Mohon tunggu...
Henny Listyowati
Henny Listyowati Mohon Tunggu... Media mengembangkan tulisan menjadi lebih baik.

TA sejak September 2007 sampai dengan Desember 2024.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

BB, Buta Budi bukan Blackberry

21 April 2011   10:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:33 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bagi saya ada dua macam bangsawan, ialah bangsawan pikiran dan bangsawan budi." (R.A. Kartini, Suratnya kepada Nona Zeehandelar, 18 Agustus 1899)

Hiruk pikuk perempuan Indonesia mulai terlihat geliatnya pada hari ini. Hari Kartini, hampir sebagian besar perempuan ikut ambil bagian dalam kegiatan yang diadakan. Berkain kebaya serta bersanggul rapi bak Ibu Kartini, atau membaca kembali surat-surat Ibu Kartini, bahkan ada yang mengadakan wawancara imajiner dengan Ibu Kartini.

Sejak 02 Mei 1964 hari lahirnya diperingati sebagai Hari Kartini, sudah empat puluh tujuh tahun. Sejak itu bahkan jauh sebelum tahun 1964, dinamika pergerakan perempuan Indonesia semakin cepat mengalami perubahan hingga mencapai wajahnya saat ini tahun 2011. Capaian angka 20% perempuan parlemen Indonesia sudah diraih, semua sektor pembangunan sudah berhasil diisi manusia bergender perempuan. Hebat bukan?!

Merujuk tulisan Ibu Kartini tentunya beliau bangga dengan lahirnya “bangsawan-bangsawan” dalam pikiran. Sejarah Indonesia mencatat seorang perempuan Indonesia pernah memimpin negeri ini, perempuan itu bernama Megawati Soekarnoputeri. Pada bulan Oktober 1985, sejarah kembali mencatat seorang perempuan Indonesia pertama sebagai astronot yang ikut dalam Mission STS-61-H NASA, perempuan itu bernama Pratiwi Pujilestari Sudarmono.

Rupanya kemajuan pikiran tidak disertai dengan kemajuan dalam budi pekerti. Sang budi sedikit demi sedikit mengecil, berkerut bak buah jeruk yang mengering. Mengapa bisa terjadi?

Sejak awal Ibu Kartini sangat perhatian dengan dunia pendidikan. Ketidakadilan pendidikan dalam budaya Jawa serta sistem kolonial yang beliau alami seperti butiran-butiran peluru yang meledak di dalam kepalanya dan menggerakkan pena menerbitkan pikiran-pikiran brilian yang menghentak manusia modern di belahan Eropa, bahkan Lady Roosevelt mengutip salah satu tulisan Ibu Kartini dalam salah satu pidatonya di hadapan Komisi Hak Asasi Manusia yang dipimpinnya dalam rangka merumuskan Deklarasi Semesta Hak Asasi Manusia.

Demikian besarnya bangsa lain menghargai pemikiran anak bangsa Indonesia, tidak demikian halnya dengan bangsa Indonesia sendiri. Dunia pendidikan Indonesia ternyata tidak mementingkan kemajuan budi. Kurikulum pendidikan mengalami perubahan sejak tahun 1974 hingga 2007, perubahan yang hanya mengedepankan pikiran BUKAN budi.

Tak heran jika beberapa tahun terakhir kita jumpai tawuran siswa, mahasiswa bahkan warga semakin marak terjadi. Para pengendara semakin berani melanggar aturan lalu lintas tak peduli keselamatan sesama. Ketika kendaraannya hampir menabrak seseorang karena kecerobohan si pengendara, bukan ucapan maaf yang terlantar tapi makian. Jelang Ujian Nasional, para pendidik berlomba membuat “strategi perbantuan” demi mensukseskan jumlah kelulusan. Pencuri kecil maupun besar sudah tak malu melakukan aksinya.

Wabah buta budi melanda bangsa kita.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun