Yogyakarta, kota yang tak hanya dikenal dengan keramahannya, tetapi juga dengan kuatnya akar tradisi yang terus dilestarikan. Di antara berbagai perayaan budaya yang ada, Grebeg Maulud menjadi salah satu yang paling dinanti. Acara ini bukan sekadar perayaan keagamaan, melainkan sebuah manifestasi akbar dari akulturasi budaya Jawa-Islam yang telah berlangsung selama berabad-abad, menjadikannya tontonan yang magis dan sarat makna.
Grebeg Maulud adalah puncak dari serangkaian upacara Sekaten yang diadakan oleh Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Selain gunungan hasil bumi, prosesi iring-iringan prajurit Keraton Yogyakarta yang megah dan penuh pesona juga menjadi daya tarik ribuan orang yang hadir di Jalan Malioboro. Parade ini menjadi salah satu daya tarik utama yang memukau ribuan pasang mata, menampilkan keagungan tradisi militer Jawa yang masih terawat hingga kini.
Parade prajurit dalam Grebeg Maulud bukan sekadar tontonan biasa. Setiap kesatuan memiliki filosofi dan peran masing-masing yang mencerminkan sejarah panjang Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Mereka adalah simbol kekuatan, ketaatan, dan penjaga tradisi. Barisan ini mengawal gunungan, melambangkan penjagaan raja dan rakyat serta pengamanan prosesi sakral.
Setiap prajurit mengenakan pakaian tradisional lengkap dengan atributnya, mulai dari warna seragam, topi, hingga senjata yang dibawa. Detail pada setiap seragam adalah representasi dari makna filosofis yang mendalam.
Beberapa kesatuan prajurit yang sering terlihat dalam parade ini antara lain:
Prajurit Wirabraja (Lombok Abang): Dikenal dengan seragam merahnya yang mencolok, prajurit ini memiliki irama genderang yang khas dan bersemangat. Mereka melambangkan keberanian dan semangat juang yang tinggi.
Prajurit Dhaeng: Seragamnya berwarna biru tua, prajurit ini memiliki peran sebagai pengawal pribadi sultan. Langkah mereka yang tegas dan serempak menunjukkan disiplin yang tinggi.
Prajurit Patangpuluh: Dengan seragam berwarna hitam, kesatuan ini terkenal dengan formasi barisannya yang rapi. Mereka adalah simbol kekuatan dan keteguhan.
Prajurit Ketanggung: Prajurit dengan seragam lurik hitam-putih ini membawa tombak panjang. Mereka melambangkan kesiapsiagaan dan ketangkasan.
Saat genderang mulai ditabuh dan panji-panji dikibarkan, iring-iringan prajurit mulai melangkah. Ribuan orang yang memadati sepanjang jalan Malioboro hingga Alun-alun Utara bersorak gembira. Suasana semakin meriah ketika prajurit melayangkan atraksi unik, seperti memainkan alat musik atau gerakan tertentu yang hanya ditampilkan saat perayaan Grebeg.
Parade prajurit dalam Grebeg Maulud adalah jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini. Ini adalah tradisi yang telah diwariskan dari generasi ke generasi, menunjukkan bagaimana Keraton Yogyakarta berhasil mempertahankan nilai-nilai luhur di tengah modernisasi.
Melalui parade ini, Keraton tidak hanya merayakan hari lahir Nabi Muhammad SAW, tetapi juga menegaskan posisinya sebagai pusat kebudayaan yang hidup dan terus bergerak. Iring-iringan prajurit ini bukan hanya sekadar parade, tetapi juga sebuah pernyataan identitas: bahwa Yogyakarta adalah kota yang berakar kuat pada tradisi, berani melangkah ke depan, dan bangga akan warisan leluhurnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI