Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional, sosial, dan pengamat sepak bola nasional. Ini Akun ke-4. Akun ke-1 sudah Penjelajah. Tahun 2019 mendapat 3 Kategori: KOMPASIANER TERPOPULER 2019, ARTIKEL HEADLINE TERPOPULER 2019, dan ARTIKEL TERPOPULER RUBRIK TEKNOLOGI 2019

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kurikulum Merdeka: Kurikulum yang Sesuai dan Menyesuaikan Zaman

28 Maret 2024   19:16 Diperbarui: 28 Maret 2024   20:38 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW

Dalam naskah akademik, juga perlu dijelaskan berbagai argumen-argumen lain mengenai dasar-dasar pemikiran terkait Kurikulum Merdeka.

Selain itu, dalam setiap kegiatan pendidikan di berbagai ruang yang saya ikuti dan terlibat atau dilibatkan, masih "nyaring" terdengar bahwa Kurikulum Merdeka, sekadar menjadikan guru hanya menjadi administrator, kurang fokus dalam mengajar-mendidik karena beban administrasi itu.

Sementara, masalah klasik pendidikan Indonesia yang ujung tombaknya adalah guru. Gurunya sendiri masih banyak yang hanya memiliki kualifikasi memenuhi syarat sebagai guru, memiliki ijasah formal sesuai ketentuan Tapi jauh dari kompetensi yang diharapkan.

Para guru masih terus terjebak pada paradigma mengajar, bukan mendidik. Sementara, dalam Kurikulum Merdeka, tuntutan untuk guru lebih tajam. (Baca: lebih benar dan baik sesuai perkembangan zaman). Harus berkualitas dalam empat kompetensi guru, plus menguasai IT dan dunia digital.

Dalam konteks kompetensi, penguasaan IT dan dunia digital inilah, sebagian besar guru di seluruh wilayah RI ini benar-benar masih dapat dikatakan tertinggal.

Yang saya rasakan dan lihat

Kendati menurut saya, benar. Masih ada yang compang-camping terkait pelaksanaan Kurikulum Merdeka. Namun, saya setuju bahwa Kurikulum Merdeka yang sah menjadi Kurikulum Nasional memang wajib dibakukan agar arah pendidikan nasional segera mendapat kepastian.

Pasalnya, saya juga sudah menulis artikel menyoal kurikulum pendidikan Indonesia yang sudah berganti nama berbagai-bagai, di berbagai media, apa pun nama kurikulumnya, sebagus apa pun kurikulumnya. Persoalan guru selalu menjadi aktor dan aktris utama, masalahnya.

Lalu, siapa pun menterinya, juga gemar mengubah kurikulum karena, maaf, ada "kepentingan". Persoalan pendidikan di Indonesia sejatinya bukan pada masalah kurukulumnya, tetapi pada pelaku dan ujung tombaknya, yaitu kompetensi , penguasaan IT, dan dunia digital, yang terus tertinggal.

Bila masalah guru dapat diatasi dan dientaskan, ibarat pengendara motor atau mobil adalah guru, yang sudah memiliki SIM. Cara mendapatkan SIMnya sesuai prosedur dan ada garansi kompetensi. Maka, apa pun jenis kendaraan motor/mobilnya (baca: kurikulum) pasti akan mudah dikuasai dan dioperasikan, dikendarai di jalanan dengan benar dan baik.

Bukan hanya kompeten mengendarai, tetapi juga akan ada kemampuan kreatif dan inovatif mengendarai motor/mobil yang menyesuaikan situasi dan kondisi. Tidak membahayakan diri sendiri dan pengendara lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun