradu argumen tentang definisi kata sifat, dan bersorak gembira ketika berhasil mengisi satu kotak mendatar atau menurun di criss cross puzzle mereka.
Kombinasi antara Wheel of Names dan Criss Cross Puzzle membuktikan bahwa pembelajaran Bahasa Inggris, khususnya materi Descriptive Text, dapat diubah dari kegiatan yang monoton menjadi petualangan yang menyenangkan.
Keterlibatan Total: Aplikasi digital seperti Wheel of Names menarik perhatian instan dan memastikan setiap siswa merasa terlibat.
Pembelajaran Aktif: Criss Cross Puzzle memaksa siswa untuk secara aktif mencari informasi, menganalisis, dan berdiskusi, bukan sekadar menyalin jawaban.
Keterampilan Abad 21: Metode ini sekaligus melatih kemampuan kolaborasi, berpikir kritis, dan pemanfaatan teknologi.
Pada akhirnya, sesi pembelajaran ini tidak hanya mencapai tujuan akademis, yakni memahami Descriptive Text, tetapi juga meninggalkan kesan bahwa belajar Bahasa Inggris itu seru, interaktif, dan penuh kejutan. Inilah model kelas masa kini: efektif, kolaboratif, dan tentunya... menyenangkan!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI